Selasa, Maret 19, 2024

Gagah-gagahan Di Depan Malaysia

Ali Hasibuan
Ali Hasibuan
Mashasiswa Pemikiran Islam Pasca Sarjana UIN Jakarta

Media sosial kita kembali berisik. Pasalnya, penyelenggara Sea Games 2017, Malaysia salah dalam memasang gambar bendera Indonesia. Seharusnya warna bendera Indonesia merah di atas dan putih di bawah. dan bukan sebaliknya, sebagaimana gambar yang tertera dalam buku panduan Sea Games 2017 yang dilaksankan di Malaysia tersebut. Kejadian tersebut langsung ditanggapi secara radikal oleh publik di dalam negeri.

Akun Instagram @kualalumpur2017 yang merupakan akun penyelenggara dari Sea Games Malaysia jadi bulan-bulanan. Akun tersebut diserbu oleh netizen dari Indonesia dengan cacian dan kata-kata kotor yang tidak beradab.

Meskipun pihak Malaysia sudah meminta maaf secara resmi, kemarahan publik di Indonesia tak kunjung surut, bahkan semakin meluap. Selasa lalu, di Aceh Barat terjadi pembakaran bendera malaysia oleh beberapa mahasiswa. Tak hanya itu, Di dunia internet para hacker Indonesia menyerang situs-situs milik Malaysia. Namun, ada satu hal yang dilupkan oleh publik Indonesia yang marah itu, bahwa dalam aksi kemarahan tersebut ada anak bangsa yang dirugikan, merekalah para TKI yang bekerja di Malaysia.

Sebuah desa yang berada di bawah kabupaten labuhan batu utara, Sumatera Utara kini diisi oleh orang-orang tua. Adapun para anak mudanya, hanya terhitung bilangan jari. Penyebabya ada dua, pertama para anak muda tersebut melanjutkan sekolah ke kota-kota besar seperti Medan dan yang kedua, para anak mudanya pergi bekerja ke Malaysia menjadi TKI. Jika dirunut penyebab kepergian mereka ke malaysia ialah tidak tersedianya lapangan pekerjaan di daerah.

Berdasarkan jumlah kedatangan TKI dari luar negeri untuk periode 2015-2016, TKI asal malaysia masih menempati posisi tertinggi dibandingkan negara lain. Yaitu sejumlah 97.390 ribu jiwa. Kurang sedikit dari jumlah penduduk kota Bukit Tinggi di Sumatera Barat yang berjumlah 113.326 ribu jiwa (data kemendagri 2015).

Saat ini perlu untuk mengingatkan publik, bahwa masih sangat banyak anak negeri yang bergantung kepada pemerintahan Malaysia. Kita boleh marah dan kecewa dengan kesalahan gambar bendera tersebut, namun di sisi yang lain kita juga tidak boleh lupa, bahwa ada ribuan orang yang harus pergi ke negara malaysia untuk bertahan hidup. Yang disebut oleh pemerintah sebagai pejuang devisa demi menutupi ketidakmampuan mereka dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Dengan alasan kesantunan dan menghargai profesi TKI, kita dipaksa menutup mata untuk melihat ada kesalahan dalam pengelolaan ekonomi kita. Sederhananya, jika ekonomi negara kita baik, lapangan pekerjaan dengan upah minimum tersedia, maka tidak ada orang yang mau pergi menjadi TKI ke luar negeri, menantang maut.

Mitos ganyang Malaysia

Sebenarnya ketegangan antara Indonesia dan malaysia, sudah sangat sering terjadi. Penyebabnya berbeda-beda. Mulai dari saling klaim kebudayaan hingga permasalahan batas teritorial. Jika membaca sejarah yang lebih jauh, Sukarno pernah memproklamsikan gerakan ‘Ganyang Malaysia’ yang banyak dilupakan orang. Mereka lupa bahwa gagasan ini bukanlah gagasan yang menembak langsung negara Malaysia, tapi orang yang berada dibalik dibentuknya federasi malaysia tersebut, Inggris yang ingin mengontrol dan menancapkan kekuasaannya di daerah tersebut. Sukarno menganggap ini sebagai kolonialisme bentuk baru yang menjadikan federasi malaysia sebagai negara boneka.

Ganyang alaysia sendiri secara terminologi menempatkan Indonesia sebagai pemburu dan Malaysia sebagai mangsa. Dengan kata lain yang menjadi mayor adalah Indonesia dan Malaysia berada pada pihak minor karena sebagai objek ‘ganyang’. Saat ini banyak orang Indonesia latah ketika terjadi ketegangan antara kedua negara tersebut. Sebagaimana yang terjadi beberapa tahun yang lalu pada kasus ambalat. Di jalan-jalan terjadi aksi-aksi demonstran yang terlihat sangat heroik. Mereka meneriakkan yel-yel ‘ganyang Malaysia’. Tapi mereka lupa bahwa situas geopolitik telah berubah. Posisi kedua negara juga sudah berubah. Sekarang antara Indonesia dan Malaysia tidak bisa ditebak lagi mana yang berada pada posisi mayor dan mana yang minor, mana pemburu mana yang menjadi mangsa.

Secara jumlah penduduk dan luas negara, Indonesia memang jauh melampaui Malaysia. Jumlah tentara Indonesia juga unggul dibandingkan dengan tentara Malaysia. Bahkan ada banyolan lucu yang yang berkembang. Banyolan itu berbunyi ‘Jika terjadi perang antar kedua negara, militer indonesia tak perlu repot-repot turun tangan. Cukup seluruh rakyat Jakarta kencing secara bersamaan di malaysia maka negara tersebut akan banjir’.

Tapi apakah kapal perang Indonesia yang telah lama karatan itu mampu menyeberangkan rakyat Jakarta ke Kuala Lumpur?

Ali Hasibuan
Ali Hasibuan
Mashasiswa Pemikiran Islam Pasca Sarjana UIN Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.