Pertama-tama kita harus memahami bahwa sebuah peradaban tidak akan pernah ada tanpa adanya pendidikan. Sebab peradaban akan musnah tanpa adanya perputaran pikiran, tentu kita dapat mengerti yang akan terjadi jika tidak ada pendidikan bahwa dalam kehidupan, faktor utama yang akan dilakukan oleh tiap-tiap orang hanya dua hal, makan dan kawin. Peradaban adalah perputaran pikiran yang terus-terusan berkembang melalui estetika dan gejolak sosial.
Yang artinya dalam keadaan zaman apapun, dalam sistem dan bentuk apa pun, pendidikan adalah point paling intim ketika membicarakan soal peradaban. Indonesia di era milenial seperti sekarang ini, yang terjadi adalah pendidikan kehilangan energi untuk menduduki posisi ke intiman sebuah peradaban tersebut. Kita tidak perlu munafik untuk melihat keadan politik di era sekarang, politik murni hanya ditunggangi oleh kepentingan kelompok elite yang selalu mengesampingkan nilai-nilai keadilan masyarakat. Kebijakan ibarat desir angin yang menerpa kulit pada waktu kemarau dengan udara metropolistik. Di mana pemuda dalam keadaan seperti itu?
Pemuda overdosis karena dua hal, pertama perkembangan teknologi yang berarah kepada kenikmatan hedonis sehingga salah dimanfaatkan, ini tentu point yang mendukung kebablasan defisit pikiran revolusioner, kedua ialah kultur teolog yang agaknya anti-intelektualis belakangan ini.
Kenikmatan teknologi memabukkan dunia pikiran pemuda sebab suplai teknologi ini belum mampu diterima secara positif oleh pemuda bangsa ini, itu sebabnya kemajuan dari teknologi didominasi oleh nilai-nilai kapitalistik. Sebagai contoh, ada sekelompok pemuda dikampus yang sehabis mata kuliah berkumpul di aula terbuka hanya untuk bermain game secara berjamaah, kampus hanya menjadi tempat pertukaran taktik perang dalam game agar mampu menaklukan lawan. Disisi lain, diluar kampus tentunya, beberapa pemuda bekerja untuk menafkahi keluarganya yang tidak memiliki kecukupan ekonomi.
Hal ini bukan hanya tentang ketimpangan ekonomi sosial antara si miskin dan si kaya. Tapi nasib peradaban satu dekade kedepan. Kedua belah pihak, dalam artian si miskin dan si kaya berada pada posisi tidak dapat berfikir sehat. Si kaya mabuk karena kenikmatan teknologi, dan si miskin sibuk menghabiskan waktu dengan jam kerja karena memiliki tanggung jawab yang besar. Sehingga dunia akal-pikiran dalam kondisi sosial pemuda di negara ini benar-benar meranjak punah.
Sangat terlambat untuk membendung suplai teknologi yang sangat cepat dalam keadaan sosial yang belum mampu memanfaatkannya secara positif. Maka yang harus ditekan adalah kesadaran dari pemuda terkhusus yang duduk-duduk diperguruan tinggi. Nasib bangsa berada pada mahasiswa, ketertinggalan ini sangat patut dicemaskan sebab kita tidak ingin bangsa ini kembali dijajah.
Penjajahan terjadi sebab yang terjajah tertinggal oleh evolusi peradaban internasional. Dan pemerintah sendiri tentu mesti benar-benar membuka mata sebab sebuah penjajahan tidak hanya dirasakan oleh masyarakat kelas bawah atau masyarakat umum, tapi elite politik juga akan merasakan ketertindasan, pasti.
Langkah-langkah yang harus diambil oleh mahasiswa yang masih sehat dalam mengejar ketertinggalan dari budaya milenial yang memabukkan ini adalah beranjak dari sikap apatis, dan selalu tingkatkan obrolan sehat yang mendorong ketertarikan mahasiswa mabuk untuk berpikir berani dan luas.
Pendekatan dari aktivis-aktivis mahasiswa pertama-tama, kita harus membunuh arogansi dari bendera atau juga label organisasi, jangan biarkan budaya mabuk karena teknologi ini menyebar terus-terusan. Meleburlah dengan mahasiswa yang sedang mabuk tersebut, dan bukalah obrolan menarik secara perlahan, tarik pikiran kawan-kawan yang mabuk untuk sadar kembali menginjak bumi dan melihat realitas. Jika langkah ini dilakukan maka akan meningkatnya peserta seminar yang diadakan diuniversitas-universitas.
Lalu kultur teolog yang agaknya anti-intelektualis, kenapa dengan berbicara cerdas dan sedikit aneh, tokoh-tokoh agama akan meresponnya dengan stigma negatif. Bung, ketahuilah bahwa nabi Muhammad itu adalah sosok yang cerdas dan revolusioner, itu sebabnya penguasa di Mekkah pada waktu itu ketakutan dengan kemunculan islam yang dibawa oleh nabi Muhammad, karena visi-misi yang dibawa nabi Muhammad penuh dengan nilai kemanusiaan, kebebasan, dan kesetaraan.
Sedangkan penguasa di Mekkah pada waktu itu memperbudak manusia lain layaknya hewan, memperlakukan wanita seperti barang, dan konglomerat penindas pada waktu itu benar-benar kejam terhadap orang miskin yang lemah dan tidak punya apa-apa.
Dalam syariat Islam, ada dua ibadah, pertama ibadah Mahdhah ibadah ini adalah ibadah kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang berarti sifatnya sunyi, sebab Tuhan yang hanya tahu mengenai nilai ibadah ini, tidak manusia, karena ibadah Mahdhah artinya urusan tiap manusia dengan Tuhannya.
Kedua ibadah Ghairu Mahdhah, artinya ibadah manusia kepada makhluk, nah dalam ruang ibadah ini barulah kita yang manusia ini bisa membuat analisa tentang ‘seberapa keras seorang manusia beribadah’, atau bahkan kita mampu membuat analisa terkait ‘seberapa islam si A si B’ melalui ibadah Ghairu Mahdhah.
Walau pada akhirnya semuanya dikembalikan kepada Tuhan, namun bukannya tolak ukur orang Islam itu adalah rahmat seluruh alam semesta? Bukankah alam dan semesta adalah duniawi? Yang sifatnya materialis-realis, tidak hanya diukur dari seberapa manusia anda memanusiakan manusia lain, tapi seberapa keras anda membuat keadaan dunia menjadi lebih baik dengan ide dan gagasan yang sesuai dengan keadaan, seberapa mampu kita menangani masalah kemanusiaan yang terjadi ditempat kita tinggal, di negara kita, di muka bumi, barulah menuju alam semesta. Lalu, bukankah kita harus menjadi intelektual?
Kita juga harus tau bahwasannya Yesus adalah sosok yang hadir dengan nilai perdamaian yang cukup kental, dalam pasal 3 Nefi 11:29–30, kita dapat melihat bahwasannya ajaran Krstiani berdamai dengan akal pikiran yang maju. Sebab perdamaian adalah konsep tertinggi dari toleransi, estetika, dan kecerdasan.
Jadi, untuk kawan-kawan pemuda terkhusus mahasiswa marilah kita bangkit dari keadaan yang tampak sekilas membiarkan kita agar terbelakang dan terus-terusan berada pada ketidaktahuan, juga untuk pemerintah marilah bekerjasama dengan masyarakat dan pemuda dari Sabang sampai Marauke, untuk menjalankan nilai Konstitusi, “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.” Jangan sampai dengan matinya kecerdasan di kepala pemuda, bangsa ini kembali terjajah. Sebab jika jantung tidak berfungsi dengan selayaknya, maka potensi kematian sangat tinggi.