Dedikasi Mulya di Tanah Pasundan
Berangkat dari sebuah renungan, sampai timbul pada sebuah pemikiran Dedi Mulyadi tentang grand design dalam memimpin sebuah negeri. Yang kemudian diejawantahkan secara tersurat dalam sebuah buku ‘Mengayuh Negeri dengan Cinta’. Endapan pemikiran yang dirangkum dalam buku dengan cetakan pertama pada tahun 2009. Tahun dimana adalah fase tahun pertama di periode pertama Dedi Mulyadi menjabat sebagai Bupati Purwakarta. Bahkan konon waktu itu, Dedi Mulyadi adalah Bupati termuda se-Indonesia.
Seperti disampaikan Dedi dalam buku itu bahwa, mengurus negeri tidak seperti mengurus benda mati yang diam, tidak juga seperti mengurusi tumbuhan dan hewan. Negeri, disamping harus menunjukan kemajuan pertumbuhan (seperti tumbuhan yang menghasilkan buah-buahan yang segar), juga harus sanggup terus menerus melaju mengikuti perkembangan zaman yang berubah dinamis. Maka mengelola negeri dapat disamakan dengan kegiatan “Mengayuh”.
Dengan filosopi mengayuh, Dedi mengarahkan gerak ”Negeri” Purwakarta yang notabene adalah bagian dari tanah Pasundan (Sunda) ke arah masa depan, melewati perjalanan kehidupan yang berkelok, penuh duri, dan licin. Dalam kepemimpinannya, Dedi Mulyadi menggerakan seluruh warga untuk membawa Purwakarta menuju cita-cita “mulya” dengan cara terus bekerja sama serta menumbuhkan solidaritas dan semangat gotong-royong.
Selain kepiawaian Dedi mengajak serta menggerakan seluruh unsur bangsa, Ia memimpin dengan rasa “cinta” sebagai dasar dalam melayani dan me-mulya-kan rakyatnya.
Tak aneh bila hari ini, pada fase ujung kepemimpinannya di periode kedua dalam memimpin Purwakarta, kita dapat menyaksikan sendiri Purwakarta (yang dulu terkenal hanya sebagai kota singgah) mengalami perkembangan yang sangat menakjubkan. Dengan rasa, cipta dan karsa yang berbalut cinta, Dedi mampu menyulap Purwakarta menjadi “Negeri” yang memberikan dan menjamin rasa nyaman kepada rakyatnya. Dedi suguhkan sajian beragam penunjang keberlangsungan kehidupan rakyat, melalui berbagai program pembangunan yang tak hanya membangun karakter rakyatnya, melainkan pula melalui pembangunan insfrastruktur baik di kota maupun di desa lengkap dengan karakter ke-Sunda-an.
Dengan rasa cinta, jiwa melayani dan keinginan me-Mulya-kan rakyatnya “Nulung kanu Butuh, Nalang kanu Susah, Nyaangan kanu Poekeun”. Dedi wujudkan cita-cita “Mulya”nya untuk kemajuan Sumber Daya Manusia melalui Pendidikan Berkarakter, serta memberikan jaminan kedamaian untuk rakyat dengan mewujudkan “Negeri” yang menjunjung tinggi toleransi baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan beragama.
Dan kita bisa menjadi saksi bahwa, sampai pada hari ini grand design kepemimpinan yang Ia catat dalam sebuah buku ‘Mengayuh Negeri dengan Cinta’ bukan hanya catatan kosong belaka. Pemikirannya yang orsinil itu betul-betul Ia wujudkan dalam kepimpinan yang terus dikembangkan dengan tanpa lelah untuk terus ‘Mengayuh’ menuju Purwakarta istimewa dengan kemajuan rakyat dan negerinya.
Karena itu, tidak salah jika kita katakan bahwa, semua yang dilakukannya sampai saat ini merupakan sebuah “Dedikasi Mulya seorang pemimpin besar dalam mewujudkan cita-cita mulyanya yang tiada lain semata untuk kemakmuran negeri dan ke-mulya-an rakyatnya di Tanah Pasundan”.