Sumpah Pemuda adalah satu tonggak utama dalam Sejarah pergerakan Kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia serta merupakan suatu pengakuan dari Pemuda-Pemudi Indonesia yang mengikrarkan, satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, tepat pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda bertujuan untuk mengobarkan semangat persatuan baik di tubuh pemuda serta rakyat Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari cengkraman serta dorongan baik dari luar maupun dari dalam negara. Semangat persatuan itulah yang menjadi dasar untuk Sila Ketiga dalam Pancasila menurut Paisal Anwari, Ketua bidang Pembinaan Aparatur Organisasi (PAO) HMI Cabang Cianjur.
“Sila ketiga; Persatuan Indonesia, ditunjukkan dengan semangat persatuan dan kesatuan dalam melawan penjajah. Sebelum era kebangkitan nasional, Negara Indonesia terdiri dari kerajaan-kerajaan yang memiliki kekuasaan masing-masing dan kedaulatan yang terpisah. Oleh karena itu, pada zaman kerajaan dulu, Indonesia mudah dimasuki dan diduduki oleh kaum imperialis yang mencari daerah jajahan. Setelah sekian lama berada dibawah kekuasaan penjajah, semangat persatuan dan kesatuan serta semangat sebangsa dan setanah air, mulai tumbuh di hati bangsa Indonesia. Karena adanya rasa senasib dan sepenanggungan dan kesamaan tujuan untuk melawan penjajah, akhirnya rasa persatuan dan kesatuan itu muncul dan tumbuh dalam diri bangsa Indonesia yang ditandai dengan lahirnya Budi Utomo dan Sumpah pemuda.” Ungkap Paisal
Namun disaayangkan, tepat pada peringatan Hari Sumpah Pemuda yang ke-89 tanggal 28 Oktober 2017 ini, kondisi rakyat Indonesia masih saja belum menikmati kemerdekaan untuk berdaulat dan mandiri menentukan nasibnya sendiri.
Ardiansyah, Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda (PTKP) HMI Cabang Cianjur, mengungkapkan Kemerdekaan Indonesia yang menjadi jembatan emas menuju kesejahteraan rakyat hingga saat ini masih belum tercapai, bahkan Pemerintah Indonesia Jokowi-JK yang genap berusia 3 tahun pada tanggal 20 Oktober 2017 belum bisa menunjukan sepenuhnya visi-misi yang tertuang didalam Nawacita yang menjadi sebuah harapan untuk dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
“Revolusi mental yang sasarannya adalah reformasi birokrasi baru terjadi dilapisan atas dan belum sampai kelevel bawah, masih banyak birokrat dan politik uang yang sangat masif. Pancasila sangat baik akan tetapi adanya pecah kondisi antara Pancasila dan prilaku politik tidak berjalan semestinya. Pembangunan infrastruktur gencar dilakukan walaupun dengan berutang, tapi itu perlu dipertanyakan, untuk rakyat atau untuk pemodal?”. Ada pembangunan bandara, pembangkit listrik dan jalan tol mengubah tanah petani, dan ini adalah suatu pengabaian pada masyarakat kecil.
HMI Cabang Cianjur menuturkan Beberapa bukti kinerja aparat penegak hukum belum optimal selama tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK dan mengharapkan semua hal tersebut menjadi suatu evaluasi bagi Pemerintahan Jokowi-JK yang genap berusia 3 tahun di Hari Sumpah Pemuda.
“Pemerintah di era saat ini buta terhadap kepentingan sosial, terutama rakyat kecil, ketimpangan sosialpun terasa sangat tinggi, apalagi pembangunan yang dilakukan Pemerintah ini lebih condong ke Asing dan masyarakat menengah ke atas bukan kaum kecil, misalnya pembangunan kereta cepat, itu tidak penting, tapi malah dibuat, bahkan harganyapun tidak murah dan itu menimbulkan proyek-proyek lain yang menjepit masyarakat kecil. Selain itu ada pula pada keterbukaan hukum. Banyak pejabat-pejabat dari partai politik yang kebal akan hukum, bahkan setelah ditetapkan sebagai tersangkapun masih bisa melenggang bebas dan lepas dari jeratan hukum yaitu ketua DPR, Setya Novanto.” Tutup Ardiansyah.(O