Sabtu, April 27, 2024

Film Kim Ji Young, Born 1982 dan Kultur Patriarki

Emi Widayah
Emi Widayah
Mahasiswi Fakultas Ekonomi, Pemimpin Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa Menteng

Kim Ji Young, Born 1982, film asal Korea Selatan besutan sutradara Kim Do Young yang dirilis pada tanggal 20 November 2019 itu sempat menuai pro dan kontra terutama pada tempat asalnya, Korea Selatan.

Bahkan sempat ada seruan memboikot film tersebut karena tema yang menyinggung tentang feminisme yang diusung dalam film Kim Ji Young, Born 1982 masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu oleh masyarakat Korea Selatan.

Kim Ji Young, Born 1982 sendiri bercerita tentang kisah seorang perempuan bernama Kim Ji Young yang hidup dalam kultur patriarki sejak ia kecil, disubordinasi oleh Ayahnya sendiri hanya karena dia terlahir sebagai seorang perempuan.

Ia mendapatkan pelecehan pada masa remajanya, dan hidup dalam tekanan ketika telah berumah tangga karena mertuanya adalah penganut nilai tradisional patriarki yang mempercayai bahwa peran perempuan dalam kehidupan berumah tangga adalah mengabdi, melayani, dan memasrahkan segenap jiwa raganya untuk keluarga dan suaminya. Dengan nilai seperti itu, tidak akan ada cukup kebebasan bagi perempuan dalam menentukan pilihannya karena mitos pengabdian yang disupremasi.

Kisah Kim Ji Young sebenarnya adalah representasi sempurna dari kisah-kisah perempuan di Indonesia, dimana perempuan Indonesia masih sering terjerat dalam situasi yang membuat dirinya kehilangan haknya sebagai manusia seutuhnya ketika telah berumah tangga.

Kultur masyarakat Indonesia yang masih mempercayai keharusan pengabdian seorang istri kepada suami dan keluarga, juga dengan adanya dogma bahwa perempuan yang baik ketika telah berumah tangga adalah perempuan yang mau mendedikasikan seluruh waktunya untuk mengurus keperluan rumah tangga.

Atau dengan kata lain, perempuan yang baik adalah perempuan yang mau melepas kariernya dan berfokus pada urusan rumah tangga, membuat perempuan akhirnya terkunci dalam jeruji isolasi dogma yang kebenarannya masih bisa dibantahkan (apabila memiliki kesadaran yang cukup untuk melakukannya).

Dogma semacam itu membuat perempuan secara langsung dan tidak langsung kehilangan kedaulatannya, hak-hak perempuan sebagai manusia merdeka seolah dilucuti oleh keharusan peran yang dibentuk oleh konstruksi sosial yang patriarkal, dan ironisnya lagi, kehilangan kedaulatan ini justru dilegitimasi oleh doktrinasi yang memaksa perempuan tunduk pada keharusan dan bayang-bayang pengabdian, tunduk pada status-quo yang sudah langgeng sejak ribuan tahun kebelakang.

Dalam film Kim Ji Young Born 1982, Kim Ji Young sebagai tokoh utama merasakan berbagai dilema dan konflik batin mengenai perannya sebagai ibu rumah tangga, dimana di satu sisi dia masih ingin melanjutkan pekerjaan dan kariernya, namun di sisi lain dia terjebak dalam kerangka dogma tentang prioritas utama seorang perempuan setelah menikah adalah mengurus suami, anak, dan rumah tangga.

Dilema seperti yang dialami oleh Kim Ji Young, tentu juga banyak dirasakan oleh perempuan-perempuan di Indonesia. Banyak perempuan-perempuan yang pada akhirnya memilih untuk melepas kariernya ketika tengah berada di puncak kegemilangan demi mengabdikan diri sebagai ibu rumah tangga sekalipun nalurinya seringkali memberontak.

Naluri pemberontakan itu timbul bukan tanpa sebab karena sejatinya, manusia selalu memiliki tendensi untuk terus mengaktualisasikan dirinya, hal itu sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Abraham Maslow dimana aktualisasi diri menempati urutan pertama dalam konsepsi hierarki kebutuhan dasar manusia.

Keinginan perempuan untuk terus mengaktualisasikan dirinya lewat jalan karir dan pekerjaan pada akhirnya seringkali dikompromikan dan dikesampingkan karena keinginan tersebut merupakan antitesa dari nilai-nilai bentukan sistem Patriarki, dan nilai-nilai bentukan Patriarki itu masih menjadi nilai yang diwajarkan bahkan dikultuskan hingga era modern seperti dewasa ini.

Mengatasi Patriarki

Kultur Patriarki yang terkadang masih mendominasi  kehidupan rumah tangga beberapa masyarakat Indonesia atau bahkan dunia, sebenarnya bisa diatasi apabila masing-masing individu yang terikat dalam legalitas pernikahan memiliki kesadaran tentang pentingnya penghargaan atas hak masing-masing individu sebagai manusia yang merdeka.

Kesadaran tentang pentingnya penghargaan atas hak-hak individu dan kemampuan untuk melepaskan paradigma dari status dan peran yang harus diemban atas dasar gender, dapat memunculkan kehidupan rumah tangga yang lebih demokratis dan jauh dari praktik diskriminatif.

Kesadaran-kesadaran itu dapat diwujudkan dengan adanya pembagian tugas yang setara dalam rumah tangga, misalnya tugas mengurus anak dan urusan rumah tidak hanya dibebankan kepada perempuan, kemudian kesadaran lain bahwa pilihan terbaik bukanlah pilihan yang dibentuk oleh konstruksi sosial yang patriarkal melainkan pilihan yang lahir atas dasar kesadaran dan keinginan yang jauh dari intervensi yang dapat memarjinalkan kedaulatan, juga dapat menjadi alternatif lain dalam upaya penghargaan atas hak masing-masing individu.

Dari film Kim Ji Young Born 1982, selain dapat melihat representasi dari kultur patriarki yang sarat pemarjinalan, juga dapat dipetik pelajaran bahwasanya patriarki yang sudah langgeng sedari dulu bukanlah nilai yang baik untuk diaplikasikan, bukanlah nilai yang pantas untuk dilanggengkan karena subordinasi, penindasan dan segala kejahatan atas dasar gender seharusnya menjadi musuh bersama seluruh umat manusia yang menjujung tinggi prinsip-prinsip pembebasan, kesetaraan dan kemerdekaan.

Emi Widayah
Emi Widayah
Mahasiswi Fakultas Ekonomi, Pemimpin Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa Menteng
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.