MUI Kota Bandung mengeluarkan fatwa bahwa pengungsi penggusuran sewenang-wenang Tamansari dilarang untuk menempati masjid. Fatwa itu dikeluarkan sejalan dengan dimanfaatkannya masjid oleh pengungsi yang kehilangan rumah untuk berteduh dari guyuran hujan dan sengatan teriknya sinar matahari. Mereka dipaksa ‘homeless’ oleh pemerintah Kota Bandung, diusir dari rumahnya sendiri. Atas nama pembangunan, atas nama tata kota, dan atas nama modal, kemanusiaan tidak dianggap lagi.
Program rumah deret sejatinya bermasalah sejak awal, karena memaksa penghuni Kampung Tamansari untuk meninggalkan rumah mereka. Mengapa meninggalkan? Karena rumah mereka yang lampau akan dihancurkan dan diganti dengan rumah deret, yang merupakan main project dari program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh).
Mereka boleh kembali ke rumah, asal bersedia menjadi penghuni rumah deret yang berbayar. Padahal sebelumnya mereka tanpa bayar (skema sewa per bulan), tetapi dengan adanya rumah deret mereka dipaksa mengikuti skema tersebut.
Sehari-hari sudah susah, makan pun susah ditambah harga LPG naik, tanggungan sekolah yang kian mahal, belum lagi tanggungan kesehatan, apalagi kini BPJS naik. Beban hidup mereka semakin memuncak, kala disuruh pindah dan mengikuti skema rumah deret yang berbayar. Walau digratiskan tiga bulan, selanjutnya bayar sewa. Belum membayar tarif dasar listrik dan PDAM, betapa ketimpangan sosial struktural sangat dideterminasi oleh pembuat kebijakan.
Klaim pemerintah Kota Bandung atas tanah Kampung Tamansari yang terletak di RW 11 berdasarkan akta jual beli di era kolonial, dan itu secara hukum gugur dengan terbitnya UUPA No. 5 Tahun 1960.
Lalu, persoalan Tamansari juga meninggalkan segepok masalah. Tanah yang diklaim Pemkot Bandung ternyata tidak jelas statusnya, dan baru saja diajukan sebagai aset Pemkot Bandung. Seharusnya sebelum diakui sebagi aset harusnya persoalan administrasi harus jelas. Selain itu, perlu diketahui jija kontraktor PT. Sartonia Agung juga bermasalah, karena sedang menghadapi sanksi atas kontrak yang bermasalah.
Sepintas dasar-dasar di atas merupakan bukti kedzaliman Pemkot Bandung yang tak manusiawi. Mereka menggusur warga secara semena-mena, melakukan aneka kekerasan dan pemaksaan. Menggusur pada status tanah yang tidak jelas atau masih dalam sengketa, merupakan perbuatan melanggar hukum dan hak orang lain.
Islam secara tegas menolak hal itu, ada prinsip hifdz al maal dalam prinsip Al-Kulliyat Al-Khams, artinya warga punya hak untuk mempertahankan harta bendanya. Apalagi status belum sah secara hukum, berarti ada pelanggaran ketentuan tersebut.
Kala mereka terampas harta bendanya, khususnya rumah. Mereka tidak mempunyai rumah berteduh untuk melindungi dirinya, dalam prinsip dasar hifdz al nafs. Hal ini erat kaitannya dengan hifdz al aql soal perlindungan akal, relasional dengan hifdz al din yang berkaitan dengan agama yakni ibadah, bagian dari menjalankan syariah.
Rumah Allah, yakni masjid menjadi rumah setiap umatnya untuk mencari perlindungan dan beribadah. Warga Tamansari RW 11 pada dasarnya membutuhkan perlindungan, selepas didzalimi hak-haknya. Wajib hukumnya bagi saudara sesama muslim membantu saudaranya yang terkena musibah, tidak hanya muslim tapi seluruh umat manusia.
MUI Kota Bandung dengan mengeluarkan fatwa terkait tidak boleh masjid menampung warga Tamansari, merupakan tindakan yang tidak mencerminkan ajara Islam dan Nabi Muhammad. Bahwa kala ada yang kesusahan harus dibantu, bukan malah diusir. Apalagi mereka korban ketidakadilan, apakah MUI tidak mampu melihat itu? Apakah MUI tidak membaca prinsip dasar soal pentingnya melindungi hak umat dalam konsep Al-Kulliyat Al-Khams?
Pada prinsipnya Islam tidak seperti yang ditampilkan oleh MUI Kota Bandung. Karena Islam sesungguhnya sangat berpihak pada warga Tamansari, melihat dari catatan sejarah serta bukti lapangan mengenai kecacatan proyek rumah deret.
Tamansari adalah wajah ketidakadilan dan kedzaliman yang nyata, sudah diusir dari rumah sendiri oleh Pemkot, diusir juga dari rumah Allah oleh MUI. Apakah kemanusiaan masih ada? Apakah HAM itu nyata wujudnya? Itulah refleksi untuk kita semua atas perilaku tidak terpuji dari MUI Kota Bandung dan Pemkot Bandung.