Rabu, April 30, 2025

Demi Mendulang Viralitas Fenomena Sadfishing Menggema di Media

Firmansyah Subandari
Firmansyah Subandari
Penulis dari lombok timur, suka nonton anime dan minum secangkir kopi tubruk dipagi hari.
- Advertisement -

Perilaku sadfishing merupakan istilah menggambarkan tren perilaku dimana orang membuat klaim berlebihan tentang masalah emosional untuk membangkitkan simpati. Jika dikelola dengan baik, bisa saja konten sedih tidaklah menuai masalah. Hanya saja jika konten sedih dijadikan batu loncatan untuk keterkenalan atau mendulang viralitas. Disitulah titik masalahnya.

Salah satu contoh kasus adalah ketika meninggalnya Mahasiswa UNY Nur Riska, tidak butuh waktu lama kasus itu menggema dijagat virtual, twitter dan instagram. Beragam media berbondong-bondong dalam melakukan pemberitaan. Hal yang agak mengherankan adalah pemberitaan lebih memantik rasa simpati daripada menjelaskan fakta dibalik kasus tersebut. Bukan berarti simpati adalah sesuatu hal yang buruk tapi ketika itu mengandung unsur eksploitatif dan dikomersialisasikan disitulah letak buruknya.

Pemberitaan duka kematian yang seharusnya membawa pada perasaan dan konteks situasi kronologi kematian rasa rasanya telah hilang tatkala dibanjiri dengan pemilihan diksi lebih bernada menjual kesedihan.

Remotivi  dalam sebuah artikel yang berjudul “Kepiluan Media di Balik Berita “Kisah Pilu Mahasiswi UNY”, menerangkan beredar di media sosial  membingkai Riska dengan pemilihan diksi bernada sedih seperti “kepahitan”, “cerita paling getir”, “perempuan kecil”. Kesukaran-kesukaran Riska dinarasikan dengan cara melankolis. Tak lupa latar belakangnya daerah “terpencil dan keterbatasan keluarga.

Latar belakang keluarga sebagai penjual sayur menuai sorotan, diasosikan sebagai “keluarga yang wajar mengalami kesulitan dalam membiayai perkuliahan”. Narasi yang dibangun demikian disebut tentu adalah tindakan sadfishing yang mengarah pada eksploitasi kemiskinan.

Dengan fenomena sadfhsing yang memudahkan orang untuk viral,  berbondong-bondong pengguna media sosial tipikal instan, malas berpikir panjang dan tidak memikirkan dampaknya menggunakan siasat itu untuk keterkenalan dan viralitas. Miskin adalah kunci, itu artinya miskin dibuatkan konten agar bisa mendapatkan perhatian, tidak hanya miskin, apapun itu yang mengandung kesedihan, kesusahan hidup, bahkan rela menceritakan aib mereka sendiri di ruang media sosial.

Tentu semua orang tidak lupa dengan fenomena “nenek diguyur lumpur”, di Tiktok. Tindakan ini tentu daya jualnya adalah di kesusahan hidup, artinya kemiskinan dijadikan alat untuk mendapatkan simpati dan empati sehingga orang akan punya niatan untuk membantu. Pada akhirnya tindakan sadfishing membuat seseorang minim kreativitas dan tidak punya etis di ranah publik.

Tidak berselang lama, fenomena lain namun memiliki pola yang sama bermunculan di Tiktok, goyang sadbor. Sama-sama melakukan tindakan mengemis online, daya jualnya sama, mengkomersialisasikan kesusahan hidup yang dirasakan. Pada akhirnya konten yang bernada eksploitatif akan dapat mencemari ruang publik digital dan merusak tatanan norma yang sudah ada di masyarakat.

Semenjak maraknya fenomena sadfishing, masalah hidup seperti kemiskinan, kesedihan, tidak lagi dicari solusi jangka panjangnya agar masalah bisa terselesaikan. Alih-alih diselesaikan justru dirawat dan dilestarikan, sebagai modal untuk mengemis di media sosial.

Menjadi pertanyaan adalah mengapa menjual kesedihan laris manis di media sosial. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Annisa Putri Ramadhani, Citra Eka Putri dan Radja Erland Hamzah “Trends Of Sadfishing Phenomenon and Disappearance Of Self-Privacy On Social Media Tiktok”, menunjukkan alasan pembuatan konten sedih disebabkan ada keinginan untuk mendapatkan simpati dan empati.

- Advertisement -

Mendapatkan simpati dan empati harapannya adalah kisahnya ingin dikenal luas oleh masyarakat, ingin dikenal oleh masyarakat secara luas tentunya agar menarik perhatian di media sosial berupa viewer dan followers dan keinginan menjadi viral.

Selain itu, fenomena yang terjadi juga ialah tidak hanya memberi tahu kesedihan kepada orang di media sosial tapi kesedihan yang ditambah unsur manipulasi. Pada akhirnya keaslian konten sulit diukur.

Dikutif dari cnbcindonesia.com tim mahasiswa UGM melakukan penelitian bertajuk Program Mahasiswa Bidang Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, melibatkan 401 pengguna Tik Tok aktif dalam skala nasional. Hasil penelitian memberikan fakta bahwa beberapa tindakan mengeksploitasi empati orang, mendorong pengguna untuk berdonasi.

Akibatnya, muncul berbagai bentuk konten lain yang memanfaatkan Tik Tok sebagai sumber kekayaan baru. Konten-konten ini bervariasi, mulai dari yang menghibur hingga yang merugikan. Fenomena ini disebut sebagai bentuk eksploitasi ekonomi modern. Selain itu, penelitian ini juga mengungkap berbagai pendapat tentang meningkatnya konten pemberian hadiah daring.

Banyak individu atau kelompok memilih jalan ini demi penghasilan cepat. Dorongan ekonomi yang sulit membuat mereka melihat media sosial sebagai peluang praktis, bahkan dengan konten yang memanfaatkan keterbatasan atau kesulitan hidup mereka.

Dari sisi yang lain, ruang digitalisasi akan diisi oleh konten-konten yang minim kreativitas dan inovasi. Orang akan lebih banyak memilih jalur instan, jalur dimana menjual kesedihan, kemiskinan, dan kesusahan hidup lainya demi mendulang viralitas.

Perilaku sadfishing kian problematik dikarenakan pengguna mayoritas media sosial kebanyakan termakan, mempercayai sebagai sebuah kebenaran. Minim akurasi dan verifikasi menjadi faktor utama.

Fenomena sadfishing dalam ranah yang yang lebih luas, akan berdampak pada lingkungan media sosial yang tidak sehat. Solusi dari fenomena ini adalah, penguatan literasi digital, agar setiap pengguna media sosial lebih bijak lagi dalam membuat konten.

Penguatan literasi digital dilakukan agar pengguna media sosial bisa memanfaatkan teknologi untuk kebermamfaatan, alih-alih berbagi kesusahan hidup justru harapannya berbagi konten-konten yang sifatnya lebih edukatif. Sehingga ruang digital terutama di media sosial akan dipenuhi dengan berbagai ide yang menumbuhkan kreativitas dan inovasi.

Firmansyah Subandari
Firmansyah Subandari
Penulis dari lombok timur, suka nonton anime dan minum secangkir kopi tubruk dipagi hari.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.