Sabtu, Februari 1, 2025

Festival Bakar Tongkang, Sejarah Awal Bagansiapiapi

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Mahasiswa Universitas Riau Aktivis dan Penggiat Sosial.. Saya Anggota Perintis dari Komunitas literasi dan sastra, dan juga aktif dalam menulis opini dan artikel di beberapa media
- Advertisement -

Menarik ketika ada sebuah event tahunan terkenal yang berada di Kabupaten Rokan Hilir tepatnya di sebuah kota bernama Bagansiapiapi.

Tradisi masyarakat Tionghoa yang telah turun temurun ini dinamakan Festival Bakar Tongkang. Tongkang merupakan sejenis kapal yang berbentuk lambung datar, biasanya bagi sebagian masyarakat Melayu digunakan untuk berlayar.

Tak hanya itu, tongkang juga digunakan untuk mengangkut barang dan orang, jalur Selat Malaka menjadi favorit perdagangan zaman dahulu.

Hal ini yang menjadi tonggak sejarah Bakar Tongkang, masyarakat Tionghoa yang umumnya pergi dari tanah kelahiran mereka dan mendaratkan kakinya di Bumi Lancang Kuning.

Pada tahun 1826, dikisahkan jika leluhur Bagansiapiapi merupakan suku Tang- lang generasi Hokkien yang berasal dari daerah Tong’ an ( Tang Ua) di Xiamen, Provinsi Fujian, di Tiongkok Selatan yang meninggalkan tanah airnya dengan kapal yang mempunyai pangkalan datar  yang digunakan sebagai alat pengangkat pasir serta mineral yang ditambang skemudian ‘tongkang’.

Alkisah mereka berangkat dengan membawa 3 armada tongkang. Namun, hanya satu kapal yang berhasil sampai di tepi laut Sumatra. mereka itu adalah kelompok yang dinahkodai oleh Ang Mie Kui lah yang sukses menepi karena mengikuti hewan kunang- kunang yang berkedip- kedip  ditengah malam.

Penduduk setempat mengenal kunang-kunang itu dengan nama api-api. Sesampainya di tanah tidak berpenghuni yang terdiri dari rawa- rawa, hutan, serta padang rumput, mereka memutuskan buat menetap dan memberinya nama Bagansiapiapi ataupun“ Tanah Kunang- kunang”.

Proses Ritual Bakar Tongkang dilakukan di Klenteng Ing Hok Kiong yang merupakan kelenteng tertua di Kota Bagansiapiapi. Dari kelenteng tersebut, masyarakat yang hadir bersama-sama membakar replika tongkang yang telah dibuat.

Replika Kapal Tongkang diarak dan digotong secara bergantian. Perlengkapan ornamen Tionghoa memenuhi kota itu. suasana pun sangat ramai dan meriah.

Setelah sampai areal pembakaran, tongkang kemudian dibakar bersamaan dengan kertas doa. Prosesi ini selesai sampai kapal terbakar dan tiang terakhir dari replika jatuh. Momen tiang jatuh ini lah yang paling dinantikan.

- Advertisement -

Pasalnya, arah jatuhnya tiang dipercaya menjadi petunjuk rezeki masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi. Jika arah jatuh tiang ke darat, maka rezekinya dipercaya banyak berada di darat. Sebaliknya, jika arah jatuh tiang ke laut, maka rezeki masyarakat juga ada di laut.

Sebagai informasi, Festival Bakar Tongkang merupakan acara untuk memperingati kedatangan nenek moyang masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi ke kota ini. Dulunya, masyarakat Tionghoa datang ke Bagansiapiapi dengan menggunakan perahu yang disebut sebagai tongkang.

Perlu diketahui replika kapal yang dibakar dalam festival tersebut bahkan mencapai ukuran panjang 8, 5 meter, lebar 1, 7 meter serta berat 400Kg. Kapal ini akan di tempatkan sepanjang satu malam di Kuil Eng Hok King, didoakan serta setelah itu dibawa dalam prosesi lewat kota di mana kapal tersebut hendak dibakar.

Prosesi bakar Tongkang juga mengaitkan atraksi Tan Ki. Atraksi ini menampilkan beberapa orang untuk menunjukkan akr keahlian raga mereka secara akrobatik yang luar biasa, menusuk diri mereka dengan pisau ataupun tombak tajam tapi tidak meninggalkan bekas luka, agak mirip dengan tradisi Tatung di Singkawang di Kalimantan Barat.

Pada tahap ini, ribuan potongan kertas doa kuning hendak ditemplekan  pada kapal disertai doa- doa dari orang- orang kepada leluhur mereka, sebelum kapal itu akhirnya terbakar.

Festival Bakar Tongkang  menjadi daya tarik minat wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia dan mancanegara. Tradisi ini menunjukkan kekayaan budaya dan tradisi daerah Riau yang harus dijaga dan dilestarikan.

Selain itu, kegiatan ini juga memberikan manfaat ekonomi dan sosial kepada masyarakat setempat, seperti penghasilan dari penjualan makanan dan suvenir serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan kearifan lokal dan menjaga lingkungan sekitar.

Acara ini dianggap oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Pada tahun 2023, festival Bakar Tongkang kembali diadakan setelah tiga tahun terhenti karena pandemi virus Corona. Acara ini dihadiri oleh banyak orang, baik dari dalam maupun luar negeri, dan memamerkan salah satu warisan sosial yang unik dari Bagan Siapi-api.

Perayaan Bakar Tongkang di Bagan Siapi-api, Riau, menghidupkan kembali sejarah dan budaya dalam sebuah festival yang mengundang limpahan ikan dan keamanan bagi para pemancing. Terlepas dari kesulitan modernisasi, upaya perlindungan telah membuat perayaan ini menjadi tujuan wisata yang diakui UNESCO.

Pada tahun 2023, setelah tiga tahun tidak muncul karena pandemi, perayaan ini memuji kedatangan warisan sosial yang luar biasa. Sebuah ilustrasi tentang bagaimana adat istiadat dapat tetap signifikan

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Mahasiswa Universitas Riau Aktivis dan Penggiat Sosial.. Saya Anggota Perintis dari Komunitas literasi dan sastra, dan juga aktif dalam menulis opini dan artikel di beberapa media
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.