Jumat, April 26, 2024

Environmental

adyad
adyad
bertirakat memantapkan diri dengan intelektualitas dan sepiritualitas

Diantara Kota dan Desa ( Wilayah Peri Urban)

Desa maupun kota  jika di tinjau dari segi fisik morfologi di indikasikan oleh bentuk pemanfataan lahan non agraris versus penggunaan lahan agraris. Dari sisi ini, wilayah kekotaan adalah suatu wilayah yang didominasi oleh bentuk pemanfataan lahan non agraris sedangkan wilayah kedesaan adalah wilayah yang didominasi oleh bentuk pemanfaatan lahan agraris.

Wilayah Peri Urban (WPU) merupakan wilayah yang terletak di antara wilayah yang mempunyai kenampakan kota di satu sisi dan wilayah yang mempunyai kenampakan kedesaan di sisi  yang lain Pryor (1968). WPU ini menentukan peri kehidupan kekotaan karena segala bentuk perkembangan fisikal baru akan terjadi di wilayah ini sehingga perlu mendapatkan perhatian dan pemahaman khusus terhadap WPU, tanpa adanya perhatian dan pemaham khusus sangat dimungkinkan terjadi suatu bentuk dan proses perkembangan fisikal kekotaan baru yang mengarah ke dampak negatif.

Suatu bentuk, proses dan dampak negatif dapat menciptakan suatu kondisi kehidupan yang tidak menunjang terciptanya suasana kekotaan yang liveable sehingga dapat mempengaruhi kualitas penghuninya. satu contoh dapat dikemukakan bahwa proses pembangunan permukiman yang tidak tertata dan terkendali, akan mengakibatkan proses densifikasi permukiman yang tidak terkontrol dan hal ini akan mampu memicu terciptanya permukiman kumuh yang  akan berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan, sehingga hal ini mengakibatkan kemerosotan kualitas kesehatan penduduk dan akan mempengaruhi produktivitas kerja hal ini akan berjangkit pada rendahnya penghasilan dan berakhir pada kemiskinan masif. kesalahan-kesalahan yang terjadi dimasa lalu tidak boleh lagi terulang kembali, dimana daerah dekat dengan pusat kota didominasi oleh pemukiman kumuh.

Apa bila ada suatu perhatian dan pemahaman yang mendalam mengenai karekteristik WPU dalam bentuk, proses, dan dampak perkembangan dalam wpu tersebut maka kesalahan itu tidak akan terjadi. Dari pemahaman inilah dapat diambil kebijakan spasial, ekonomi, sosial dan kultural yang dapat mengelolah perubahan yang terjadi didalam WPU agar perkembangannya kemudian dapat mengarah ke bentuk, proses, dan dampak perkembangan kehidupan yang positif. Sehingga tercapailah visi pembangunan kota yang dikenal saat ini sebagai “sustainable city”.

Di sisi lain, WPU didalamnya masih banyak penduduk yang masih menggantungkan kehidupan dan penghidupannya pada sektor pertanian. Padahal suatu keniscayaan di dalamnya adalah hilangnya lahan pertanian. konflik antara mempertahankan lahan pertanian untuk kepentingan sektor kedesaan di satu sisi dan melepaskan lahan pertanian di sisi lain untuk kepentingan perkembangan fisikal baru sektor kekotaan merupakan bentuk konflik pemanfaatan lahan yang paling mencolok, seolah-olah ajang pertempuran antar sektor kedesaan dan sektor kekotaan dan belum pernah ada kenyataan empris yang mengemukakan bahwa sektor kedesaan memenangkan peperangan ini.

Dampak yang bakal muncul dimasa yang akan datang berkenaan dengan pemekaran fisikal kekotaan terhadap WPU ialah hilangnya lahan pertanian, menurunya produktifitas pertanian, menurunnya komitmen petani terhadap lahan maupun kegiatan pertanian, hilangnya bidang pekerjaan pertanian, ketidak siapan petani masuk ke sektor non pertanian/kekotaan dan hilangnya atmosfis kedesaan dalam berbagai dimensi, dan secara langsung atau tidak telah mempengaruhi peri kehidupan sektor kedesaan.

Perseptif kepentingan nasional terkait dengan kemampuan nasional dalam memenuhi kebutuhan pangan, sebagaimana yang diketahui bahwa tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia masih cukup tinggi sehingga dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia akan semakin bertambah banyak dan hal ini akan dikuti dengan peningkatan tuntutan akan bahan pangan dan berdampak pada ketahanan ekonomi nasional.

Peningkatan tuntutan akan bahan pangan seharusnya dikuti dengan peningkatan kemampuan untuk menghasilkan bahan pangan, bukan dengan mengurangi lahan yang mampu memproduksi bahan pangan “lahan pertanian”.

Konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian terjadi secara tak terkendali, menunjukan gejala yang tidak sehat mengancam ketahanan ekonomi nasional, khususnya kemampuan pengadaan pangan nasional pada masa yang akan datang. Sementara itu upaya untuk mencetak lahan-lahan baru sebagai sumber daya pertanian baru masih dipertanyakan keberhasilannya.

Tuntutan terhadap kuantitas bahan pangan yang harus di sediakan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. semakin lebarnya disparitas antara kemampuan menyediakan bahan pangan dan meningkatnya tuntutan akan bahan pangan atau disparitas produksi dan konsumsi, sehingga pemerintah harus mengimport dari negara lain berkenaan dengan menurunya kemampuan menghasilkan bahan pangan.

Upaya memahami permasalahan ini tidak di perlukan suatu pemikiran yang WOW ” smart”, namun mengapa belum kelihatan juga upaya konkret yang sedang atau telah dilaksankan dalam upaya mengantisipasi bencana nasional.

Mudah-mudahan permasalahan lokal, regional dan nasional mendapatkan solusinya se dini mungkin agar terwujudnya sustainable development pada umumnya dan sustainable city pada khususnya.

adyad
adyad
bertirakat memantapkan diri dengan intelektualitas dan sepiritualitas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.