Sabtu, April 20, 2024

DPR, Dewan Perwakilan Ragu-Ragu?

Dinamika badan eksekutif dan yudikatif di Jakarta—jika tidak di Indonesia—kerap menjadi sorotan belakangan ini. Nah, bagaimana dengan DPR, badan legislatif kita saat ini?

Sebagai latar belakang, dulu saya adalah relawan WikiDPR angkatan pertama. WikiDPR sendiri adalah organisasi independen berisi anak-anak muda yang berkomitmen untuk mengawasi kinerja lembaga pengawasan di negara kita ini, memberikan laporan langsung via Twitter tentang performa anggota-anggota legislatif saat sedang rapat. Namun, pandangan yang akan saya bawa adalah murni dari diri saya dan tidak mewakili organisasi mana pun. Saya akan mengupas beberapa bagian yang saya alami ketika saya turun sebagai relawan dulu.

Anggota DPR menghadiri Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5). Pada rapat Paripurna dengan agenda mendengarkan pandangan fraksi terhadap keterangan pemerintah mengenai kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok fiskal RAPBN 2018 itu sebanyak 327 anggota dewan tidak hadir dan diwarnai aksi “walk out” fraksi PKS menolak Fahri Hamzah memimpin sidang. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/kye/17

Saya turun menjadi relawan karena saya benar-benar buta mengenai apa bentuk perjuangan anggota DPR terhadap hidup saya, atau setidaknya daerah saya. Sebelumnya, skema pikiran saya sudah dipenuhi opini negatif mengenai anggota DPR. Jelas saja, sejauh saya ingat, pemberitaan media mengenai DPR dominan negatif. Tetapi ada beberapa hal yang luput, dan saya hendak memberikan alternatif tersebut. Ada beberapa anggota DPR atau momen DPR yang bagi saya sesungguhnya baik dan patut diapresiasi.

Pertama, menurut opini saya, Rahayu Saraswati anggota Komisi VIII fraksi Partai Gerindra merupakan salah satu anggota legislatif yang memiliki performa baik. Salah satu kebiasaan Rahayu Saraswati yang saya garisbawahi adalah persiapan sebelum rapat. Rahayu Saraswati adalah anggota legislatif yang membaca terlebih dahulu bahan rapat sebelum dimulai. Kebiasaan ini memberi implikasi positif dari kualitas pertanyaan, efektivitas dialog antara dirinya dan mitra, serta efisiensi waktu dalam bertanya atau pun menanggapi. Rahayu Saraswati juga kerap langsung mengidentifikasi pertanyaan yang dapat langsung direspon dan pertanyaan yang membutuhkan jawaban tertulis.

Kedua, Johnny G. Plate dari fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) juga mendapat highlight saya pada saat rapat paripurna. Pada masa itu, DPR sedang meributkan mengenai Dana Aspirasi pada sidang paripurna, Juni 2015 ketika membahas mengenai rencana APBN 2016. Salah satu anggota legislatif yang dengan tegas menolak Dana Aspirasi dalah Johnny Plate.

Dalam kesempatannya berbicara, ia menyampaikan bahwa dana tersebut rentan penyelewengan. Salah satu argumen kuat yang ia lontarkan juga adalah kekhawatiran bahwa garis eksekutif dan legislatif terancam blur bila DPR pun mendapat dana tersebut—yang berarti DPR akan membentuk program sebagai solusi di daerah konstituennya. Setelah beliau walk out dari sidang tersebut, ia menekankan bahwa dana tersebut memang tidak perlu, terlebih pemerintah akan menambah dana bagi daerah. Sikap politik ini, bagi saya, mewakili aspirasi saya.

Ketiga, Nihayatul Wafiroh, anggota Komisi IX dari fraksi PKB yang tegas memperjuangkan pembatalan tes keperawanan bagi polwan pada saat itu. Ninik, demikian ia kerap disapa, juga melawan pola pikir yang menyalahkan korban pada kasus-kasus pelecehan seksual hingga pemerkosaan.

Ninik menekankan bahwa pola pikir adalah hal utama yang harus diubah untuk menangani masalah pelecehan seksual tersebut. Pada rapat-rapat yang berkaitan dengan kesehatan, Ninik kerap menyebutkan pentingnya peran dan pemberdayaan Puskesmas dalam membantu mewujudkan cita-cita kesehatan Indonesia—sementara, Ninik menilai bahwa Puskesmas saat ini justru kurang diperhatikan dan kurang difungsikan.

Selain figur, terdapat satu rapat yang paling saya ingat, yang secara substansial, bagi saya benar mewakili suara rakyat. Rapat tersebut merupakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Badan Anggaran DPR dengan pemerintah terkait Anggaran Belanja Pusat. Saya melihat ada beberapa poin baik yang disampaikan oleh anggota DPR.

Pertama, DPR melihat bahwa pemerintah menyusun anggaran dengan gaya bisnis, dan kurang memperhatikan antisipasi dari segi kebijakan. Saya pun mendengar bahwa anggota Banggar pada saat itu menekankan apresiasi terhadap SDM unggul harus diberikan, bukan hanya perhatian kepada pemenang-pemenang perlombaan akademis tingkat olimpiade saja. Ketiga, anggota Badan Anggaran DPR meminta dasar penjelasan ketika pemerintah hendak meningkatkan target di beberapa sektor, padahal secara data, existing target yang lebih rendah saja belum terpenuhi.

Namun saya juga tidak bisa mengatakan bahwa DPR benar-benar baik. Rekan-rekan dapat membuktikan sendiri bagaimana kehadiran anggota DPR dari informasi yang sudah beredar dalam berita atau pun review dari data WikiDPR. Jumlah penyelesaian undang-undang yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) juga belum mencapai target. Selain performa kehadiran dan tugas pembuatan undang-undang, pemilihan ketua suatu lembaga atau badan melalui proses fit and proper test dari DPR juga belum bisa saya percaya sepenuhnya.

Buka-bukaan saja, waktu itu saya mengikuti pemilihan anggota Komisi Yudisial. Ada satu calon yang qualified dalam pandangan saya sebagai publik. Calon tersebut mengatakan bahwa pendidikan hukum di Indonesia harus diperbaiki dan check and balances antara sesama badan yudikatif harus diperkuat, termasuk untuk Komisi Yudisial.

Namun, orang tersebut tidak terpilih, bahkan ketika anggota Komisi Yudisial dinyatakan masih mencari dua kandidat lagi setelah proses fit and proper test. Beberapa anggota terpilih, meski saya tidak dalam kapasitas mengatakan mengenai kualitas mereka karena jelas saya bukan ahli hukum, namun dari jawaban yang diberikan saaf FPT, figur yang tidak lulus itu jelas memiliki jawaban yang kuat dan visi yang baik. Saya merasa kecewa dengan Komisi III pada saat itu, dan mulai berpikir apakah otak saya yang total tidak ‘sampai’ pada pemikiran para wakil rakyat, atau memang mereka sedang tidak mewakili saya?

Masalah mengenai DPR dan bagaimana langkah di DPR sering kali berseberangan dengan perspektif publik, pengamat, atau media sudah banyak dibahas. Masalah yang datang dari anggota DPR sendiri juga tidak kalah banyak. Saya memang sudah tidak turun lagi secara langsung untuk mengawasi anggota-anggota dewan.

Namun, di tengah-tengah riuhnya dinamika politik Indonesia, saya masih akan terus inget peran utama dan komitmen prolegnas yang dilontarkan sendiri oleh DPR. Saya rasa dinamika yang terjadi saat ini tidak bisa menjadi justifikasi kinerja anggota DPR melambat. Selama seluruh dinamika dalam negara ini berjalan, saya masih akan terus mencari konfirmasi apakah publik masih masuk dalam hitungan anggota dewan dalam mengambil tindakan.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.