Rabu, Februari 5, 2025

Ekspresi Muslim Jepang dalam Lukisan Kaligrafi

Fachri Syauqii
Fachri Syauqii
Magister Sejarah Peradaban Islam
- Advertisement -

Jepang, seperti yang kita ketahui memiliki keyakinan tradisional yaitu Shinto. Melansir dari Japanguide.com, survei menunjukkan bahwa sebanyak 52% masyarakat menyatakan tidak memiliki keyakinan apa pun. Sementara sisanya sekitar 36% penganut agama Buddha, 11% penganut Shinto, dan 17% penganut agama Kristen.

Hasil penelitian berbeda ditunjukkan oleh Pewresearch.org, bahwa persepsi masyarakat Jepang terhadap agama meningkat secara drastis di rentang tahun 2008 hingga 2003. Menariknya, pihak Pewresearch menggunakan kata “beralih”, bukan “berpindah”, dikarenakan tidak terlalu mengikuti ritus maupun upacara keagamaan. Namun, argumentasi ini terlihat lemah ketika pihak Pewresearch tidak bisa melacak keberadaan orang Jepang yang menganut Islam yang mengekspresikan dirinya di ruang publik.

Hasil penelitian berbeda diungkapkan oleh Atsushi Yamagata berjudul “Perceptions of Islam and Muslims iin Contemporary Japan”. Menurutnya sekitar 170.000 Muslim tinggal di Jepang pada penghujung tahun 2016. Kemudian angka ini melonjak mencapai 127 juta pada Februari tahun 2018. Jika dipresentasekan, umat Muslim di Jepang sekitar 0,2% dari keseluruhan populasi di Jepang.

Apa yang menyebabkan lonjakan terus terjadi? Jawabannya adalah banyak para imigran Muslim yang mencari suaka ke negara lain, seperti dari Suriah, berpindah terutama ke Jepang demi mendapat kehidupan yang aman dan sejahtera. Selain itu kita juga harus menghindari perspektif bias, dengan melihat bahwa kondisi masyarakat Jepang dan budayanya.

Ada beberapa tanggapan menilai bahwa remaja Jepang memilih Islam karena merupakan jawaban atas keresahan batinnya. Berbeda dengan orang tua Jepang yang memeluk Islam karena percaya bahwa agama tersebut mengajarkan untuk merawat mereka di hari tua, bukan dimasukkan ke panti jompo.

Masuknya Islam di Jepang

Banyak tulisan mengenai masuknya Islam di Jepang saat kedatangan Turki Ustmani ke negeri Sakura. Namun hal tersebut perlu untuk ditelusuri lebih jauh dengan menggunakan metode sejarah untuk mencari sumber primer atau sekunder, verifikasi, interpretasi serta historiografi.

Sumber primer mungkin sulit mengingat keterbatasan bahasa. Sementara sumber yang didapat bisa dilacak melalui artikel karya Prof. Dr. Salih Mahdi Al-Samarai berjudul “Nihon no Isuramu Rekishi”. Kemudian ada jugaartikel yang berjudul “Hintoism and Islam in Interwar Japan” yang ditulis oleh Nobuo Misawa, ia menyorot seorang tokoh Jepang Muslim bernama Ahmad Bunpachiro Ariga (1868-1946) yang di tahun 1892, Ariga berdagang ke daerah India dan berkenalan dengan seorang pedagang Muslim bernama Hedarali.

Oleh karenanya, Fujio Komura seorang muslim asal Jepang menganggap peristiwa itu menjadi titik balik seorang Jepang yang menerima Islam sebagai agamanya. Namun, sumber tersebut perlu di verifikasi ulang mengingat Ariga secara tegas dan yakin dalam memeluk Islam di tahun 1932.

Orang Jepang juga mengetahui Islam berkat invasi mereka ke berbagai wilayah, termasuk Indonesia yang pernah dikuasai. Wacana tersebut sangat menarik minat para peneliti Jepang untuk mencatat kembali sejarah mereka di tahun 1944-1945. Hasil penelitian dengan tema tersebut banyak dikaji untuk menggali kembali bagaimana hubungan Muslim Indonesia dan berbagai lembaga Islam (NU, Perti, dan Muhammadiyah dengan pemerintahan Jepang. Bahkan kemungkinan besar bisa saja ada benang merah antara ajaran Ariga yang menggagas Pan-Asianisme dan Islam dengan kebijakannya pemerintah Jepang untuk wilayah jajahan.

Ekspresi Kebudayaan Muslim Jepang

Sachiko Murata yang menulis karya berjudul “The Tao of Islam” yang banyak menarik dari berbagai kalangan. Menurutnya di dalam ajaran Taoisme memiliki konsep Yin dan Yang. Sementara dalam ajaran Islam konsep ketauhidan dengan meyakini bahwa sebelum alam semesta tercipta, tidak ada yang lain kecuali Pencipta. Baik ajaran Tao dan Konfusius, sebelum adanya yin dan yang, telah ada yang namanya Tai Chi “Puncak Agung” atau “Tao”.

- Advertisement -

Selain itu, banyak Muslim Jepang yang juga mempelajari ke-Islaman dengan mendatangi kawasan mayoritas Muslim di Timur Tengah, seperti Mekah dan Madinah. Menurut Atsushi, ada kekhawatiran tersendiri bagi orang Jepang terhadap ajaran Islam karena dipengaruhi oleh berbagai media yang menghadirkan kelompok ekstrem. Padahal ajaran sejati Islam tidaklah demikian.

Ekspresi Ke-islaman orang Jepang harus diapresiasi, contohnya saja seperti gambar berikut yang menunjukkan bahwa Jepang memiliki keahlian dan keunikan dalam lukisan. Hal tersebut jarang disorot oleh berbagai kalangan Muslim lainnya. Bahkan seringkali kita lebih mengagungkan Muslim Arab, padahal setiap kebudayaan memiliki keunikan yang menarik untuk ditelisik.

Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah perkembangan sekolah Islam di Jepang yang tidak hanya berfokus pada ilmu keagamaan melainkan bisa bersaing dengan sekolah terbaik yang ada di Jepang. Salah satu sekolah Islam di Jepang bernama Yuai International Islamic School yang perlu mengembangkan potensi SDM demi keberlangsungannya di Jepang.

Fachri Syauqii
Fachri Syauqii
Magister Sejarah Peradaban Islam
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.