Dari 14,3 juta ha lahan gambut yang tersebar di Indonesia, ada sekitar 6 juta ha yang layak untuk dijadikan lahan pertanian. Area gambut dapat dioptimalkan dan secara signifikan dapat menghasilkan bahan makanan yang kita konsumsi setiap hari. Banyak tanaman yang bisa dibudidayakan di lahan gambut, hasil panennya dapat menjadi sumber penghidupan masyarakat sekitar.
Apakah kamu pernah memikirkan darimana sumber makanan di piring makan siang kamu? Hmm, mungkin aja kamu mengira itu dari lemari makanan atau kulkas di dapurmu?
Ayo kita mundur selangkah: sebelum kamu memasak bahan-bahan dari dapur, dari mana kamu mendapatkan bahan makanan tersebut? Kebanyakan dari kita mungkin membelinya di pasar, namun mungkin juga ada yang menanam sendiri.
Baik membeli ataupun menanam bahan makanan sendiri, mungkin kamu tidak menyadari bahwa bisa saja bahan-bahan tersebut berasal dari jenis tanah yang sangat unik, bukan dari tanah subur yang kata Koes Plus “tongkat kayu dan batu jadi tanaman.”
Unik seperti apa ya?
Berbagai jenis lahan pertanian menyediakan bahan makanan untuk kita. Ternyata bukan hanya lahan subur yang dapat menumbuhkan sumber pangan, ada beberapa lahan tidak biasa yang ternyata berperan dalam menyediakan kebutuhan pangan sehari-hari kita; salah satunya adalah lahan gambut.
Lahan gambut merupakan salah satu jenis lahan suboptimal atau lahan yang kurang optimal yang terkenal dengan keunikannya. Namun, ia juga paling banyak disalahpahami karena banyaknya desas-desus tentang pengelolaan lahan gambut yang tidak berkelanjutan dan berefek pada lingkungan. Gambut pada dasarnya didefinisikan sebagai tanah yang terbentuk oleh bahan organik dari sisa-sisa bahan tanaman yang mati dan membusuk.
Indonesia memiliki sekitar 3,5% dari luas lahan gambut dunia. Dengan luas tersebut, ditambah dengan begitu banyak lahan yang terdegradasi dan lahan pertanian semakin berkurang, kita dituntut untuk mencari cara agar keamanan pangan untuk masa depan tetap terjaga.
Tay Juhana Foundation (TJF), sebuah organisasi non-pemerintah yang memiliki visi untuk memastikan ketahanan pangan untuk umat manusia, memikirkan sebuah ide untuk mencari lahan pertanian alternatif dengan menggarap lahan yang sering dilupakan dan dianggap tidak produktif. TJF mengumpulkan dan mengadakan riset yang membuktikan bahwa kita dapat membuka potensi lahan suboptimal, termasuk lahan gambut, untuk produksi pangan.
Jenis lahan gambut dapat dioptimalkan untuk menghasilkan bahan makanan yang kita konsumsi setiap hari. Banyak komoditas penting yang bisa dibudidayakan di lahan tersebut dan dapat menopang sumber penghidupan masyarakat sekitar. Sayangnya, tidak banyak orang yang mengetahuinya.
Memperingati Hari Gambut Sedunia yang jatuh pada tanggal 2 Juni, TJF mengajak teman-teman untuk mempromosikan bahan pangan yang dapat dibudidayakan di lahan gambut melalui TJF Challenge “Peatland to Our Plate.” Caranya dengan membuat video singkat tentang kegiatan masak sehari-hari dan menyebutkan bahan yang digunakan yang dapat ditanam di lahan gambut, seperti kangkung, daun salam, jagung, jahe merah, nanas, kelapa, dll.
Ayo bergabung dalam kampanye yang diselenggarakan oleh TJF ini untuk berbagi kesadaran akan pentingnya lahan gambut sebagai sumber pangan dan perannya dalam menjaga ketahanan pangan. Dalam upaya untuk mendukung pertanian lahan gambut, acara ini akan menjadi awal yang baik untuk mempromosikan kontribusi lahan gambut dalam penyajian makanan di piring kita.
Kunjungi sosial media TJF untuk syarat dan ketentuan challenge ini dan menangkan total IDR 1.500k dan buku dari Kedai Teroka untuk tiga orang pemenang.