Perkembangan teknologi yang sudah tak terbendung bukan hal yang tabu bagi semua orang saat ini. Penerimaan informasi dari segala sumber mudah didapatkan melalui berbagai media informasi yang ada. Apalagi ditengah pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini. Teknologi bukan hal yang tabu bagi semua orang, bahkan seakan menjadi nadi kehidupan.
Pandemi Covid-19 memaksa manusia untuk bisa adaptasi dengan pelbagai kebiasaan baru. Upaya pemanfaatan media hingga penerimaan informasi dari segala sumber mudah didapatkan melalui berbagai platform digital yang tersedia dewasa kini. Keterbukaan data terhadap public menjadi salah satu focus masyarakat terhadap segala permasalahan yang terjadi pada masa ini.
Masyarakat dihadapkan dengan penyebaran wabah yang menjadi momok serius di tengah kondisi yang kian hari kian bertambah jumlah suspect terhadap Covid-19. Berbagai upaya pemerintah menertibkan masyarakat telah dilakukan mulai dari larangan bepergian keluar kota tanpa surat bebas Covid, penerapan PSBB, hingga anjuran Work From Home (WFH).
Cara-cara yang telah dilakukan oleh pemerintah pun tidak serta merta dalam sekejap membuahkan hasil yang maksimal. Penderita covid baik yang suspect hingga positif mengalami kurva naik turun di setiap daerah di Indonesia. Melihat Covid 19 merupakan wabah yang penyebarannya dapat melalui kontak langsung dengan suatu benda maupun orang membuat semua orang harus waspada dalam hal apapun.
Landasan Hukum
Kewaspadaan masyarakat dengan menjaga diri dari kontak langsung terhadap penderita maupun karier tentu memerlukan data yang konkret terkait perkembangan virus corona. Pokok permaslaahan dari pandemi ini ialah penyebaran wabah tanpa gejala menjadi yang sangat membahayakan.
Publik perlu mengetahui informasi penting terhadap berapa banyak orang yang telah terjangkit covid, yang berpotensi terdampak, di daerah mana saja, dan karena apa. Mulai dari seberapa parah penyebaran hingga pasien–pasien yang terpapar dengan gejala maupun tanpa gejala. Menurut UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Terdapat pada Pasal 10 ayat 1 menyebutkan bahwa ‘Badan Publik wajib mengumumkan secara serta – merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum’ artinya pemerintah wajib menyebarkan informasi yang berkaitan dengan hal – hal yang mengancam masyarakat, karena saat ini covid sedang meluas sehingga memaksa pemerintah untuk terus menyiarkan mengenai bahaya covid 19 dan pasien – pasiennya.
Tentunya permasalahan keterbukaan data yang dilakukan oleh pemerintah menjaga keamanan masyarakat dari bertambahnya pasien terdampak covid sempat menimbulkan beberapa permasalahan lain. Ada beberapa hal yang sempat menjadi pembahasan serius di tengah situasi Covid yang kian memanas. Selain memperhatikan orang-orang yang belum terdampak agar tidak terjangkit, tentu data harus diberikan secara transparan.
Namun disisi lain rasa takut dan beban mental akan dirasakan oleh seseorang yang menjadi pasien covid karena akan merasa dikucilkan oleh masyarakat. Bukan tanpa sebab, masyarakat bersikap mengucilkan seorang pasien covid karena penularan yang sangat sulit diprediksi bahkan tanpa gejala apapun.
Dilain sisi, pasien covid juga berhak atas data pribadi yang tidak ingin disebarluaskan kepada khalaya. Yang mana rahasia kesehatan pasien tentu wajib dijaga oleh pihak lembaga kesehatan sesuai dengan UU Pasal 57 ayat 1 yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
Taat Aturan
Hal tersebut jelas menjadi perdebatan antara kebutuhan keterbukaan informasi kepada publik dengan hak pasien terhadap kerahasiaan kondisi kesehatannya. Pandemic Covid memang cukup membuat kekacauan dalam segala aspek kehidupan social, ekonomi, politik di masyarakat. Sehingga pemerintah menetapkan pembatasan transparansi data pasien terjangkit untuk disebar luaskan.
Pemerintah hanya mengijinkan keterbukaan data pasien pada setiap daerah tanpa menyebut nama dan data pribadi untuk keamanan pasien dari pengucilan masyarakat. Selama protocol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah ditaati dan dijalankan dengan baik, tentu prosentase pasien terjangkit dapat semakin berkurang.
Karena bagaimanapun permasalaahan terhadap kecemasan penularan wabah ini sangat menganggu semua pihak. Tentang aturan kerahasiaan data pribadi pula memiliki ketentuan khusus dalam penyampaiannya sesuai dengan UU Pasal 57 ayat 2 yang menjaelaskan bahwa ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi dimana dimaksud dalam ayat satu tidak berlaku dalam hal perintah undang-undang, perintah pengadilan, izin yang bersangkutan, kepentingan masyarakat, atau kepentingan orang tersebut.
Dengan adanya peraturan yang berlaku, seluruh pihak diharapkan dapat dengan bijak memanfaatkan tata kelola informasi public yang beredar. Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah tidak dapat ditelan mentah-mentah karena rawan adanya variable permasalahan. Itu sebabnyakebijakan literasi informasi sangat diperlukan untuk menghadapi infodemi di tengah pandemic Covid 19.
Namun, terjadi kontra dalam hal ini. Dalam UU Pasal 57 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas rahasia kondisi Kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan. Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi Kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal tertentu.
Halini seperti Perintah undang–undang, Perintah pengadilan. Izin yang bersangkutan, kepentingan masyarakat atau kepentingan orang tersebut. Dengan adanya UU ini, ada beberapa orang yang tidak setuju dengan penyiaran mengenai pasien – pasien covid 19.
Bukan hanya itu, karena semakin banyaknya berita tentang covid 19 masyarakat Indonesia mengalami paranoid tentang covid 19. Banyak masyarakat yang mengalami stress akibat terlalu seringnya disiarkan berita perkembangan covid 19 di tv lokal. Oleh sebab itu, penyiaran mengenai covid mulai dikurangi oleh pihak tv.