Jumat, Maret 29, 2024

Frustasi Nadiem dan Branding Manusia

Abel Tasman Jawaher
Abel Tasman Jawaher
Pemerhati branding politik

Tak seperti biasanya, sebulan lalu, Mendikbud Nadiem Makarim menyatakan kegundahannya ke beberapa media; “Saya frustasi luar biasa, negara dengan keindahan luar biasa seperti Indonesia, tidak dikenal di luar negeri.”

Pernyataan Nadiem kali ini adalah ekspresi dari gumpalan kegelisahannya melihat realitas sesungguhnya akan negaranya sendiri. Nadiem yang biasanya penuh optimisme dan percaya diri, sampai juga pada keprihatinan mendalam akan elegi bangsanya sendiri.

Bukan hanya Nadiem yang gelisah. Mayoritas kita pastilah gelisah juga. Negeri indah zamrut khatulistiwa yang terdiri dari ribuan pulau ini, dari berbagai capaian memang masih masih tertatih tatih untuk maju dan setara dengan banyak bangsa hingga periode sejarah terkini.

Dengan alam Indonesia yang cantik memesona. Kekayaan dari perut buminya beranekragam, hasil kesuburan tanahnya melimpah ruah dan bernilai ekonomi tinggi. Begitu pula kekayaan laut yang juga tak terkira nilainya jika tetap dijaga, dirawat dan dipelihara. Namun dengan segala anugerah keindahan dan kekayaan itu tak membuat kita  menjadi digdaya dan mampu menegakkan kepala di hadapan dunia.

Kita masih terkurung dalam banalitas budaya. Gerak sejarah kita begitu lamban untuk berpacu dalam arus dunia yang mengalami kecepatan dan percepatan tak terbayang sebelumnya. Kecepatan dan percepatan bukan lagi sekadar durasi, namun telah terkonstruksi menjadi nyawa peradaban itu sendiri.

Ada kompleksitas masalah dengan beragam perspektif yang menjadikan negeri ini tetap terperangkap stagnasi. Masalah paling mendasar, kita abai dengan gambaran tentang diri kita sendiri. Kita belum bisa mendefinisikan kita itu manusia, masyarakat dan bangsa yang seperti apa?

Kita belum bisa merumuskan secara utuh diri kita sendiri dan bagaimana pula bangsa lain memberi sebutan terhadap kita. Kita belum punya branding diri. Branding dalam hal ini bukanlah sekadar sebutan, merk, motto atau tagline.

Lebih dari itu, branding adalah definisi, identifikasi, diferensiasi, identitas, esensi, impresi dengan segala keunikan dan seluruh kekhasan karakter. Branding terkait juga dengan sistem nilai, keyakinan dan integritas yang menyatu dengan diri. Branding adalah cara pandang dan pemahaman kita dan bangsa lain terhadap kita.

Sekadar komparasi, sebagian dari kita atau bangsa lain bisa dengan familiar menyebut dan memberikan kesan pada suatu bangsa atau manusianya. Jepang misalnya, mereka bangsa yang disiplin, rapi, bersih, etos kerja tinggi, dan berhasrat besar untuk selalu meraih prestasi. Mereka memiliki harga diri tinggi dengan spirit bushidonya.

Begitu pula dengan bangsa Amerika (Serikat). Mereka punya Americans Dream yang menjadikan mereka punya semangat hidup tinggi untuk meraih capaian sehebat-hebatnya. Mereka menjalani hidup persis seperti digambarkan Max Weber dalam bukunya The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Banyak contoh bangsa lain yang kesan tentangnya lekat di otak kita.

Branding Indonesia

Kita juga perlu membranding diri kita. Seperti apa manusia Indonesia itu dalam imajinasi kita sebelum bangsa lain membranding kita. Sebagaimana disepakati para pendiri bangsa, Pancasila adalah falsafah hidup, puncak dari sistem nilai apa pun dalam  berbangsa dan bernegara.

Pancasila adalah civil religion, meminjam istilah Robert N Bellah (1927-2013), Guru Besar Sosiologi Universitas California. Pancasila menjadi acuan tertinggi dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam kehidupan berbangsa. Pancasila bukanlah ideologi kosong dan sistem nilai hampa. Pancasila adalah kata kunci untuk menggerakkan dan menatakelola jalannya sejarah dan masa depan kita.

Untuk itu, kita perlu mengkaji dan merumuskan manusia Indonesia itu prototipe idealnya. Dari Pancasila dapat disusun, manusia Indonesia adalah manusia yang relijius, berorientasi hidup eskhatologis yang menjalani hidup sebagai warga bangsa dengan sebaik baiknya. Seterusnya berarti punya akhlak, adab, etik, estetik, berpikir terbuka, demokratis dan berorientasi pada terwujudnya keadilan sosial. Dalam tata interaksi kehidupan global, manusia Indonesia adalah bangsa yang peduli pada kemanusiaan dalam sebuah harmoni hidup hakiki.

Kita tentu tak menginginkan lagi gambaran manusia Indonesia itu seperti disimpulkan Mochtar Lubis dalam pidato kebudayaannya tahun 1977; hipokrit, enggan bertanggung jawab, feodal, percaya takhyul, artistik, dan berkarakter lemah. Pernyataan Mochtar bisa jadi benar untuk sebagian kita atau malah lebih jauh dari itu. Kita harus merubahnya sedari kini bahwa manusia Indonesia dalam imajinasi kita itu positif, sportif, konstruktif, kuat etik, estetik, dan di saat yang sama bertanggungjawab, jujur, bersahaja dan memuliakan semua manusia dari beragam aspek primordial, aneka pola dan polah hidupnya.

Sudah saatnya, branding manusia Indonesia dikaji serius dan dirumuskan.  Harus ada gerakan besar ke arah itu. Revolusi mental yang dulu digaungkan Presiden Jokowi bisa diarahkan lebih substansial ke konteks ini. Kemendikbud terutama dan didukung Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) harus menyiapkan roadmap dan cetak biru tentang karakteristik manusia Indonesia ke depannya dan mengongkretkannya.

Dari keluhuran sistem nilai puncak yang dikandung Pancasila dan diperkaya berbagai norma dan kearifan yang kita punya, akan tersusun model manusia Indonesia. Seterusnya ciptakan habit, arena atau ekosistem, dukungan kapital dan sumber daya. Hasilnya disosialisakan, dikembangkan dalam berbagai bentuk dan turunannya oleh semua institusi serta semua anak bangsa. Jika ini dikerjakan terus menerus akan tampak nyata branding manusia Indonesia itu seperti apa.

Selanjutnya branding manusia Indonesia itu terimplementasi dalam kehidupan sehari hari individu manusia Indonesia, warga sebuah bangsa. Dengan branding yang kuat, manusia Indonesia bangga dan penuh percaya akan dirinya. Branding yang kuat dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan dalam penyelenggaraan bernegara akan berdampak pada citra kita di mata dunia. Manusia Indonesia di mata bangsa lain terkonstruksi berkarakter kuat, menarik, memesona, kreatif dan beradab. Mereka menjadi yakin, akan aman dan nyaman berkunjung ke bumi Nusantara.

Dengan branding manusia Indonesia yang kuat, aktual dan faktual yang didukung pula dengan tagline cantik dan representatif, akan memudahkan kita untuk memosisikan dan mempromosikan diri dan produk kebudayaan kita. Digerakkan dengan ilmu pengetahuan, sains, seni, sinematografi, disain komunikasi  dan beragam keahlian kreatif lain, segalanya akan lebih mudah untuk menjadi nyata.

Untuk mewujudkannya, Nadiem adalah komandannya. Nadiem memimpin sebuah institusi negara yang memang bertanggungjawab untuk merekayasa manusia Indonesia, generasi masa depan yang terlibat aktif sebagai subyek peradaban.

Dengan demikian, Nadiem dan warga bangsa ini harus bisa keluar dari rasa gelisah, kita mesti masuk dalam horizon harapan masa depan. Bersama seluruh elemen bangsa, kita hasilkan narasi tekstual, narasi digital dalam sebuah bingkai narasi besar; inilah manusia Indonesia yang utuh dengan segala kekuatannya.

Abel Tasman Jawaher
Abel Tasman Jawaher
Pemerhati branding politik
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.