Rabu, April 24, 2024

Dibalik Pengusiran Diplomat Rusia

Nurlely Dhamayanti
Nurlely Dhamayanti
Mahasiswa Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta Anggota Lembaga Pers Mahasiswa Institut UIN Jakarta

Kritisnya mantan petugas intelijen militer Rusia, Sergei Skripal di Salisbury telah menimbulkan berbagai spekulasi di berbagai negara belahan dunia. Pasalnya, Sargei beserta putrinya, Yulia Skripal diduga teracuni zat syaraf di tengah pusat perbelanjaan, Minggu (BBC, 4/3/2018). Selain itu, banyaknya tudingan miring terhadap Rusia sebagai dalang kejadian, turut menambah spekulasi yang ada.

Tudingan itu datang dari berbagai negara, tak terkecuali Inggris. Perdana Menteri Inggris, Teresa May mengatakan akan merespon dengan tepat apabila Rusia terbukti berkontribusi atas serangan zat syaraf itu (CNN Indonesia 2018). Tudingan ini bukan tanpa sebab, mengingat  2006 lalu Sergei dipenjara akibat terbukti menyerahkan dokumen agen rahasia Rusia di Eropa kepada Dinas Intelijen Rahasia Inggris, MI6.

Kejadian ini pun berdampak pada pemulangan diplomat Rusia oleh beberapa negara Eropa. Melansir dari laman cnnindonesia.com, Amerika Serikat akan memutuskan pengusiran 60 diplomat Rusia sekaligus menutup Konsulat Jenderal Rusia di Seattle. Begitupula dengan Inggris yang mengusir 23 diplomat Rusia. Tak hanya itu, Italia pun mengusir dua diplomat Rusia sebagai bentuk solidaritasnya pada Inggris dan Uni Eropa (CNN Indonesia 2018).

Pengusiran diplomat Rusia oleh beberapa negara di dunia tentu dapat mengancam hubungan bilatereal antar negara. Pasalnya, hal ini dapat menjadi tanda kurangnya rasa kepercayaan antar negara satu sama lain. Ketika kepercayaan ini mulai hilang maka dapat merusak kerjasama yang sudah terjalin, bahkan menghancurkan kerjasama- kerjasama yang akan datang di kemudian hari.

Meskipun begitu dalam Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan Konsuler, setiap negara diberi hak untuk mengusir atau menolak diplomat yang dicalonkan atau yang sudah menjalankan tugasnya di negara penerima. Artinya, negara manapun memang diberikan keleluasan ketika terjadi permasalahan dengan diplomat lain di negaranya. Terutama apabila sang diplomat sudah mencampuri urusan dalam negeri negara penerima (Tirto 2017).

Namun, pengusiran diplomat saat ini lebih menunjukkan kearah konflik kepentingan antar negara. Ketika diplomat negara lain diusir oleh negara penerima bisa jadi sebagai tanda meregangnya hubungan antar kedua negara tersebut. Meskipun, alasan yang disebutkan tidak tercantum dalam Konvensi Wina 1961. Sehingga dapat dikatakan, pengusiran diplomat bisa saja didasari adanya kekecewaan terhadap tindakan negara lain, yang secara langsung maupun tidak langsung mengecewakan negara penerima.

Seperti halnya contoh di atas, Italia sebagai negara yang bisa dibilang tidak ada sangkut pautnya dengan Rusia dan Inggris. Justru ikut-ikutan mengeluarkan diplomat Rusia, dengan dalih solidaritas. Ketika negara yang tidak bermasalah turut ambil sikap yang sama dengan Italia, maka bukan tak mungkin akan menimbulkan ketegangan baru antar negara pengikut Italia dengan Rusia. Belum lagi, ketika dihadapkan dengan negara-negara sekutu Rusia.

Dampak lain yang dirasakan pun tak hanya dalam segi diplomasi, keputusan pengusiran diplomat pun dapat merambah ke bidang ekonomi. Umumnya ketika negara sedang dihadapi konflik dengan negara lain, maka kecenderungan untuk dapat mengancam atau menarik diri dari pergaulan dan kerjasama internasional menjadi berkurang. Gunanya, mengetahui sejauh mana negara lain bisa hidup tanpa kerjasama dengan negaranya.

Seperti dalam kasus ini, negara pengusir diplomat Rusia tak sedikit yang masuk ke dalam Uni Eropa. Ketika hubungan Rusia dan negara-negara Uni Eropa menegang, maka mungkin saja akan terjadi sanksi ekonomi kembali terhadap Rusia. Mengingat sebelumnya, pada 2014 Rusia pernah dijatuhkan sanksi ekonomi oleh Uni Eropa dan baru saja berakhir 31 Januari 2018 silam (CNN Indonesia 2017).

Begitupula di bidang militer. Pengalaman sejarah saat Perang Dingin telah membentuk Inggris dan Rusia menjadi dua kubu yang terpisah. Sepertinya kejadian akhir-akhir ini pun menjadi bukti bahwasannya kubu-kubu tersebut masih berjalan. Dikutip dari tempo.co Menteri Pertahanan Inggris, Gavin Williamson mengatakan akan memasang radar baru guna menangkal ancaman Rusia, Jumat (26/1). “Kami akan selalu melindungi langit kami dari agresi Rusia,” tutur Williamson, Jumat (Tempo, 26/1/2018).

Banyaknya konflik-konflik antara Rusia dengan negara lain, hendaknya dapat dijadikan contoh negara lainnya. Bahwasanya dalam menjalani hubungan antar negara selalu dihinggapi kepentingan pribadi negara yang berbeda-beda. Maka penting bagi suatu negara untuk dapat menghormati dan menghargai kebijakan negara lainnya. Tujuannya, agar tatanan global terbebas dari adanya kecurigaan, yang pada akhirnya akan memecah belah hubungan yang telah dibangun.

Tiap negara pun hendaknya dapat menentukan sikap terbaik dan paling tepat dalam merumuskan kebijakan. Kebijakan yang akan ditetapkan haruslah melalui proses dan kajian yang mendalam. Sebab, apapun kebijakan yang telah diputuskan suatu negara tentu akan berdampak pada masyarakat yang ada di dalamnya. Bukan hanya itu saja, dampaknya pun dapat dirasakan pula oleh negara lain dan masyarakat internasional di seluruh dunia.

Nurlely Dhamayanti
Nurlely Dhamayanti
Mahasiswa Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta Anggota Lembaga Pers Mahasiswa Institut UIN Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.