Jumat, Mei 3, 2024

Dibalik Netralitas Mahfud MD

David F. Butar Butar
David F. Butar Butar
Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Parapat - Medan

Negarawan merupakan sebutan yang pantas bagi siapa-siapa yang memberi sumbangsih besar bagi negaranya, ahli dalam kenegaraan, dan atau berkontribusi dalam dinamika pembangunan negara dari berbagai aspek.

Jikalau ada tabulasi atas daftar nama-nama para tokoh tersebut, pastilah tertulis nama seorang ahli hukum tata negara yang handal yakni Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD. Salah satu jabatan tertinggi dibidang hukum pernah didudukinya yaitu sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pada periode tahun 2008 hinga 2013 yang setelahnya digantikan oleh Akil Mochtar.

Dalam karir politik dan pemerintahannya, Mahfud MD pernah terpilih menjadi Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Indonesia dan Menteri Pertahanan Indonesia pada masa pemerintahan Gus Dur.

Menjadi anggota legislatif pun pernah dijajakinya pada periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dengan menempati komisi III dan wakil Ketua Badan Legislatif dan yang terakhir adalah sebagai Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Indeologi Pancasila yang dibentuk pada masa pemerintahan Jokowi berdasarkan Perpres Nomor 7 Tahun 2018.

Mahfud MD tercatat pernah ikut dalam tim pemenangan pada perhelatan Pilpres 2014 lalu, dimana Ia didaulat sebagai Ketua Tim Pemenangan pasangan Prabowo-Hatta. Namun dalam dinamika yang terjadi, terpilihnya Jokowi-JK pada Pilpres tersebut mampu menarik sejumlah tokoh yang dulunya ada dikubu seberangnya. Termasuk Mahfud MD yang sekarang menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi-Jk dan siap mendukung untuk Jokowi dua periode. Namun atas dinamika politik yang terjadi, Mahfud MD dengan tegas menolak sebagai bagian dari Tim Pemenangan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Ma’ruf pada kontestasi Pilpres 2019 Mendatang dengan alasan bagian dari penyelenggara negara harus bersikap nertral. 

Mahfud MD dalam Manuver Politik Jokowi

Tanggal 9 Agustus 2018 telah sah dideklarasikan oleh kubu Jokowi dan para Parpol pendukungnya bahwa yang mendampingi Jokowi pada perhelatan Pilpres 2019 mendatang adalah Prof. Dr. K. H. Ma’ruf Amin. Salah satu tokoh besar NU ini pun beberapa waktu terakhir ini menjadi sorotan dari berbagai kalangan mengingat nama-nama yang muncul sebelumnya yang digadang-gadang akan mendampingi Jokowi tidak menyertakan namanya.

Sebelum pendeklarasian, nama besar Mahfud MD pun dinilai memiliki kans yang sangat tinggi. Bagaimana tidak, posisi dalam eksekutif, legislatif, hingga yudikatif sudah dijajakinya. Opini yang berkembang dimasyarakat pun semakin menjadi atas kapabilitas yang mumpuni yang dimiliki olehnya.

Pun dukungan dari berbagai pihak seperti yang diutarakan Yenni Wahid, Putri Gus Dur ini bahwa warga NU siap mendukung Mahfud Md sebagai bakal calon Wakil Presiden Jokowi. Kedekatan dengan para politisi muda dari PSI juga menghadirkan dukungan yang sangat positif bagi Mahfud MD.

Namun detik-detik akhir perubahan nama atas calon pendamping Jokowi sangat mengejutkan berbagai pihak. Hal ini pun diyakini berbagai pihak sebagai bagian dari manuver politik Jokowi berserta para petinggi Parpol pendukungnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa warga NU juga punya preferensi politik yang beragam. Pun desakan atas kepentingan Parpol lainnya serta suatu bentuk kekhawatiran jika nama besar Mahfud MD tidak dapat didikte dengan begitu mudahnya.

Ada Kekecewaan

Penentuan nama Ma’ruf Amin sebagai calon Wakil Presiden Jokowi pun  dinilai menyisakan kekecewaan walau Mahfud MD sendiri mengaku tidak kecewa atas dinamika yang terjadi pada perubahan nama yang akan dideklarasikan sebagai calon wakil presiden.

Bagaimana tidak, ketika beberapa orang dekat Jokowi seperti Mensesneg Pratikno dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki telah mengklaim bahwa nama Mahfud MD sudah final dan menyampaikan agar segera melengkapi beberapa syarat pendaftaran dan hingga kepada hari sebelum pendeklarasian Mahfud MD disuruh untuk berpakaian kemeja putih agar seragam dengan Jokowi.

Namun nama itu berubah didetik-detik akhir pengumuman sebagaimana diketahui nama Ma’ruf Amin muncul sebagai pengganti. Sinyalir kekecewaan ini pun seakan didukung oleh pernyataan Jubir Jokowi yakni Lukman Edi dalam sebuah acara televisi swasta bahwa Mahfud MD masih terbawa emosi saat bicara soal penunjukan bakal calon Wakil Presiden mendampingi Jokowi.

Pun sikap ini terbawa-bawa kepada pernyataan ketua PPP Romahurmuziy. Mahfud MD mengaku kesal atas pernyataan Romy bahwa pakaian seragam dengan Jokowi pada sehari sebelum pengumuman adalah inisiatif dari Mahfud MD sendiri. 

Pilihan Realistis yakni Netral

Pada tanggal 18 Agustus 2018 diketahui Sudirman Said mengadakan pertemuan dengan Mahfud MD. Berbagai spekulasi muncul ditengah publik yang meyakini pertemuan ini merupakan sebuah upaya untuk mengajak Mahfud MD untuk pidah kubu ditengah penggagalan nama Mahfud MD sebagai bakal calon Wakil Presiden Jokowi. Dilain waktu dan tempat, pun Ia ditawari oleh kubu Jokowi sebagai bagian dari Tim Pemenangan.

Pernyataan sikap netral oleh beliau menjadi suatu tanda tanya besar. Dengan alasan penyelegara negara harus netral maka tawaran khusus sebagai Tim Pemenangan sah telah ditolak oleh Mahfud MD.

Namun dari sisi peraturan tidak ada yang melarang untuk tidak netral dalam kontetasi Pemilu, apalagi kedudukan Mahfud MD hanya sebagai anggota sebuah Badan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden. Adapun larangan untuk berpolitik bagi penyelengara negara adalah pada lingkaran Aparatur Sipil Negara atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004.

Pilihan untuk netral adalah suatu pilihan yang realistis guna menyikapi suatu keputusan yang merugikan Mahfud MD tersebut. Adapun tawaran dari kubu seberang dengan menimbang etika politik maka hal itu pun harus ditolaknya.

Keputusan yang paling tepat adalah dengan monolak keinginan kubu Jokowi yang ingin mempersuntingnya sebagai salah satu Tim Pemenangan pun hal tersebut dapat mengakomodir dan mewakili bentuk kekecewaan atas keputusan yang begitu tiba-tiba dengan alasan netralitas.

Pun tidak ada alasan kuat untuk Mahfud MD keluar dari lingkaran Jokowi, bisa kehilangan momentum dan score credit, jangan sampai dicap sebagai kutu loncat. Lagi-lagi mungkin seperti alasan semula oleh Mahfud MD ketika pertama kali ditawari oleh Jokowi kedudukan dalam pemerintahan yaitu “etika politiknya kan begitu”.

David F. Butar Butar
David F. Butar Butar
Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Parapat - Medan
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.