Rabu, April 24, 2024

Fanatisme Politik dan Kebiadaban terhadap Pers

Ilham Akbar
Ilham Akbar
Mahasiswa yang sangat mencintai Batagor dan hobi membaca buku. Director Film Today is Ended. Link Film: https://youtu.be/bKDMqolO4fI

Tidak berbeda dengan masa lampau, pada saat ini juga masyarakat melihat atau bahkan mengalami di mana pers sudah benar-benar dialihfungsikan sebagai media yang selalu menjadi subjek untuk diperkosa ramai-ramai bagi kepentingan politik yang paripurna. Memang sangat begitu sulit untuk memberikan gambaran betapa nahasnya nasib pers tersebut.

Dalam setiap tahunnya, tidak sedikit juga beberapa institusi media yang terus mengalami intervensi dari kepentingan politik, misalnya setiap diadakan pilkada ataupun pilpres, kita bisa melihat mana media yang menjadi pendukung calon A, dan media yang menjadi pendukung calon B atau seterusnya. Ketika kita kembali ke masa lampau, perjuangan pers untuk menjadi independen memang benar-benar harus diberikan predikat sempurna.

Misalnya di orde baru, fenomena jurnalisme cenderung mengarah kepada pencitraan pemerintah. Ketika ada beberapa media yang ingin mengritik Soeharto, atau bahkan sudah mengritiknya, media tersebut selalu di tegur dan diberikan agitasi agar selalu membela Soeharto, sehingga pada akhirnya pers pun memberontak, dan menjadi pers yang independen pada masa reformasi.

Tidak selesai sampai di situ saja, pada saat era reformasi di mulai, pers memang sudah menemukan jati dirinya sendiri untuk menyebarkan informasi kepada khalayak umum. Kebebasan yang sangat liberal pun diberikan kepada pers, dan bahkan karena kebebasan yang diberikan terlalu berlebihan, beberapa media terkadang justru tidak meperhatikan etika jurnalistik yang baik.

Misalnya pada saat itu beberapa media cenderung menerapkan jurnalisme lher, yang di mana jurnalisme tersebut selalu menampilkan bagian-bagian sensitif dari wanita, dan selalu mengarahkan masyarakat untuk mempunyai gairah seks yang luar biasa. Jadi pada intinya fenomena kebebasan pers dari masa lampau sampai saat ini selalu terdistorsi dengan berbagai macam kepentingan, sehingga masyarakat pun sangat sulit untuk menemukan media yang benar-benar netral dalam menyebarkan informasi.

Tetapi sangat tidak adil jika menyalahkan medianya saja, karena dibalik informasi yang disebarkan oleh media, ada fanatisme politik yang menjadi dalang dari berbagai permasalahan independensi media.

Pers Sebagai Korban Fanatisme Politik

Fanatisme politik adalah suatu pandangan ataupun keyakinan yang dijiwai oleh sekelompok orang secara berlebihan. Jika seseorang mengakui bahwa partai politiknya merupakan partai yang paling benar, dan menganggap partai yang lain adalah partai yang selalu salah, maka orang tersebut sangat fanatik.

Memang tidak ada masalah jika mempunyai dedikasi terhadap partainya, tetapi yang sangat disayangkan bila fanatisme tersebut justru merambah kepada beberapa institusi media. Karena dengan adanya bantuan dari media untuk menyebarkan informasi, pada akhirnya fanatisme politik juga menjadi propaganda bagi masyarakat dengan selalu mengatasnamakan fanatisme sebagai upaya untuk mencerdaskan bangsa.

Pada saat ini pers memang sudah menjadi korban fanatisme politik yang sangat sulit untuk dibendung. Tidak hanya dalam motif mencerdaskan bangsa saja, tetapi motif untu menghacurkan elektabilitas partai lain juga seringkali dilakukan oleh beberapa institusi media.

Tetapi seiring berjalannya waktu, justru pada saat ini fanatisme politik juga seringkali tidak terima dengan pemberitaan yang beredar di media massa, fanatisme politik pada saat ini cenderung buta dan tuli, sehingga terkadang sangat sulit untuk menerima fakta yang diberitakan oleh media.

Misalnya saja kemarin, pada tanggal 30 Mei 2018 pemberontakan beberapa kader PDIP kepada media Radar Bogor merupakan bukti bahwa pers pada saat ini sudah menjadi korban kebiadaban fanatisme politik yang tidak jelas arahnya. Padahal PDIP saat ini merupakan partai yang selalu lihai dalam berkonsolidasi dengan beberapa partai lainnya, tetapi sangat disayangkan pada akhirnya tindakan tersebut justru bisa merusak reputasi PDIP sebagai partai yang sangat menyukai pluralisme.

Sangat disayangkan memang, ketika hari lahir pancasila menjadi tranding topic di media sosial twitter, justru pada saat yang sama, ada pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu kader partai politik yang merusak nila-nilai pancasila. Hal itu dikarenakan fanatisme politik yang terlalu berlebihan sehingga mengakibatkan tindakan yang sangat biadab terhadap pers.

Oleh karenanya, jika kita ingin menjadi masyarakat yang mencintai dan menjiwai nilai-nilai pancasila, kita harus menghilangkan fanatisme yang tidak jelas, dengan mengutamakan kepentingan bersama, dan tidak bertendensi terhadap kepentingan politik yang merusak intelektual bangsa.

Ilham Akbar
Ilham Akbar
Mahasiswa yang sangat mencintai Batagor dan hobi membaca buku. Director Film Today is Ended. Link Film: https://youtu.be/bKDMqolO4fI
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.