Kamis, April 25, 2024

Dilema Vaksinasi dalam Menghadapi Masa Transisi

Dani Ramdani
Dani Ramdani
Penulis adalah penyuka anime, tertarik dengan isu sosial, politik, hukum, dan pemerintahan. Email daniramdani126@gmail.com

Pandemi covid-19 telah membawa perubahan kebiasaan yang fundamental dalam kehidupan bermasyarakat. Selama masa pandemi, kebiasaan-kebiasaan di luar normal dilakukan dalam berbagai sektor, mulai dari kegiatan belajar mengajar, rapat, ibadah, hingga konser musik yang biasanya dilakukan dengan tatap muka kini beralih pada sistem digital.

Pada tahun 2020, kita berkutat dengan kebiasaan baru tersebut, tentunya mengalami kendala teknis terutama dalam koneksi internet. Kini tahun 2020, kebiasaan sebelum covid-19 diharapkan bisa kembali lagi yaitu dengan jalan vaksinasi. Pemerintah hingga kini tengan mempersiapkan vaksinasi tersebut.

Pemerintah telah mengeluarkan regulasi terkait vaksinasi, diantaranya Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 84 Tahun 2020. Berdasarkan Perpres tersebut, pemerintah mempunyai kewenangan untuk menerapkan jenis vaksin yang akan digunakan. Maka berdasarkan beberapa pertimbangan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, rujukan vaksin dari WHO, dan pertimbangan dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional, maka pemerintah menjatuhkan pilihan pada vaksin sinovac.

Rencananya pemerintah akan melakukan vaksinasi dalam beberapa tahap, tahap pertama akan dilakukan dalam rentang bulan Januari hingga bulan April mendatang. Merujuk pada Pasal 8 ayat 4 Permenkes di atas, maka sasaran atau prioritas penerima vaksin adalah sebagai berikut :

  1. Tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang yang bekerja pada fasilitas kesehatan, TNI, Polri, aparat penegak hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya.
  2. Tokoh masyarakat/agama, pelaku perekonomian strategis, perangkat daerah kecamatan, perangkat desa, perangkat rt/rw
  3. Guru/tenaga pendidik dari PAUD/TK, SD, SMP, SMA atau setingkat, dan perguruan tinggi
  4. Aparatur kementerian/lembaga, aparatur organisasi perangkat pemerintah daerah, dan anggota legislatif
  5. Masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi
  6. Masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya

Namun, upaya vaksinasi yang akan dilakukan oleh pemerintah mendapatkan pro dan kontra dalam masyarakat. Masyarakat menjadi dilema, banyak publik yang sangsi terhadap keampuhan vaksin tersebut hingga takut akan efek samping yang akan ditimbulkan.

Upaya Meyakinkan Masyarakat

Pemerintah berusaha meyakinkan masyarakat bahwa vaksin tersebut aman digunakan, maka untuk menambah kepercayaan publik beberapa kepala negara termasuk Presiden Joko Widodo bersedia menjadi orang pertama yang akan menerima vaksin, hal ini disampaikan dalam tweet pribadinya pada tanggal 16 Desember 2020 silam. Hal ini dilakukan agar masyarakat yakin, dan mau menerima vaksin tersebut.

Upaya pemerintah lainnya adaah dengan melakukan uji klinis. Uji klinis dilakukan untuk melihat efektifitas vaksin, saat ini uji klinis sedang berlangsung, nantinya hasil uji klinis tersebut akan diserahkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). BPOM akan menilai apakah vaksin tersebut layak untuk diedarkan atau tidak.

Kemudian setelah itu, upaya untuk meyakinkan masyarakat lainnya adalah sertifikasi hal oleh MUI. Sertifikasi ini sangat penting guna menambah kepercayaan masyarakat. Selain sertifkasi hala, menurut hemat penulis MUI kiranya perlu mengeluarkan fatwa terkait vaksinasi ini, hal ini perlu dilakukan sebagai landasan hukum dari segi keagamaan, mengingat masih ada masyarkat yang tabu akan vaskinasi.

Misalnya masih ada masyarakat yang menganggap imunisasi hukumnya haram. Dengan adanya fatwa tersebut hal itu bisa dihindarkan mengingat telah ada dasar hukum, yaitu fatwa MUI. Peran pemuka agama penting di sini, mengingat tokoh agama mempunyai keduduka tersendiri dalam masyarakat sehingga ucapan tokoh agama seting kali diikuti, untuk itu sosialisasi vaksinasi yang melibatkan tokoh agama bisa memberi kepercayaan lebih bagi masyarakat yang masih ragu terhadap vaksinasi ini.

Perlindungan Hukum Penerima Vaksin

Sebagai negara yang mengaut konsep negara hukum, maka segala kebijakan pemerintah harus berdasarkan hukum bukan berdasarkan kekuasaan semata. Regulasi terkait vaknsinasi ini telah ada, namun khusus untuk penerima vaksin sendiri seharusnya ada regulasi tersendiri.

Perlindungan hukum bagi penerima vaksin penting, hukum menjadi jaminan bagi keselamatan penerima vaskin. Masyarakat pada umumnya enggan menerima vaksin karena takut akan efek samping yang akan dituimbulkan oleh vaskin tersebut. Untuk mengantasipasi itu alangkah baiknya pemerintah memberikan payung hukum kepada penerima vaksin.

Dilansir dari CNN Indonesia, seorang asisten bedah anak di Porto, Portugal dilaporkan meninggal dunia dua hari setelah mendapatkan suntikan vaksin corona buatan Pfizer.

Artinya setiap vaksin memiliki efek samping tertentu, tidak menutup kemungkinan dengan vaksin sinovac. Untuk itu, pemerintah sejatinya memberikan perlindungan hukum yang jelas bagi penerima vaksin, jika uji klinis menunjukan hasil yang positif dan tidak menimbulkan efek samping yang fatal, maka harus diikuti oleh regulasi yang kuat terhadap penerima vaksin guna memberikan rasa aman karena telah ada payung hukum yang jelas.

Namun, yang harus jelas di sini adalah penanggungjawab dari vaksinasi ini, apakah Kemenkes, Pemerintah, atau Bio Farma? Badan manakah yang mempunayi tanggungjawab penuh terhadap vaksinasi ini, jangan sampai jika ada kejadian tersebut hanya akan saling lempar tanggungjawab, sehingga yang didapat masyarakat adalah kerugian semata.

Jika undang-undang memerlukan waktu lama, Presiden mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan Perppu dan peraturan lainnya yang bisa dibuat tanpa melibatkan DPR, di dalam aturan tersebut haruslah diatur mengenai ganti kerugian dan lembaga yang bertanggungjawab atas vaksinasi ini jika vaksin tersebut menimbulkan efek samping yang berat, perlindungan warga negara merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah, hal ini telah diatur dalam konstitusi kita.

Jadi kesiapan vaksinasi ini sleain dari uji klinis, izin BPOM dan sertifikasi halal MUI harus diikuti oleh regulasi bagi penerima vaksin, artinya pemerintah harus benar-benar siap dari segala aspek baik itu dari segi kesehatan maupun regulasi. Jangan sampai tujuan mulia yaitu menyelamatkan warga justru melenceng dan mengakibatkan kerugian bagi masyarakat, sebab keselamatan warga negara merupakan hukum tertinggi.

Dani Ramdani
Dani Ramdani
Penulis adalah penyuka anime, tertarik dengan isu sosial, politik, hukum, dan pemerintahan. Email daniramdani126@gmail.com
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.