Sabtu, Oktober 12, 2024

Di Tengah Pusaran Berita Politik

Umi Nurchayati
Umi Nurchayati
Freelance Writer

Apa yang kita dapatkan dari mendengar pemberitaan politik, apalagi nonton para pejabatnya yang ketika diundang jadi debat kusir, tanpa kejelasan dan muter-muter serta saling menyalahkan.

Melihatnya itu kok rasanya para elite politik itu tak dewasa sama sekali, semua keukeuh dengan kebenaran yang diyakini tanpa mau membuka diri. Saya jadi berpikir apa sih tujuan tayangan-tayangan ini.

Sebagai media mereka sama sekali tak berniat mendidik rakyat. Padahal media sebagai bagian dari pilar demokrasi harusnya beritanya berimbang dan independen, semua diberitakan.

Bukan hanya berita senang-senangnya saja tapi juga berita yang mungkin memprihatinkan dari keadaan yang ada sekarang, tapi sayangnya berita memprihatinkan yang tampil adalah berita kejahatan moral yang diumbar.

Tentu tidak salah memberitakan kejahatan dan fenomena moral karena hal itu timbul dari interaksi antar manusia sebagai makhluk sosial. Namun penyampaian berita kejahatan moral seperti ini saya rasa harus dilakukan dengan hati-hati, mewartakannya tidak seperti ketika mewartakan berita bencana alam atau kerusakan lingkungan.

Hal ini karena dikhawatirkan berita kejahatan moral justru dapat menginsprirasi seseorang ketika dalam keadaan yang tidak terkendali. Jadi disamping mewartakan pemberitaannya juga harus dibarengi dengan unsur untuk menghindari dan unsur edukasi tentang dampak yang ditimbulkan.

Sehingga jangan hanya memberitakan seadanya saja bahkan ada yang sampai melebih-lebihkan, tetapi juga harus dibarengi unsur yang berupa kalimat-kalimat edukasi. Karena pada dasarnya pekerjaan jurnalistik tak lepas dari nilai moral, sehingga terdapat unsur etika dalam junalistsik yang disebut Kode Etik Jurnalistik, dimana  digunakan sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.

Apa saja yang dilakukan jurnalis mulai dari mencari berita, meliput berita, dan menyebarluaskan berita dituntut tanggung jawabnya untuk masyarakat luas.

Seperti itu selayaknya dipertimbangkan bila ingin menyajikan suatu berita, mengingat media juga mempunyai tanggung jawab pendidikan untuk masyarakat luas. Tapi sayangnya sekarang media juga bimbang untuk bersifat independen, ya bagaimana lagi pemiliknya minta berita-berita yang ini saja yang diberitakan, sedang yang seperti itu tidak dibolehkan. Reporter, jurnalis, fotografi, produser, dan penyiar berita bisa apa, mereka hanya buruh yang harus menuruti pemiliknya.

Kembali lagi pada pemberitaan politik belakangan ini, mengingat media mainstream yang nyatanya lebih banyak menayangkan tayangan politik yang berujung debat kusir, maka pantaslah pemberitaan lain yang nyata berimbas pada kerugian rakyat menjadi sangat sedikit sekali porsinya, seperti pemberitaan kasus monopoli pasar, unjuk rasa buruh, kerusakan lingkungan akibat industrialisasi dll.

Jadi masihkah kita akan terus menerus menyimak berita politik yang mengadu domba dan tanpa akhir itu atau lebih baik kita menonton tutorial make-up untuk belajar rias dan membuka bisnis rias atau tayangan budidaya tanaman jahe untuk pembuatan obat.

Pilihan ada di tangan kita sebagai penonton, maka ingatlah ketika kita sibuk meributkan dan bersifat fanatik pada suatau parpol, kubu atau lainnya justru para elite dibelakang partai politik sedang duduk-duduk manis ngopi dan ngeteh bareng dibelakang dan tertawa terbahak-bahak melihat polah kita. Kitapun mulai bertanya apakah kita harus memilih mematikan  TV di rumah jika tak memiliki manfaat dan hanya membuat telinga semakin panas.

Umi Nurchayati
Umi Nurchayati
Freelance Writer
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.