Rabu, April 30, 2025

Faktor Pemerintah dalam Pengembangan Ekosistem Seaplane & Water Aerodrome di Indonesia

Dr. Afen Sena, M.Si. IAP, FRAeS
Dr. Afen Sena, M.Si. IAP, FRAeS
Profesional dan akademis dengan sejarah kerja, pendidikan dan pelatihan di bidang penerbangan dan bisnis kedirgantaraan. Alumni PLP/ STPI/ PPI Curug, Doktor Manajemen Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, International Airport Professional (IAP) dari ICAO-ACI AMPAP dan Fellow Royal Aeronautical Society (FRAeS).
- Advertisement -

Pengembangan ekosistem seaplane dan water aerodrome di Indonesia tidak bisa berjalan tanpa dukungan dan keterlibatan pemerintah serta regulator terkait. Berikut adalah faktor-faktor utama yang melatarbelakangi pentingnya peran pemerintah dalam menentukan pelaku utama dan strategi pembangunan sektor ini:

1. Potensi Geografis Indonesia sebagai Negara Maritim & Kepulauan
Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau, dengan banyak daerah terpencil yang sulit dijangkau menggunakan transportasi darat atau udara konvensional.
Seaplane dapat menjadi solusi konektivitas untuk wilayah-wilayah yang belum memiliki bandara darat.
Water aerodrome dapat mendukung transportasi udara berbasis perairan, terutama di destinasi wisata, kawasan ekonomi, dan daerah kepulauan.
Dukungan pemerintah diperlukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan wilayah perairan sebagai jalur transportasi udara yang aman dan efisien.

2. Kompleksitas Regulasi yang Membutuhkan Sinkronisasi Antar Kementerian
Pengembangan seaplane dan water aerodrome melibatkan berbagai aspek yang berada di bawah regulasi berbagai kementerian dan lembaga, sekurang-kurangnya termasuk:
• Kementerian Perhubungan: regulasi penerbangan dan keselamatan udara serta perizinan water aerodrome.
• Kementerian Kelautan & Perikanan: izin pemanfaatan perairan dan perlindungan ekosistem laut.
• Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif: integrasi dengan pengembangan destinasi wisata.
• Kementerian Investasi/BKPM: regulasi investasi dan insentif bagi operator & investor.
• Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (PUPR): infrastruktur pendukung di sekitar water aerodrome.
Tanpa koordinasi yang baik, perbedaan regulasi antar sektor dapat menghambat pengembangan dan operasional seaplane di Indonesia.

3. Keamanan dan Keselamatan Penerbangan di Perairan
Penerbangan berbasis air memiliki risiko dan standar keselamatan yang berbeda dengan penerbangan reguler.
Regulasi perlu disusun untuk menentukan zona aman operasional seaplane agar tidak bertabrakan dengan lalu lintas kapal.
Standarisasi desain water aerodrome agar memenuhi persyaratan keselamatan penerbangan dan kelautan.
Sinkronisasi dengan otoritas penerbangan internasional (ICAO, FAA, EASA) terkait regulasi pesawat amfibi.
Tanpa standar keselamatan yang jelas, industri ini berisiko mengalami kecelakaan atau konflik dengan industri maritim.

4. Potensi Ekonomi & Pariwisata yang Perlu Dukungan Kebijakan
Seaplane dapat meningkatkan aksesibilitas ke destinasi wisata eksklusif seperti Raja Ampat, Labuan Bajo, Pulau Seribu, dan Danau Toba.
Jika dikembangkan dengan baik, sektor ini dapat menarik investasi asing dan meningkatkan pendapatan daerah.
Pemerintah perlu: Menyediakan insentif fiskal bagi operator seaplane; Mempromosikan seaplane tourism sebagai bagian dari strategi pariwisata nasional, dan; Memastikan adanya regulasi yang mendukung iklim investasi dan kemudahan bisnis.

5. Perlindungan Lingkungan dan Keberlanjutan
Penggunaan perairan untuk penerbangan harus mempertimbangkan aspek lingkungan.
Tanpa regulasi yang ketat, operasional seaplane dapat: Mencemari perairan dengan bahan bakar dan limbah; Mengganggu ekosistem laut dan habitat satwa di wilayah konservasi.
Pemerintah perlu menetapkan regulasi terkait mitigasi dampak lingkungan, seperti: Standar penggunaan bahan bakar ramah lingkungan, dan; Regulasi zona penerbangan di area konservasi agar tidak mengganggu habitat laut.

6. Kesiapan Infrastruktur & SDM yang Perlu Dukungan Pemerintah
Indonesia belum memiliki ekosistem SDM dan infrastruktur yang matang untuk mendukung seaplane secara luas.
Pemerintah perlu: Mengembangkan pelatihan dan sertifikasi khusus bagi pilot dan teknisi seaplane; Menyiapkan infrastruktur pendukung, seperti terminal dan dermaga khusus seaplane, dan; Mendorong riset dan inovasi teknologi untuk pengembangan pesawat amfibi lokal.
Tanpa dukungan pemerintah, operator akan menghadapi kesulitan dalam pengembangan SDM dan infrastruktur, yang dapat menghambat pertumbuhan industri ini.

7. Perlunya Strategi Nasional & Roadmap Pengembangan
Pengembangan ekosistem seaplane dan water aerodrome perlu dilakukan secara bertahap dengan strategi nasional yang jelas.
Pemerintah perlu menyusun roadmap jangka panjang dengan tahapan-tahapan yang lebih jelas..
Tanpa strategi nasional, pengembangan industri ini akan berjalan tanpa arah yang jelas dan sulit menarik investasi.
Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia berpotensi menjadi pemimpin dalam transportasi udara berbasis perairan di Asia Tenggara, meningkatkan konektivitas nasional, dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis maritim.

Faktor Penting
Pemerintah, melalui berbagai kementerian dan regulator terkait, memiliki peran strategis dalam mendefinisikan pelaku utama serta menyusun strategi pembangunan untuk ekosistem seaplane dan water aerodrome di Indonesia. Berikut adalah aspek-aspek penting yang harus diperhatikan:

1. Identifikasi dan Peran Kementerian & Lembaga Terkait
a. Kementerian Perhubungan (Kemenhub)
• Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Menyusun regulasi operasional untuk pesawat amfibi (seaplane) dan standar keselamatan penerbangan di perairan.
Menentukan dan mengawasi izin operasional water aerodrome.
Mengembangkan jalur penerbangan khusus seaplane agar tidak mengganggu penerbangan reguler.
• Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Sinkronisasi dengan sektor maritim untuk mengatur lalu lintas laut di sekitar water aerodrome.
Standarisasi infrastruktur dermaga untuk seaplane di wilayah pelabuhan atau destinasi wisata.
b. Kementerian Kelautan & Perikanan (KKP)
• Mengatur pemanfaatan perairan sebagai lokasi water aerodrome agar tidak mengganggu ekosistem laut dan sektor perikanan.
• Memberikan izin pemanfaatan perairan untuk kepentingan penerbangan amfibi.
c. Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)
• Mengidentifikasi dan mengembangkan destinasi wisata yang membutuhkan konektivitas seaplane.
• Mendorong kolaborasi antara investor, operator wisata, dan pengelola hotel/resor dalam pengembangan layanan seaplane.
• Memfasilitasi promosi layanan seaplane sebagai bagian dari strategi peningkatan wisata high-end.
d. Kementerian Investasi/BKPM
• Mempermudah perizinan investasi bagi perusahaan yang ingin mengembangkan armada seaplane dan water aerodrome.
• Menawarkan insentif fiskal & non-fiskal bagi operator dan investor di sektor ini.
e. Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (PUPR)
• Berkoordinasi dalam pengembangan infrastruktur pendukung seperti akses jalan menuju water aerodrome dan fasilitas publik lainnya.
f. Otoritas Penerbangan & BUMN Transportasi (Angkasa Pura Indonesia, Pelindo, ASDP)
• Angkasa Pura: Integrasi layanan seaplane dengan bandara udara utama di Indonesia.
• Pelindo & ASDP: Sinkronisasi layanan water aerodrome dengan infrastruktur pelabuhan laut.

- Advertisement -

2. Regulasi & Kebijakan Pengembangan
Pemerintah dan regulator harus menetapkan kerangka hukum dan kebijakan untuk memastikan pengembangan ekosistem seaplane yang terstruktur dan berkelanjutan.
a. Regulasi Penerbangan Seaplane
• Menyesuaikan regulasi dengan standar internasional (ICAO, JAA dan FAA).
• Menyusun regulasi terkait izin operasional, pelatihan pilot pesawat amfibi, dan standar keselamatan penerbangan.
b. Regulasi Water Aerodrome
• Menentukan kriteria dan prosedur perizinan water aerodrome sebagai bagian dari sistem transportasi nasional.
• Mengatur standarisasi desain dermaga, navigasi, dan keselamatan operasional.
c. Sinkronisasi Peraturan Udara & Laut
• Menentukan zona aman untuk operasional seaplane agar tidak mengganggu lalu lintas kapal atau ekosistem laut.
• Regulasi terkait hak penggunaan ruang udara dan perairan oleh operator seaplane.
d. Regulasi Lingkungan & Keberlanjutan
• Melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dalam kajian Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
• Menyusun strategi mitigasi dampak lingkungan, seperti emisi karbon dan pencemaran bahan bakar di perairan.

3. Strategi Pembangunan & Implementasi
Pemerintah perlu memiliki strategi pembangunan yang terencana agar ekosistem seaplane dan water aerodrome dapat berkembang secara bertahap.
a. Identifikasi Lokasi Strategis
• Memetakan daerah potensial untuk pengembangan water aerodrome, seperti:
• Destinasi wisata premium (Raja Ampat, Labuan Bajo, Pulau Seribu, Danau Toba).
• Wilayah terpencil & kepulauan yang sulit dijangkau melalui jalur udara konvensional.
b. Pembangunan Infrastruktur Pendukung
• Pembangunan terminal khusus seaplane dengan fasilitas pengisian bahan bakar, perawatan pesawat, dan ruang tunggu penumpang.
• Integrasi dengan transportasi darat & laut untuk memudahkan akses dari water aerodrome ke pusat kota atau resor wisata.
c. Insentif untuk Operator & Investor
• Keringanan pajak impor untuk armada seaplane.
• Skema Public-Private Partnership (PPP) untuk percepatan pembangunan infrastruktur.
• Subsidi atau kemudahan pembiayaan bagi perusahaan lokal yang ingin mengembangkan layanan ini.
d. Pengembangan SDM & Teknologi
• Meningkatkan jumlah pilot bersertifikasi pesawat amfibi dengan kerja sama sekolah penerbangan nasional dan internasional.
• Riset dan pengembangan pesawat amfibi listrik sebagai bagian dari inisiatif green aviation.

4. Roadmap Pengembangan Seaplane & Water Aerodrome di Indonesia
Strategi pengembangan dapat dibagi dalam beberapa tahap:
Fase 1: Pilot Project & Regulasi
• Penyusunan regulasi dan kebijakan nasional.
• Identifikasi 5-10 lokasi potensial untuk water aerodrome.
• Uji coba operasional seaplane oleh maskapai lokal.
Fase 2: Ekspansi Infrastruktur & Operasi
• Pembangunan fasilitas water aerodrome di lebih banyak destinasi.
• Meningkatkan jumlah operator dan armada seaplane nasional.
• Sinkronisasi dengan regulasi transportasi laut dan udara.
Fase 3: Optimalisasi & Green Aviation
• Implementasi pesawat listrik atau hybrid amfibi.
• Menjadikan Indonesia sebagai hub seaplane di Asia Tenggara.
• Pengembangan jaringan seaplane untuk meningkatkan konektivitas antar pulau secara nasional.
Pemerintah, melalui berbagai kementerian dan regulator, memiliki peran penting dalam menentukan pelaku utama, menyusun kebijakan regulasi, serta mengembangkan strategi pembangunan ekosistem seaplane dan water aerodrome di Indonesia. Dengan pendekatan yang terstruktur, Indonesia dapat memanfaatkan potensi geografisnya untuk menciptakan sistem transportasi yang inovatif, mendukung pariwisata, dan meningkatkan konektivitas daerah terpencil.

Tantangan
Pengembangan ekosistem seaplane dan water aerodrome di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang berkaitan dengan peran pemerintah, kementerian, dan regulator. Tantangan ini mencakup aspek regulasi, koordinasi antar lembaga, infrastruktur, investasi, keselamatan, lingkungan, serta kesiapan sumber daya manusia. Berikut adalah tantangan utama yang harus diatasi:

1. Regulasi yang Belum Terintegrasi dan Belum Spesifik
Saat ini, Indonesia belum memiliki regulasi khusus yang mengatur operasional seaplane dan water aerodrome secara terperinci. Tantangan utama meliputi:
• Belum adanya aturan khusus mengenai izin operasional water aerodrome sebagai bagian dari jaringan transportasi nasional.
• Overlapping regulasi antara penerbangan dan kelautan, karena seaplane beroperasi di perairan tetapi diatur oleh regulasi penerbangan sipil.
• Ketidaksesuaian standar keselamatan dan operasional dengan regulasi internasional seperti dari ICAO, EASA atau FAA.
• Hambatan dalam penerbitan izin usaha, karena harus melalui berbagai kementerian dan lembaga yang belum memiliki mekanisme terpadu.
Tanpa regulasi yang jelas, operator dan investor akan menghadapi ketidakpastian hukum yang dapat menghambat pertumbuhan industri ini.

2. Kurangnya Koordinasi Antar Kementerian dan Lembaga Terkait
Pengembangan seaplane dan water aerodrome melibatkan banyak kementerian dan lembaga, termasuk:
• Kementerian Perhubungan (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara & Laut)
• Kementerian Kelautan dan Perikanan
• Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
• Kementerian Investasi/BKPM
• Kementerian PUPR
• Navigasi Udara (AirNav Indonesia)
• Pemerintah Daerah, Otoritas Bandara dan Otoritas Pelabuhan
Tantangan utama:
• Kurangnya sinergi antar kementerian, menyebabkan perizinan dan perencanaan menjadi lambat dan tidak efisien.
• Tumpang tindih kewenangan antara regulasi penerbangan dan kelautan, yang dapat memicu konflik kepentingan dalam pengelolaan wilayah perairan.
• Kurangnya forum terpadu untuk membahas kebijakan dan implementasi strategi bersama.
Tanpa koordinasi yang efektif, proses pembangunan dan operasional akan berjalan lambat, berisiko tinggi, dan sulit berkembang secara nasional.

3. Keterbatasan Infrastruktur Pendukung
• Minimnya fasilitas water aerodrome yang siap operasional, karena belum ada standar pembangunan yang ditetapkan pemerintah.
• Belum tersedianya fasilitas MRO (Maintenance, Repair, Overhaul) untuk seaplane, sehingga perawatan pesawat harus dilakukan di luar negeri.
• Kurangnya konektivitas antara water aerodrome dengan infrastruktur darat, seperti akses jalan, transportasi, dan fasilitas layanan penumpang.
• Terbatasnya fasilitas pengisian bahan bakar dan perawatan pesawat di lokasi strategis, terutama di daerah kepulauan terpencil.
Tanpa infrastruktur yang memadai, biaya operasional menjadi tinggi, daya saing menurun, dan konektivitas antar wilayah tidak optimal.

4. Rendahnya Minat Investor Akibat Ketidakpastian Regulasi dan Ekonomi
• Investor masih ragu untuk masuk ke industri ini karena regulasi yang belum jelas dan infrastruktur yang belum siap.
• Tingginya biaya investasi awal, terutama untuk pembelian pesawat amfibi dan pembangunan water aerodrome.
• Kurangnya insentif fiskal dan non-fiskal bagi operator dan investor, seperti bebas pajak atau subsidi bahan bakar.
• Sulitnya akses pembiayaan dari perbankan, karena bisnis seaplane masih dianggap sebagai industri dengan risiko tinggi.
Tanpa dukungan investasi, pengembangan sektor ini akan berjalan lambat dan sulit mencapai skala ekonomi yang menguntungkan.

5. Standar Keselamatan dan Navigasi yang Belum Matang
• Tidak adanya standar nasional yang jelas mengenai rute aman bagi seaplane, baik di wilayah laut, danau, maupun sungai.
• Kurangnya sistem navigasi dan pengawasan lalu lintas udara di wilayah perairan, yang dapat meningkatkan risiko kecelakaan.
• Potensi konflik dengan lalu lintas kapal dan aktivitas maritim, terutama di pelabuhan atau jalur perikanan utama.
• Kurangnya pelatihan dan sertifikasi khusus untuk pilot dan teknisi seaplane, yang dapat memengaruhi keselamatan operasional.
Tanpa standar keselamatan yang ketat, operasi seaplane berisiko tinggi dan dapat menghambat kepercayaan masyarakat serta investor.

6. Tantangan Lingkungan dan Keberlanjutan
• Operasional seaplane dapat mencemari lingkungan perairan, terutama jika tidak ada regulasi ketat terkait limbah bahan bakar dan emisi.
• Risiko gangguan terhadap ekosistem laut, seperti terumbu karang dan habitat satwa liar di perairan yang sensitif.
• Kurangnya kebijakan terkait penerapan teknologi ramah lingkungan, seperti bahan bakar bioaviasi atau pesawat amfibi listrik.
• Potensi penolakan dari masyarakat lokal dan aktivis lingkungan, jika tidak ada pendekatan keberlanjutan yang jelas.
Tanpa pendekatan yang ramah lingkungan, industri ini dapat mengalami hambatan sosial dan regulasi yang semakin ketat di masa depan.

7. Kurangnya SDM yang Kompeten untuk Industri Seaplane
• Minimnya pelatihan khusus untuk pilot dan teknisi pesawat amfibi di Indonesia.
• Kurangnya sekolah penerbangan atau lembaga pelatihan yang menawarkan sertifikasi untuk seaplane.
• Terbatasnya jumlah tenaga ahli di bidang water aerodrome management dan navigasi penerbangan berbasis perairan.
Tanpa SDM yang kompeten, pengoperasian seaplane tidak akan berjalan optimal dan industri ini sulit berkembang secara mandiri.

Way Forward
Agar pengembangan seaplane & water aerodrome ecosystem di Indonesia dapat berjalan efektif, perlu ada strategi komprehensif yang melibatkan pemerintah, kementerian, lembaga terkait, dan regulator. Strategi ini harus fokus pada regulasi, infrastruktur, investasi, keselamatan, SDM, serta keberlanjutan lingkungan. Berikut adalah langkah strategis yang dapat diterapkan:

1. Penguatan Regulasi & Kebijakan Pemerintah
Langkah pertama adalah menyusun regulasi yang jelas, terintegrasi, dan mendukung investasi dalam industri seaplane. Pemerintah perlu:
Menyusun regulasi khusus untuk seaplane dan water aerodrome yang mencakup:
• Standar desain dan operasional water aerodrome.
• Proses sertifikasi dan perizinan khusus seaplane.
• Tata kelola wilayah perairan untuk penerbangan.
• Skema insentif fiskal dan non-fiskal bagi operator dan investor.
Sinkronisasi regulasi lintas kementerian dan lembaga, termasuk:
• Kementerian Perhubungan (Ditjen Perhubungan Udara & Laut)
• Kementerian Kelautan dan Perikanan
• Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
• Kementerian Investasi/BKPM
• AirNav Indonesia, Otoritas Bandara dan Otoritas Pelabuhan.
Membangun mekanisme perizinan terpadu untuk operator seaplane dan water aerodrome dengan sistem one-stop service di BKPM.
Mengadopsi standar internasional (ICAO, EASA & FAA) dalam pengelolaan seaplane dan water aerodrome guna meningkatkan daya saing global.

2. Pembentukan Badan Koordinasi Nasional untuk Seaplane
Untuk menghindari overlapping kewenangan dan lambatnya implementasi kebijakan, perlu dibentuk Badan Koordinasi Nasional yang bertanggung jawab atas pengembangan seaplane & water aerodrome.
Badan ini dapat berbentuk Satgas Nasional Seaplane & Water Aerodrome, dengan tugas:
• Menyusun roadmap nasional pengembangan seaplane.
• Mengkoordinasikan perizinan dan regulasi antar kementerian.
• Memonitor perkembangan proyek seaplane secara nasional.
• Menghubungkan investor dengan proyek yang membutuhkan pendanaan.
Mekanisme koordinasi berkala antar kementerian untuk memastikan implementasi strategi berjalan efektif.
Penyusunan masterplan nasional untuk water aerodrome, memastikan lokasi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan pariwisata, logistik, dan konektivitas daerah terpencil.

3. Pembangunan Infrastruktur Water Aerodrome & Fasilitas Pendukung
Infrastruktur menjadi kunci utama dalam mengembangkan ekosistem ini. Pemerintah perlu:
Menyusun standar nasional untuk pembangunan water aerodrome, mencakup:
• Fasilitas terminal dan dermaga khusus untuk seaplane.
• Sistem navigasi dan komunikasi berbasis perairan.
• Pengisian bahan bakar dan perawatan pesawat di lokasi strategis. Menetapkan 5-10 lokasi pilot project di daerah prioritas, seperti: Danau Toba, Kepulauan Riau, Bali, Labuan Bajo, Raja Ampat, Kepulauan Seribu, dan daerah terpencil dengan kebutuhan transportasi udara yang tinggi.
Mendorong skema KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha) untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dengan melibatkan sektor swasta dan investor asing.
Mengintegrasikan water aerodrome dengan jaringan transportasi lainnya, seperti bandara utama, pelabuhan, dan transportasi darat.
Membangun fasilitas Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) untuk seaplane guna mengurangi ketergantungan pada perawatan di luar negeri.

4. Insentif & Model Bisnis yang Menarik bagi Investor
Agar sektor ini menarik bagi investor, pemerintah perlu:
Memberikan insentif fiskal bagi operator dan investor, seperti:
• Bebas pajak impor untuk pesawat amfibi selama 5 tahun pertama.
• Insentif pajak penghasilan untuk operator yang membuka rute baru.
• Subsidi bahan bakar avtur untuk wilayah terpencil.
• Membantu akses pembiayaan bagi pelaku usaha seaplane, melalui:
• Skema pembiayaan lunak dari BUMN keuangan (PT SMI, BPD, atau Himbara).
• Kemitraan dengan investor asing dan lembaga keuangan global.
Mempromosikan peluang investasi dalam sektor seaplane, baik melalui forum nasional maupun internasional, dengan menargetkan:
• Investor di sektor penerbangan, pariwisata, dan logistik.
• Operator seaplane internasional yang ingin masuk ke Indonesia.
Mendorong model bisnis berbasis ekosistem, seperti:
• Paket perjalanan seaplane dengan hotel dan resort mewah.
• Pengembangan seaplane untuk kebutuhan medis dan evakuasi.
• Pemanfaatan seaplane untuk kargo cepat dan logistik pulau terpencil.

5. Peningkatan Standar Keselamatan dan Navigasi
Untuk menjamin keselamatan penerbangan, pemerintah perlu:
Mengembangkan sistem navigasi khusus untuk penerbangan berbasis perairan, dengan:
• Pemetaan jalur udara dan perairan yang aman untuk seaplane.
• Integrasi sistem ATC (Air Traffic Control) dengan Water Traffic Management.
Menyusun standar keselamatan operasi water aerodrome, meliputi:
• Persyaratan minimum fasilitas SAR (Search and Rescue).
• Penetapan zona aman untuk keberangkatan dan pendaratan seaplane.
Meningkatkan koordinasi antara regulator penerbangan dan otoritas kelautan untuk memastikan tidak terjadi konflik dengan lalu lintas kapal.

6. Pengembangan SDM & Teknologi Seaplane di Indonesia
Ketersediaan SDM menjadi faktor kunci dalam keberhasilan industri ini. Pemerintah perlu:
Membuka program pelatihan khusus untuk pilot dan teknisi seaplane di sekolah penerbangan nasional, dengan: Kerja sama dengan maskapai dan operator seaplane internasional dan; Program beasiswa untuk meningkatkan jumlah tenaga ahli seaplane,
Menyediakan program sertifikasi untuk pengelola water aerodrome, agar operator memiliki kompetensi yang sesuai dengan standar internasional.
Mendorong pengembangan teknologi seaplane berbasis energi hijau, seperti Penggunaan pesawat listrik atau bioaviasi, dan Penelitian dan inovasi seaplane dengan efisiensi bahan bakar tinggi.

7. Keberlanjutan & Perlindungan Lingkungan
Agar pengembangan ekosistem ini ramah lingkungan, pemerintah perlu:
Menerapkan regulasi ketat terkait emisi dan polusi air dari seaplane; Mendorong penggunaan bahan bakar ramah lingkungan (bioavtur); Mewajibkan kajian AMDAL untuk setiap pembangunan water aerodrome; Mengembangkan mekanisme CSR bagi operator seaplane untuk konservasi lingkungan laut;
Jika strategi ini diterapkan dengan baik, Indonesia dapat menjadi pusat pengembangan transportasi udara berbasis perairan di Asia Tenggara, dengan manfaat:
Meningkatkan konektivitas wilayah kepulauan dan terpencil; Meningkatkan pariwisata premium berbasis seaplane; Meningkatkan investasi di sektor penerbangan dan maritim, dan; Mewujudkan ekosistem seaplane yang aman, modern, dan ramah lingkungan.
Dengan langkah-langkah strategis ini, pengembangan seaplane & water aerodrome ecosystem di Indonesia dapat menjadi motor baru bagi pertumbuhan ekonomi berbasis maritim dan pariwisata premium.

Closing
Pengembangan ekosistem seaplane dan water aerodrome di Indonesia membutuhkan keterlibatan aktif pemerintah, kementerian, lembaga terkait, dan regulator dalam menciptakan regulasi yang jelas, infrastruktur yang memadai, insentif investasi yang menarik, serta standar keselamatan dan keberlanjutan lingkungan yang tinggi.
Dengan pendekatan yang terkoordinasi dan strategi pembangunan yang komprehensif, Indonesia dapat memanfaatkan potensi geografisnya untuk meningkatkan konektivitas wilayah kepulauan, mendukung pertumbuhan pariwisata premium, serta mendorong investasi dan inovasi di sektor penerbangan berbasis perairan. Sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam mewujudkan ekosistem seaplane yang berdaya saing, efisien, dan berkelanjutan.

Dr. Afen Sena, M.Si. IAP, FRAeS
Dr. Afen Sena, M.Si. IAP, FRAeS
Profesional dan akademis dengan sejarah kerja, pendidikan dan pelatihan di bidang penerbangan dan bisnis kedirgantaraan. Alumni PLP/ STPI/ PPI Curug, Doktor Manajemen Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, International Airport Professional (IAP) dari ICAO-ACI AMPAP dan Fellow Royal Aeronautical Society (FRAeS).
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.