Jumat, April 26, 2024

Dilema Intelektual Muslim dalam Revitalisasi Peradaban Tauhid

Lu'luatul Awaliyah
Lu'luatul Awaliyah
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris 2017 Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia

Pembahasan tentang peradaban memang tidak akan ada habisnya, khususnya peradaban Islam. Pada masanya, Islam pernah menjadi sistem aturan hidup yang memberi kesejahteraan, kebahagiaan serta kegemilangan bahkan hingga tiga belas abad lamanya menaungi dua per tiga dunia.

Islam mampu melahirkan ilmuwan-ilmuwan mumpuni, yang tidak hanya intelektual saja namun juga paham agama. Seperti halnya Ibnu Sina dan Al Battani yang ahli dalam bidang kedokteran dan trigonometri.

Islam bukan sekedar agama hukum (din as-syari’ah), namun Islam juga hadir sebagai sebuah peradaban dan pengetahuan. Sebagai agama peradaban, tradisi Islam selama tiga belas abad telah menjadi bagian penting dalam peradaban dunia. Jejak peradaban ini masih monumental, dari kawasan Timur Tengah, Andalusia, Ottoman, Asia, hingga Nusantara.

Peradaban dalam teori Ibnu Khaldun adalah ilmu pengetahuan. Beliau mengungkapkan bahwa “tanda wujudnya suatu peradaban adalah berkembangnya ilmu pengetahuan”. Bahkan, maju dan mundurnya suatu peradaban tergantung pada berkembang atau tidaknya ilmu pengetahuan. Pada hakikatnya, cikal bakal ilmu pengetahu­an dalam Islam merupakan konsep-konsep kunci dalam wahyu yang ditafsirkan kedalam berbagai bidang dan akhirnya berakumulasi dalam bentuk peradaban yang kokoh.

Sebenarnya, saat orang Eropa menganggap penyakit Herpes merupakan sebuah kutukan dari Iblis, orang Islam sudah menemukan obatnya. Selanjutnya ketika terjadi perang salib, banyak tentara Romawi kagum terhadap kompas yang dibuat oleh para mujahid Islam yang saat itu dipimpin oleh Shalahuddin Yusuf Al-Ayubi. Begitulah output intelektual muslim pada masa kegemilangan.

Lalu, bagaimanakah pemuda muslim saat ini? pemuda muslim saat ini tidak lagi menjadikan Islam sebagai poros kehidupan. Mereka telah menjadikan sekularisme sebagai akidah dan liberalisme sebagai aturan hidup. Faktanya, muslim saat ini sedang mengalami perang ghazwul fikr atau intellectual aggression yang bermusuhkan materialisme dan sekularisme dunia modern.

Musuh peradaban Islam berusaha memadamkan lentera Islam, menyembunyikan keagungannya, menyesatkan para pengikutnya, melenyapkan hukum hukumnya dan melemahkan bala tentaranya serta menyelewengkan ajarannya dengan cara mengurangi, menambahi, atau memberi interpretasi yang tidak semestinya. Situasi ini masih berlanjut dengan lenyapnya Islam dalam pentas politik, terbengkalainya Islam pada skala internasional serta tercabik-cabiknya tentara kaum muslimin dan jatuhnya bangsa ini ke dalam genggaman kaum kafir dalam keadaan tak berdaya.

Dimensi masa membentang panjang, bagian dari spektrum kehidupan. Batas dunia memberi tanda, bahwa insan semesta akan melalui masa yang tiada penghujungnya.Apabila seorang intelektual muslim hanya berpangku tangan saja, maka dunia akan tenggelam. Keadaan yang menghawatirkan ini merupakan akibat langsung dari umat Islam yang meninggalkan agamanya. Mereka mengatur seluruh aspek kehidupan dengan pola pikir Eropa, sebagai akibat dari pengaruh westernisasi, yang mengakibatkan mereka lupa akan jati dirinya sebagai seorang muslim.

Maka tidak salah jika Muhammad Abduh mengatakan “Aku berjalan-berjalan ke berbagai negri di Eropa, aku temukan Islam dan tak aku temui kaum muslimin. Dan aku berjalan-jalan ke berbagai negri di Asia, aku temukan banyak sekali muslim tapi aku tak melihat Islam bersama mereka”.

Prof. Dr. Ali Gomaa Muhammad dalam bukunya Al-Madkhal ila Dirasah al-Madzahib al-Fiqhiyah, menyatakan bahwa Peradaban Islam tidaklah mati, namun hanya tertidur saja. Sesuatu yang tidur pasti akan bangun kembali”. Pernyataan ini memberikan harapan besar kepada para pemuda muslim untuk membangkitan peradaban Islam. Akan tetapi kebangkitan peradaban itu, membutuhkan proses dan waktu yang lama.

Sejak zaman dahulu, pemuda merupakan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji panjinya.  Peradaban Islam akan bangkit tergantung pada revolusi intelektualnya. Tugas pemuda dalam membangkitkan kembali peradaban Islam bukanlah tugas yang mudah. Mereka harus siap untuk tempur dalam menjawab tantangan-tantangan ideologi, eksploitasi kekayaan alam, invasi ekonomi, politik dan kebudayaan.

Inilah saatnya, intelektual muslim menyadari bahwa mereka adalah bagian dari umat yang terbaik, yang harus menghadirkan  karya-karya terbaik. Inilah saatnya mengintegrasikan potensi yang mereka miliki, untuk menyelesaikan problematika umat. Yakinilah akan janji Allah subhanahu wata’ala dan bisyarah yang disampaikan Rasulullah shollallohu’alaihi wasallam, bahwa Islam kan kembali berjaya. Hanya waktu yang akan menjawabnya, sebab waktu laksana angin yang tak bisa diminta untuk kembali. Terus berhembus, tak terhenti. Wallahu a’lam bishawab.

Lu'luatul Awaliyah
Lu'luatul Awaliyah
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris 2017 Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.