Kamis, April 25, 2024

Egoisme Pemerintah dalam Penegakan Hukum Lingkungan

Daffa Prangsi Rakisa Wijaya Kusuma
Daffa Prangsi Rakisa Wijaya Kusuma
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Staff Peneliti Pusat Studi Hukum (PSH) FH UII, dan Head of Research and Development Jong Indonesische Progam (JIP)

Permasalahan lingkungan selalu menjadi persoalan yang sangat dinamis dan rumit. Bagaimana tidak, permasalahan lingkungan bukan hanya disebabkan oleh perubahan iklim secara alami.

Banyak hal yang menyebabkan semakin banyaknya permasalahan lingkungan, baik itu dari semakin meningkatnya populasi manusia yang tidak seimbang dengan pemahamannya terkait wawasan pelestarian lingkungan, tindakan pencemaran dan perusakan lingkungan oleh aktivitas usaha, serta sikap dan tindakan Pemerintah selaku pihak yang bertanggung jawab atas jalannya suatu negara yang dinilai kurang cekatan bahkan lalai terkait mengatasi dan mencegah permasalahan lingkungan.

Belum lama ini, kabar terkait ditolaknya permohonan kasasi oleh Mahkamah Agung yang diajukan Pemerintah terhadap kasus Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) yang terjadi di Kalimantan Tengah menjadi sorotan publik.

Kasus tersebut terjadi pada tahun 2015, berdasarkan pemaparan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), karhutla yang terjadi di Kalimantan setara dengan 32 kali wilayah Provinsi DKI Jakarta atau empat kali pulau Bali. Pernyataan tersebut didasarkan pada data Terra Modis per 20 Oktober 2015. Total hutan dan lahan yang terbakar mencapai 2.089.911 hektare. BNPB juga mencatat pada 2015, lahan gambut yang terbakar paling banyak terjadi di Kalimantan dengan luas 267.974 hektare.

Pemerintah Kurang Serius Menanggapi Permasalahan Lingkungan

Hal yang menjadi kontroversial adalah keinginan Pemerintah (Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Kesehatan, Gubernur Kalimantan Tengah, dan DPD Kalimantan Tengah) untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) sebagaimana disampaikan oleh Moeldoko selaku Kepala Staff Kepresidenan. PK yang akan diajukan oleh Pemerintah mendapatkan respon yang beragam dari masyarakat luas.

Akan tetapi, hal yang nampak disini adalah kurang seriusnya Pemerintah dalam menanggapi permasalahan lingkungan hidup. Jika kita telaah kembali gugatan citizen lawsuit yang diajukan oleh sekelompok masyarakat Kalimantan Tengah tersebut adalah gugatan yang berisi tentang permohonan agar Pemerintah menerbitkan berbagai peraturan dan optimalisasi terkait penanggulangan kasus karhutla.

Gugatan yang berisi tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan Pemerintah adalah tidak berbuat suatu yang diwajibkan oleh hukum. Lambatnya kinerja Pemerintah dibuktikan dengan tidak terselesaikannya kasus karhutla sejak tahun 1997, kerugian materil dan imateril yang diderita masyarakat, korban jiwa hingga merembetnya asap hingga ke negara tetangga.

Dalam kasus karhutla tersebut yang menjadi dasar permohonan gugatan oleh para pemohon adalah realitas bahwa masih belum optimalnya penanganan dan penanggulangan kasus karhutla yang terjadi di Kalimantan Tengah. Para pemohon menggugat hal tersebut adalah konsekuensi logis, dimana Pemerintah selaku pelaksana organisasi negara yang wajib memenuhi hak warga negaranya, salah satunya hak atas lingkungan yang sehat. Lantas mengapa Pemerintah harus bersikeras untuk terus mengajukan upaya hukum?

Egoisme Pemerintah

Jika didasarkan alasan Pemerintah sudah berusaha secara aktif untuk menyelesaikan permasalahan karhutla di Kalimantan Tengah, dengan adanya gugatan ini justru Pemerintah akan terbantu terkait sektor-sektor mana yang dirasa kurang dalam pelaksanaannya.

Baik itu secara substansi hukum dalam bentuk peraturan ataupun secara infrastruktur dalam bentuk penyediaan fasilitas dan aparat yang memadai. Meski terdengar alasan lain yaitu Pemerintah tidak mau dianggap tidak mampu mengatasi permasalahan ini oleh negara tetangga. Namun dengan mengakui kelalaian dan menerima permohonan gugatan sejak tingkat pertama. Masyarakat luas akan menilai Pemerintah mengakui kelalaiannya dan siap untuk merubahnya kedepan.

Perumpamaan proses hukum dalam kasus ini, ibarat seorang anak yang mengingatkan ayahnya yang berlaku salah untuk berperilaku baik. Akan tetapi karena si ayah merasa memiliki kekuasaan besar dan sebagai kepala rumah tangga, lalu tidak mau disalahkan serta merasa selalu benar.

Padahal niat anaknya hanya mengarahkan si ayah untuk berperilaku sebagaimana seharusnya. Disini sekelompok warga yang mengajukan citizen lawsuit ibarat si anak dan Pemerintah ibarat si ayah. Egoisme si ayah yang terlalu besar hingga lupa bahwa si anak hanya mengingatkan saja, sebagaimana kewajibannya sebagai anak.

Dalam penegakkan hukum seharusnya yang menjadi orientasi bagi para penyelenggara negara adalah demi mewujudkan tujuan hukum yaitu kepastian, kemanfaatan dan keadilan. Dalam konteks kasus ini, penegakkan hukum lingkungan baik secara substansi hukum maupun struktur hukum harus diutamakan. Demi kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan masyarakat luas, Pemerintah harus menyingkirkan egoisme yang ada demi kepentingan yang lebih besar.

Pemerintah Harus Bijaksana

Permasalahan Karhutla yang terjadi di Kalimantan Tengah mulai terjadi secara massif pada tahun 1997. Permasalahan yang telah terjadi selama belasan tahun ini menjadi dasar diajukannya gugatan tersebut.

Melihat dampak yang timbul akibat Karhutla yang sangat besar baik secara materil maupun imateril, dampak secara ekonomis hingga kesehatan masyarakat dan tentunya bagi lingkungan hidup itu sendiri, Pemerintah selaku pelaksana otoritas penyelenggara negara harus bertindak secara aktif dalam penyediaan lingkungan hidup yang sehat.

Lantas melihat sikap pemerintah saat ini, timbul keraguan apakah Pemerintah memiliki keseriusan dalam penanganan permasalahan lingkungan dan penegakan hukum lingkungan.

Seharusnya Pemerintah paham betul dengan posisinya sebagai “ayah” dari seluruh masyarakat sebagai “anak”. Disinilah kebijaksanaan Pemerintah harus ditunjukan, memang tidak mudah mengakui kesalahan dan berbenah dalam waktu bersamaan. Belum lagi menimbang pandangan negara tetangga dalam kasus ini.

Egoisme Pemerintah harus segera disingkirkan. Utamakan prinsip pembangunan berkelanjutan dan prinsip penegakan hukum lingkungan . Turunkan tendensi dan pahami betul keinginan masyarakat.

Manusia bukanlah pusat kehidupan, lingkungan hidup bukan hanya dikuasai negara sehingga sangat perlu kedepannya bagi kita semua agar mengambil bagian dalam upaya pelestarian lingkungan demi masa depan generasi mendatang.

Daffa Prangsi Rakisa Wijaya Kusuma
Daffa Prangsi Rakisa Wijaya Kusuma
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Staff Peneliti Pusat Studi Hukum (PSH) FH UII, dan Head of Research and Development Jong Indonesische Progam (JIP)
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.