Mafia tanah di Bali semakin brutal dan harus segera dibasmi untuk menghentikan kerugian dan tidak ditiru oleh calon-calon penjahat. Ketidakpercayaan pada fungsi struktural sedang ditanamkan melalui kasus ini, karena meskipun banyak laporan telah diterima oleh Polisi, kejahatan jenis ini paling favorit bagi kriminal rakus pelawan hukum.
Emile Durkheim, sosiolog klasik asal Perancis, menyatakan bahwa fakta-fakta sosial yang terdiri dari norma, nilai dan struktur adalah koridor masyarakat saat berinteraksi sosial. Pada kesadaran kolektif akan fakta-fakta sosial inilah kunci berhasilnya suatu masyarakat yang fungsional.
Sebagai negara dengan beragam budaya, sejak lahir masyarakat Indonesia kaya akan nilai dan norma. Tetapi sebagai warga negara, struktur pemerintah bersifat wajib oleh karena itu berlaku umum secara absolut.
Terkait pertanahan, pemerintah telah merancang struktur fungsional dengan tujuan penertiban agar terhindar dari konsekuensi hukum. Mereka adalah notaris/PPAT, MPD, INI, MPN dan Kantor BPN. Berinteraksinya seorang notaris sangat vital sehingga oleh negara diatur lewat UU 2/2014 tentang Jabatan Notaris.
Begitupula BPN sebagai struktur birokrasi pemerintah untuk pertanahan. Ketika saringan-saringan ini malfungsi, menciptakan anomie yang dikonstruksikan karena berpihak pada yang salah. Pelanggaran etika kerja baku ini amat merugikan masyarakat otomatis menciptakan ketidakpercayaan pada pemerintah. MPD dan MPN yang berfungsi untuk mengawasi kinerja para notaris dilantik oleh KemenKumHAM.
Pada November 2017, saya melunasi rumah di satu dusun dari Desa Kalibukbuk, Buleleng, namun hingga detik ini saya belum menerima sertifikat hak milik. Sebelum membeli, marketing dan Project Manager ditanya seputar: apakah tanah bermasalah, apakah SHM sudah dipecah.
Mereka menjawab tidak bermasalah dan sedang dilakukan pemecahan sertifikat sambil menunjukkan fotokopi sertifikat global. Apalagi dua staf-nya (termasuk marketing) turut membeli di perumahan yang sama dan pemilik developer sendiri tinggal dalam satu dusun. Tapi meskipun lewat 14 bulan, karena terikat kontrak di Jakarta, baik developer maupun semua staf-nya selalu beralasan pemecahan tertunda di Kantor BPN, akhirnya saya menggali kebenaran.
Dari informasi yang dikumpulkan, saat melakukan pelunasan dan penandatanganan Akta Jual Beli seharusnya dicantumkan nomor dan dokumen SHM yang asli. Jika belum ada, notaris berkewajiban untuk menunda transaksi demi kebaikan semua pihak. Saat ditunjukkan site plan, petugas di kantor BPN mengatakan bahwa jika sudah terdapat Nomor Induk Bidang maka SHM sudah dipecah. Petugas memberitahukan bahwa pemecahan dilakukan pada Juli 2017. Hanya satu bulan setelah saya menandatangani Perjanjian Jual Beli.
Developer semakin brutal dengan mengancam karena tidak suka dikejar tentang SHM. Akhirnya saya mengumpulkan enam pembeli lunas lain dan berdiskusi tentang langkah apa yang sebaiknya dilakukan. Kami meminta mediasi dari Kepala Desa, namun sampai tiga panggilan diabaikan developer pada September lalu. Pada awal Oktober, dua pria memarkir sepeda motor persis di gerbang rumah saya.
Singkatnya mereka mengaku dari satu BPR di Singaraja sambil mengatakan bahwa developer telah menunggak dan mereka datang untuk mengevaluasi. Saya langsung menjelaskan bahwa saya sudah membayar lunas. Saat ditanya mengapa mau menerima jaminan SHM yang merupakan tanah kavling serta telah melihat kondisi sesungguhnya di lapangan, mereka terdiam dan permisi pulang. Pada akhir Oktober, seorang pemilik rumah lunas yang tinggal di luar negeri datang mengamuk karena rumahnya telah dijual lagi bahkan telah dialih hak.
Kebrutalan melawan hukum yang bertubi-tubi ini, membuat kami melaporkannya ke Polres Buleleng pada 4 November 2019. BAP dilakukan tidak lama setelahnya, namun hingga 4 Januari 2020, hanya menerima dua SPPHP. Pada pertengahan Januari 2020, tiga orang staf dari BPR di Denpasar datang melakukan evaluasi. Ketika saya desak, salah satunya menjelaskan bahwa sertifikat sudah dijaminkan sejak sertifikat global dan si developer sudah menunggak beberapa bulan.
Pertanyaan seputar: mengapa bisa dilakukan pemecahan saat SHM masih berstatus jaminan lalu masuk kembali dan dipasangkan hak tanggungan, apakah tidak melihat tanah kavling yang bernilai ekonomis, apakah penemuan di lapangan tidak dijadikan bahan pertimbangan, PJB saya sendiri lebih tua dari umur SHM yang pecah. Mereka tidak menjawab, tapi mengatakan kalau mereka tidak memegang SHM saya.
Mendengar ini saya dan seorang pembeli lunas lain segera melakukan pemblokiran. Kantor BPN Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara menyatakan bahwa pemblokiran hanya berlaku 30 hari dan tidak bisa diperpanjang tanpa surat dari Pengadilan. Saat dikonfrontir apakah surat-surat dari Polres tidak cukup menyatakan bahwa tanah berstatus konflik, namun dijawab dengan mengacu pada Permen ATR/BPN No.13/2017 tentang tata cara blokir dan sita. Bahkan tidak bisa mengontrol jika terjadi peralihan hak. Saya sungguh kecewa dengan struktur fungsional yang dalam hal ini berfungsi tidak tepat.
Menggali informasi dengan mengunjungi notaris yang melakukan pemasangan HT, MPD, IPPAT, BPR di Buleleng dan di Denpasar. Staff BPR di Denpasar bahkan mengatakan bahwa pinjaman developer sudah ditingkatkan dengan bangunan. Brutal sekali bukan? BPR tidak takut OJK? Ketika BPN mengatakan bahwa SHM peruntukan saya sudah dilakukan pengecekan, saya mendatangi notaris itu yang mengatakan bahwa akan dilakukan pengalihan hak untuk meminjam uang pada BPR di Buleleng dimana stafnya adalah salah satu dari yang datang parkir motor di depan rumah saya. Brutal!
Semua informasi ini saya teruskan secara tertulis ke Polres Buleleng sebagai bahan penyidikan lebih lanjut dengan tembusan kepada para notaris, kedua BPR, MPD, INI, MPN, MKN, IPPAT, Kejaksaan Negeri, Kantor Wilayah KemenKumHam RI Provinsi Bali serta Staf Ahli Gubernur Bali Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik. Menurut salah satu sumber, para developer yang bermasalah dikenal “sakti”. Hingga harus ditembuskan pula kepada Propam Provinsi Bali dan selanjutnya kepada Kapolda Bali. Hanya IPPAT Buleleng yang profesional dengan memberitahukan para PPAT untuk tidak melakukan transaksi atas nomor SHM peruntukan saya.
SPPHP terbaru yang diterima pertengahan Mei kemarin adalah ditetapkannya developer sebagai tersangka lewat laporan kepada Kejaksaan. Meskipun BPR di Denpasar belum di BAP padahal enam SHM sedang dibebankan hak tanggungan.
Saya mengusulkan untuk menggunakan KUHP Pasal 385 ayat 1 yang menurut saya lebih relevan disandingkan dengan pasal-pasal yang dipilih oleh Penyidik yaitu 372 dan 374, berbunyi sebagai berikut, “barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan crediet verband sesuatu hak atas tanah Indonesia, sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak atasnya adalah orang lain”.
Developer memperumit permasalahannya karena ternyata tanah perumahan belum dilunasi. Kebrutalan seorang penjahat yang tidak gentar dengan hukum. Lalu apa fungsi struktural massal di atas?