Selasa, April 23, 2024

Ditinjau dari Studi Perilaku Politik, Kenapa Golput?

Yeni Cahyani Aprilianti
Yeni Cahyani Aprilianti
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

​​​​Di Indonesia yang merupakan negara demokrasi partisipasi politik masyarakat menjadi sebuah komponen yang paling utama. Partisipasi politik juga dipercaya sebagai alat untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang diharapkan. Dari berbagai bentuk partisipasi dalam politik, salah satu yang paling dasar adalah memberikan suara dalam pemilihan umum (pemilu).

Namun faktanya dari setiap pemilu yang pernah dilaksanakan di Indonesia tidak pernah luput dari orang yang tidak ikut berpartisipasi untuk memberikan suaranya atau biasa disebut dengan Golongan Putih (Golput).

Dalam memahami fenomena Golput ini kita akan merujuk pada suatu cabang ilmu politik yang disebut dengan studi perilaku politik. Dimana dalam studi perilaku politik mencoba mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam berpartisipasi dalam politik.

Secara garis besar terdapat 3 Model dalam perilaku politik, yaitu model sosiologis, model psikologis, dan model pilihan rasional. Pada pembahasan kali ini kita akan menganalisis fenomena golput berdasarkan pada model pilihan rasional.

Model Pilihan Rasional

Menurut model pilihan rasional manusia merupakan makhluk rasional, dimana sikap dasar dari makhluk rasional adalah kalkulasi untung-rugi yang menjadi dasar setiap tindakannya. Setiap tindakan yang dilakukan oleh masyarakat ditujukan untuk mencapai tujuan yang dapat memenuhi kepentingannya dengan menekan ongkos serendah-rendahnya dan meraup keuntungan setinggi-tingginya.

Dengan kata lain, setiap tindakan warga didasarkan atas motif mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya. Pertanyaan yang kerap diutarakan oleh para pemilih rasional adalah “Jika bisa mendapatkan barang tanpa mengeluarkan ongkos, mengapa harus mengeluarkan ongkos?”

Pertanyaan tersebut muncul dikarenakan menurutnya memilih dan tidak memilih tidak memberikan intensif personal pada si pemilih dalam artian keduanya memiliki nilai yang sama. Hal ini yang disebut dengan istilah “barang publik” dan berlaku untuk publik, dimana antara memilih dan tidak memilih tetap mendapatkan hasil yang sama.

Contoh sederhananya adalah warga yang tidak ikut memilih tetap dapat menikmati fasilitas maupun kebijakan yang dibuat oleh presiden. Dalam artian “barang publik” tidak menilai seberapa besar partisipasi warga terhadap terwujudnya pemenang tersebut.

Jadi menurut model pemilih rasional keikutsertaan dalam memilih perlu mengeluarkan ongkos, ongkos disini tidak melulu berupa uang tetapi juga berupa tenaga dan waktu hanya untuk hasil yang sama.

Ini menjadi evaluasi bagi pemerintahan bagaimana merubah pola pikir masyarakat yang beranggapan bahwa berpartisipasi dalam politik dengan memberikan hak suara ketika  pemilu itu sesuatu yang tidak penting dan tidak ada gunanya. Ini tidak hanya menjadi tugas pemerintahan saja, tetapi tugas kita semua sebagai masyarakat yang patuh bernegara.

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendongkrak kembali keinginan masyarakat untuk meninggalkan golput dan ikut serta berpartisipasi dalam pemilu bisa melalui sosialisasi politik, pendidikan politik, dan diskusi politik.

Yeni Cahyani Aprilianti
Yeni Cahyani Aprilianti
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.