Minggu, November 3, 2024

Dimensi Kurban dan Pembagiannya

Mochammad Abdul Kholiq
Mochammad Abdul Kholiq
Pembelajar kini, nanti.
- Advertisement -

Kurban merupakan satu dari sekian banyak syariat Islam yang memiliki dimensi kesejahteraan sosial secara langsung. Coba bandingkan dengan syariat lain, sholat misalnya menekankan rutinitas hamba dalam mengingat dan mengadu pada Allah SWT.

Sementara itu puasa Ramadhan yang dijalankan sebulan dalam rentan waktu setahun menitikberatkan pada proses perenungan untuk mensucikan diri. Berbeda dengan haji, ritus ini mengajak pemeluk agama Islam untuk menziarahi masa lalu dan mengingat kemurahan Sang Pencipta.

Dimensi kurban yang bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat, berkaitan tentang kesejahteraan sosial memiliki kesamaan dengan ritus zakat pada satu sisi dan perbedaan pada sisi yang lain. Zakat sebagai upaya penyucian diri dan harta juga mengandung semangat mensejahterakan sosial seperti halnya kurban. Bedanya, kurban memiliki benang merah yang cukup panjang melampaui batas agama dan budaya yang ada pada saat itu.

Hari Raya Kurban atau Idul Adha identik dengan kisah Nabi Ibrahim saat diminta Tuhan untuk menyembelih anaknya sendiri, Nabi Ismail. Dari ayat-ayat yang mengisahkan tentang kurban, penafsir Indonesia M. Quraish Syihab menganggap bahwa itu merupakan ujian kecintaan Nabi Ibrahim pada Allah SWT. Tidak hanya itu, pengarang Tafsir al-Misbah itu juga menjelaskan bahwa Allah SWT ingin mengatur tata cara berkurban.

Dalam penjelasannya, syariat kurban memiliki relevansi dengan pengorbanan manusia pada Tuhan. Nabi Ibrahim sendiri hidup ketika manusia di seluruh dunia mengorbankan manusia lain untuk dijadikan sesembahan. Di Mesir misalnya gadis cantik menjadi sesaji untuk Dewa Sungai Nil yang dianggap memberikan kesejahteraan dan kesuburan bagi masyarakat setempat. Berbeda dengan Mesir, di Kan’an Irak dulu di sana mempersembahkan bayi untuk Dewa Ba’al.

Di belahan dunia lain juga memiliki ritus yang hampir serupa. Suku Aztec di Meksiko misalnya, mengorbankan jantung manusia dan darah untuk Dewa Matahari. Lain halnya dengan Suku Viking di Eropa Timur, mereka mempersembahkan kepala suku untuk Dewa Perang yang disebut “odion”. Bahkan di Indonesia sendiri, khususnya suku Tengger dahulu kala memilih sesaji berupa manusia untuk kemudian dilemparkan ke kawah Gunung Bromo.

Dalam fase inilah kurban memiliki akar sejarah yang melampaui dimensi suku, budaya dan agama tertentu. Sehingga kurban tidak semata kerelaan manusia membuktikan cintanya pada Yang Maha Agung. Lebih dari itu, semangat kurban juga mengisaratkan betapa Allah SWT menghargai keturunan Nabi Adam a.s.

Sementara itu, membicarakan kurban tentu satu hal yang menjadi pertanyaan adalah berapa bagian orang yang berkurban. Sebelum membahas terkait bagian orang yang berkurban, ulama membagi kurban menjadi dua bagian, yaitu kurban wajib (bagi orang yang bernadzar) dan kurban sunnah (orang yang tidak bernadzar kurban). Adapun konsekuensi dari dua fenomena ini nantinya berbeda-beda.

Bagi orang yang bernadzar kurban atau kurban wajib, maka ulama dalam Fathul Mujibil Qorib melarang yang bersangkutan memakan dan mengambil daging kurban. Sementara itu, bagi orang yang kurban sunnah dipersilahkan mengambil sepertiga daging binatang yang dikurbankan.

“Orang yang berkurban tidak boleh memakan sedikitpun dari ibadah kurban yang dinadzarkan, tetapi ia wajib menyedekahkan seluruh bagian hewan kurbannya. Sementara itu orang diperbolehkan memakan sepertiga atau lebih sedikit dari daging kurban sunnah miliknya.”

- Advertisement -

Meskipun kedua jenis kurban itu memiliki perbedaan, pada konteks tertentu keduanya juga mempunyai kesamaan, seperti tidak diperbolehkannya orang yang berkurban menjual daging atau apapun berkaitan tentang binatang yang dikurbankan, “Orang yang berkurban –tidak boleh menjual daging kurban—sebagian dari daging, bulu atau kulitnya. Maksudnya, ia haram menjualnya dan tidak sah baik itu kurban wajib maupun kurban sunnah.” Wallahu a’lam.Oleh : Mochammad Abdul Kholiq

Mochammad Abdul Kholiq
Mochammad Abdul Kholiq
Pembelajar kini, nanti.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.