Kamis, Maret 28, 2024

Demo Starter Pack Ala Joker

Dodhy Putra Aldhyansah
Dodhy Putra Aldhyansah
Merupakan mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia. Sebelumnya sempat aktif berkecimpung dalam kegiatan pers mahasiswa di LPM Keadilan, Universitas Islam Indonesia.

Pengaruh budaya pop pada aktivis pergerakan memang tak ada habisnya. Kalau dulu di Amerika Serikat poster “Make Love, Not War” dan ngedengerin musik Bob Dylan menjadi stereotip yang pas untuk menggambarkan aktivis hippies tahun 1960-an, beda lagi dengan era 2000-an. Pasca film V for Vendetta rilis tahun 2005, topeng Guy Fawkes yang digunakan V sebagai tokoh revolusioner anarkisme menginspirasi para pemuda dengan prinsip anti-establishment.

Topeng Guy Fawkes yang menjadi populer karena digunakan oleh para hacktivist bernama Anonymous medio 2008 ini memiliki sejarah panjang di dunia pergerakan. Tidak hanya oleh para peretas, topeng Guy Fawkes kemudian ramai digunakan oleh para aktivis yang turun ke jalan. Mulai dari aksi lawan rezim Shinnawatra di Thailand, demo Hong Kong, maupun demo menentang hilangnya promo Go-Pay pun selalu disusupi oleh topeng ini.

Pokoknya, demo apa pun akan terasa sepi tanpa hadirnya topeng bersiluet bapak-bapak brewok yang sedang senyum ini. Saking seringnya muncul, topeng Guy Fawkes pun sukses menemani kaos hitam dan lagu Buruh Tani menjadi penghuni demo starter pack.

Sempat terancam dengan cosplay ala Akatsuki tak membuat kepopuleran Topeng Guy Fawkes sebagai demo starter pack tergeser. Sulitnya mencari jubah dan kecanggungan yang harus ditanggung demonstran kala harus pulang ke rumah dengan wajah ala Zetzu membuat cosplay Akatsuki tak kunjung berhasil menjadi demo starter pack. Toh karena gagal, Pain sebagai pentolan Akatsuki sampai harus beralih profesi sebagai penerjemah film bajakan.

Sama halnya poster “Make Love, Not War” yang sudah ditinggalkan, kelanggengan topeng Guy Fawkes sebagai demo starter pack tidak akan abadi. Kali ini lawannya tidaklah semeribetkan jubah Akatsuki ataupun cosplay ala pedagang bakso keliling yang membawa Handy Talkie. Lawan kali ini hanya berupa riasan bedak ketebalan dibalutkan lipstik merah serta pewarna biru di sekitar mata saja.

Riasan tersebut merupakan tiruan karakter Arthur Fleck yang juga dikenal dengan panggilan Joker. Tokoh villain yang menjadi pelaku utama kutipan “Orang jahat adalah orang baik yang tersakiti” tak henti-henti menghiasi jagad maya kita. Salah satu ciri khas karakter ini ialah kondisi kejiwaan Pseudobulbar Affect yang membuatnya tak mampu mengontrol tawa pada saat tertentu.

Tak tanggung-tanggung, penggunaan riasan ala Joker digunakan dalam demo di pelbagai penjuru dunia. Pemandangan seseorang dengan riasan Joker sukses merebut perhatian pada aksi yang terjadi di Beirut, Hong Kong, maupun Aksi Reformasi Dikorupsi di Jakarta.

Saya sendiri merasa tren riasan ini untuk demo tak akan menyebar begitu luas. Sampai akhirnya kemacetan di Tugu Pal Putih Yogyakarta pada aksi Sumpah Pemuda lalu menuntun mata saya untuk menyaksikan barisan muda-mudi berias ala Joker sedang berdiri mematung. Dengan tatapan menyala dan nyanyian Darah Juang tampak para Joker tersebut terlihat syahdu.

Barisan muda-mudi dengan riasan Joker mungkin telah membuktikan betapa mewabahnya tren demo dengan gaya tersebut. Akan tetapi masih ada satu hal lagi yang perlu dibuktikan, sanggupkah tren ini bertahan lama dan menggeser kepopuleran topeng Guy Fawkes yang sudah dibangun selama lebih satu dasawarsa ini?

Kalau menilik alasan sulit diperoleh sebagai penyebab gagalnya cosplay Akatsuki menjadi populer, maka riasan Joker tak perlu khawatir. Tidak terlalu repot dan perlu modal tinggi, untuk menjadi Joker hanya dibutuhkan perlengkapan make up yang bisa diperoleh di toserba terdekat atau dengan meminjam ke ibu kos.

Jika alasan lain penyebab jubah akatsuki gagal menjadi populer ialah karena kecanggungan yang harus ditanggung oleh para Cosplayer dalam perjalanan pulang, maka riasan Joker juga tak perlu khawatir. Cukup dengan menjalankan ibadah solat ashar sepulang demo maka riasan akan terhapus seiring dengan air wudhu dikenakan ke wajah sebanyak tiga kali. Sekali mendayung dua pulau terlampaui, sudah menyampaikan aspirasi di aksi bisa pula memanjatkan doa di masjid.

Terlebih lagi riasan Joker ini punya keuntungan yang tidak dimiliki oleh cosplayer Akatsuki. Yakni bisa berkamuflase di keramaian dan membuat wajah sulit dikenali oleh para pedagang bakso keliling yang membawa Handy Talkie di sekitar area demo.

Adegan dalam film Joker kala polisi gagal mengejar Arthur Fleck akibat banyak demonstran yang mengikuti dandanannya tentu bisa menjadi contoh paling tepat menggambarkan hal tersebut. Bahkan dalam hal ini, riasan Joker juga lebih unggul daripada topeng Guy Fawkes yang meski bisa digunakan untuk kamuflase tetapi masih rentan untuk terkena razia aparat di perjalanan pulang.

Jika saja kelak riasan tersebut gagal menjadi demo starter pack maka alasannya terletak pada diri Joker itu sendiri. Meski terkenal sebagai tokoh yang memicu pergerakan melawan pemerintah korup di Gotham, karakter ini juga memiliki kecacatan dalam hal motivasi.

Joker memiliki jiwa kompulsif untuk terus membunuh tanpa memandang lawan. Siapa pun itu, mau juragan kota ataupun badut miskin pinggiran tetap dibunuh jika dianggap menyakiti hatinya. Motivasi untuk membunuh yang egois ini kelak dapat memberikan contoh buruk bagi generasi mendatang jika riasan Joker semakin ramai dikenakan oleh demonstran.

Topeng Guy Fawkes jelas lebih unggul dalam urusan motivasi ini. Setidaknya V dalam V for Vendetta masih memiliki semangat kepedulian bagi rakyat tertindas meski kala beraksi ia juga sering bertindak tanpa belas kasih. Semangat anti oligarki dalam diri V dapat dijadikan contoh bagi para muda-mudi yang tertarik dengan ide-idenya.

Meski begitu, demi alasan kesegaran mungkin ada baiknya riasan Joker menggeser topeng Guy Fawkes sebagai perwakilan pop culture di demo starter pack. Biarlah sunggingan Guy Fawkes terganti dulu dengan senyuman merah yang lebar dari Joker. Sudah waktunya topeng Guy Fawkes istirahat dari panasnya jalanan dan fokus menemani para remaja tanggung yang sedang belajar meretas di internet.

Dodhy Putra Aldhyansah
Dodhy Putra Aldhyansah
Merupakan mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia. Sebelumnya sempat aktif berkecimpung dalam kegiatan pers mahasiswa di LPM Keadilan, Universitas Islam Indonesia.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.