Mulai memasuki tahapan perpolitikan jilid 2 di tahun 2024 setelah pemilihan Calon Presiden dan wakilnya, DPR RI, DPRD daerah dan kabupaten kota. Sejumlah manuver politik dilakukan banyak partai maupun tokoh. Kejutan masih akan terus bermunculan hingga nanti. Masyarakat jelas diminta untuk serius mengawal pesta demokrasi ini, banyak cara yang bisa dilakukan, salah satunya dengan menggunakan media sosial dengan baik dan benar.
Dinamika perpolitikan di Indonesia akhir-akhir ini sangat dinamis dan menjadi perdebatan yang penuh kontroversial, respon khalayak yang disampaikan melalui berbagai platfom media sosial menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia masih peduli dengan kondisi demokrasi di Indonesia. Aksi seruan di media sosial terhadap respon segala kebijakan dari lembaga terkait.
Media sosial menjadi tempat potensial untuk memberikan pandangan politik secara terbuka dan bebas bagi masyarakat biasa, akademisi baik mahasiswa maupun dosen, politisi hingga tokoh publik. Pandangan publik ini memang sangat beragam karena memiliki latar belakang dan tujuan berbeda. Apa yang harusnya menjadi ruang publik dalam menyampaikan pendapat secara terbuka namun menjadi tempat perpecahan.
Komunikasi yang terjadi di media sosial dapat membangun sebuah opini publik yang kuat jika diperlakukan dengan cara benar dan tepat. Tentunya wacana politik yang muncul di masyarakat adalah pembahasan edukatif dan informatif bagi pengguna media sosial. Kondisi ini perlu diperhatikan, karena sebagai bentuk realisasi dari upaya perpecahan yang bisa terjadi oleh segelintir oknum kelompok dengan tujuan tertentu.
Aktivitas bermedia sosial dalam menanggapi perpolitikan yang sedang terjadi akhir-akhir ini tidak pernah ada habisnya, dan tentunya perlu kita pantau secara terus menerus sampai mana kedewasaan pengguna media sosial dalam menerima dan menyebarkan informasi mengenai politik. Sejauh ini memang khalayak memiliki polarisasi berbeda di setiap media sosial, baik itu facebook, instagram, twitter atau X. Dinamika pada media sosial memang dirasakan oleh penggunanya dengan merespon balik terkait isu-isu yang sedang terjadi dengan memberikan komentar yang beragam dari berbagai perspektif.
Dialektika dan gerakan melalui media sosial merupakan bukti hidupnya kebebasan berpendapat di ruang publik secara terbuka dan bebas. Meski begitu, ini perlu diwaspadai juga ketika memberikan pandangan berbeda dan mengandung kalimat berbau SARA. Permasalahan ini perlu diperhatikan lebih cermat terutama ketika mulai terjadi potensi perpecahan dalam masyarakat, jangan sampai khalayak salah tafsir mengenai kebebasan berpendapat di ruang publik.
Peristiwa semacam ini memiliki pengaruh dalam membangun kedewasaan dalam bermedia sosial di kalangan khalayak umum, banyak akibat jika ini tidak diselesaikan dengan cara yang tepat. Adanya adu domba, pertikaian sesama masyarakat, antar teman atau keluarga bisa saja terjadi. Harusnya perhelatan Pilkada atau agenda demokrasi lainnya, melalui media sosial menjadi tempat bagi khalayak menyampaikan pendapatnya secara bebas tapi bisa menjadi awal muara perpecahan bangsa, karena adanya benturan pada pemegang kekuasaan terbesar sebenarnya yakni rakyat.
Kondisi ini salah satunya adalah diakibatkan adanya perbedaan arah politik atau pilihan di masyarakat, ini sebenarnya kondisi lumrah dan biasa terjadi negara demokrasi. Sebagai negara besar dengan penduduk banyak tidak mungkin meminta mereka untuk satu pilihan yang sama. Apalagi, akhir-akhir ini perpolitikan Indonesia diwarnai dengan politik identias yang muncul dan semakin mewarnai dinamika politik Indonesia, kondisi ini tentunya harus diimbangi pula dengan pendidikan politik yang mumpuni, paling tidak untuk kalangan muda yang menjadi mayoritas di Indonesia dan menjadi pengguna media sosial aktif saat ini.
Dalam bermedia sosial kita dihadapi oleh kondisi dan persoalan yang cukup rumit, perdebatan dalam menanggapi kasus seperti hukum yang dapat berubah sewaktu-waktu, praktik politik uang dan dinasti tak ketinggalan kasus korupsi yang tak kunjung usai. Topik ini menjadi perbincangan aktif di media sosial.
Gejolak dengan beragam narasi yang dapat memancing kegaduhan hendaknya dapat dihindari dengan kemampuan komunikasi yang baik, benar dan arif, terutama ketika mendapati perbedaan pendapat yang jauh berbeda. Elite atau tokoh publik lainnya hendaknya dapat memberikan contoh bijaksana terkait hal ini. Tentunya ini untuk menciptakan media sosial yang informatif, bermanfaat dan edukatif.
Ada beberapa kasus karena adanya kebebasan berpendapat di media sosial hingga berakibat masuk ke ranah hukum melalui UU ITE, memang undang-undang ini masih banyak menjadi diskusi karena dianggap bagian dari pembungkaman dalam menyampaikan pendapat pribadi melalui media sosial. Mencermati potensi adanya konsekuensi hukuman ketika salah dalam menggunakan media sosial, kita sebagai penggunanya tak punya pilihan selain menjunjung tinggi etika dan kesadaran tinggi untuk bijak dalam menggunakannya.
Implementasi dalam memberikan opini di media sosial sudah semestinya harus disampaikan dengan cara benar namun tetap harus tegas dan lugas. Kritik terhadap kondisi negeri dalam momen pilkada harus disikapi dengan bijak pula oleh lembaga yang menjalankan roda demokrasi di Indonesia, jangan ada kesenjangan hingga berakibat anti kritik. Kondisi semacam ini harusnya lazimnya terjadi sebagai bentuk jalanya demokrasi secara terbuka.
Tanpa adanya bijak dalam menggunakan media sosial, tak bisa dipungkiri kondisi negeri ini bisa berbahaya dengan potensi banyaknya ujaran kebencian terhadap paslon atau pendukung satu sama lain, menjamurnya berita hoax yang dapat memperkeruh kondisi dinamika politik yang terjadi. Setiap diri kita harus bisa menjadi pionir untuk dewasa dalam menggunakan media sosial. Melalui kedewasaan dalam bermedia sosial ketika menyampaikan pendapatnya tentang politik juga akan menaikan level berdemokrasi di Indonesia.