Warta “itu” sebenarnya tak terlalu mengejutkan publik, warta terbongkarnya jaringan prostitusi daring yang melibatkan artis berinisial VA dan AS. VA seorang artis yang namanya sempat menghiasi layar kaca dengan membintangi sejumlah sinetron dan juga sebagai presenter acara televisi. Sedangkan AS adalah seorang model majalah pria dewasa, Popular dan FHM, (detikhot, 2018) telah “berpartisipasi” meramaikan tahun politik 2019.
VA dan AS adalah topik berita yang paling banyak dibicarakan media minggu ini berupa berita, opini, pembelaan, hinaan hingga humor bergambar dan lain-lain. Dalam konteks ini VA dan SA seolah dipaksa untuk menjawab serta meresponnya agar publik mendapatkan warta yang objektif langsung dari sumber aslinya.
Dalam kasus di atas polisi sebagai pihak yang berwenang juga menangkap seorang tersangka laki-laki bernama JS, kemudian menyita uang sebesar Rp6 juta, bukti transfer, HP, bill hotel dan dua kondom bekas sebagai barang bukti.
Yang mengejutkan bukan soal artis dan kasus penggerebekannya, tapi soal tarif. Menurut informasi yang beredar di media dan masyarakat, tarif yang dibanderol keduanya berbeda. Ada yang dibanderol 25 juta rupiah sekali kencan, ada pula yang dibanderol di angka 80 juta rupiah. Harga yang fantastis di tengah ekonomi masyarakat yang serba pas-pasan.
Angka-angka banderolan di atas dibayar hanya untuk memuaskan hasrat dan birahi si laki-laki terhadap tubuh molek sang perempuan. Bukankah tubuh juga merupakan materi yang berfungsi untuk merepresentasikan diri setiap individu melalui citra personalitasnya masing-masing?
“Manusia bukan sekedar tubuh, tapi sekaligus jiwa”. Begitu kata Samuel Todes dalam Body and The Word. Manusia hanya mesin biologis jika tanpa jiwa. Tanpa tubuh, manusia juga tidak menjadi manusia, karena ia hanya entitas imaterial yang mengambang tanpa basis empiris. Dengan demikian tubuh merupakan aspek penting bagi manusia, baik secara biologis maupun filosofis.
Setiap orang hendaknya memahami dan menghargai tubuhnya. Dengan memahami maka akan muncul penghargaan terhadapnya. Setelah memahami dan menghargai tumbuhlah kemudian penghayatan. Penghayatan merupakan media untuk mengenali diri sepenuhnya, di samping sebagai alat untuk meraih otentisitas. Bagi para filosof tubuh harus dianalisis hingga sampai keakar-akarnya.
Konsep tubuh’ menjadi bahan perbincangan dan kajian filsafat sejak masa mitologis hingga kini, era revolusi industri 4.0. Plato, misalnya, berkata bahwa tubuh adalah kubur bagi jiwa dan jiwa bagaikan terpenjara dalam tubuh. Sedangkan ucapan Sokraketes yang terkenal adalah “kenalilah dirimu (tubuhmu) sendiri. Kaum Epicureanpun menyoal tubuh dengan mempercayai bahwa kebahagiaan tubuh di atas segala-galanya, namun kebahagiaan mental adalah lebih utama.
Menyoal tubuh tak akan pernah habis untuk dibahas selama manusia masih menjadi makhluk yang bertubuh. Apalagi jika kita menganalisis tubuh perempuan. Tubuh perempuan kerap menjadi objek metafor dari sebuah keindahan. Perempuan adalah rangkaian bunga yang indah nan sedap dipandang pula wangi memancar dari seluruh bagian tubuhnya. Ia adalah mawar, dahlia, anggrek, melati dan sejumlah bunga semerbak lainnya yang terawat rapi di taman.
Karena tubuh perempuan menjadi sentral perhatian, maka kaum perempuan berlomba untuk memperindah tubuhnya secara maksimal. Macam-macam produk kecantikan dibelinya untuk merawat tubuhnya agar terlihat halus, mulus dan cantik di mata lawan jenisnya. Tubuh yang hanya satu jumlahnya, tak ada yang bisa menjaganya kecuali kita sendiri. Kesehatan menjadi problem, jika tidak dijaga dengan baik,. Keuangan menjadi taruhan untuk mengembalikan kesehatan tubuhnya seperti semula.
Sebagian kaum perempuan meyakini dengan mempercantik diri maka kualitas tubuhnyapun menjadi tinggi dan otomatis banyak lawan jenis yang tertarik serta memperebutkannya.
Persis seperti adagium dalam ekonomi “ada barang ada harga”. Semakin barang tersebut bernilai mutu tinggi maka harganya akan mengikutinya. Maka wajar harga yang ditawarkan kepada pelanggangpun beragam; 25 juta, 40 juta, dan sejumlah tarif lainnya tergantung pada kualitas tubuh perempuan tersebut.
Tubuh juga telah melahirkan perdebatan panjang sehingga muncul teori-teori mutakhir di masyarakat. Bahkan ditengarai, tubuh pada kaum perempuanlah yang sebenarnya telah melahirkan gerakan besar sejarah feminisme dan teori gender yang hingga kini masih hangat untuk diperdebatkan. Namun, ekses konstruksi budaya patriaki yang justru mengikat dan merendahkan kedudukan perempuan sebagai pribadi manusia.
Di samping fungsi organik, tubuh juga memiliki sebuah nilai dan menjadi identitas sosial tersendiri bagi pemiliknya terutama tubuh perempuan. Dalam konteks ini ada dua hal yang menjadi menarik terhadap kajian tubuh dan perempuan.
Pertama, tubuh termasuk dalam ranah seksualitas dan perempuan kemudian mengalami paradoks dan ironi. Saat ini perempuan masih belum sepenuhnya menerima hak yang seharusnya ia dapatkan sehingga terdapat pihak lain baik individu, kelompok, norma atau aturan mengikat yang mempunyai kewenangan untuk memberikan makna, mengikat dalam aturan, bahkan melakukan kontrol penuh atas tubuh perempuan itu sendiri.
Kedua, saat ini konstruksi atau pemaknaan perempuan baik dalam ranah publik maupun privat menjadikan perempuan pada posisi subordinat sehingga menyebabkan kerentanan sosial baik secara fisik, reproduksi dan eksistensi perempuan (Kapitalisasi Tubuh Perempuan: Shinta Nurani, Jurnal Muwazah, Juni 2017)
Menurut Synnott (2007: 52) yang dikutip Shinta Nurani arti tubuh dapat diidentifikasi dalam beberapa ciri. Pertama, tubuh merupakan sesuatu yang komunal, dengan bagian-bagian yang dapat digonta-ganti, jantung, pankres, ginjal, kornea, dan sumsum tulang dapat ditransplantasikan sendiri-sendiri atau dalam kombinasi yang beragam.
Kedua, tubuh yang direkayasa, dalam dunia kedokteran tentang penciptaan suatu genetika, sel-sel reproduksi, batas kuman, dan pengkloningan manusia. Ketiga, tubuh dipilih sebagai sebuah teknologi reproduksi baru, termasuk fertilisasi in vitro, inseminasi buatan, ibu pengganti, pembekuan embrio, dan penelitian atas kandungan buatan.
Tubuh menjadi suatu hal penting yang sangat mempengaruhi kehidupan seseorang terutama perempuan, hal ini karena tubuh perempuan lebih rumit dan lebih kompleks berbeda dengan tubuh laki-laki yang relatif tetap dan terintegrasi (Candraningrum, 2015: 85). Dengan demikian tubuh perempuan mendapatkan perhatian yang lebih karena keunikannya, sehingga banyak laki-laki terjebak di dalam tubuhnya.