Sabtu, April 20, 2024

Darurat Perbaikan Layanan Publik di Desa

Alimah Fauzan
Alimah Fauzan
Belajar dan berkarya bersama Komunitas Perempuan Pembaharu Desa. Berbagi pengalaman dan pembelajaran pemberdayaan masyarakat di sekolahdesa.or.id; buruhmigran.or.id; perempuanberkisah.com; dan alimahfauzan.id. Email: alimah.fauzan@gmail.com.

Seorang Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Tebo, Propinsi Jambi, tiba-tiba merasa heran, bagaimana mungkin warganya yang notabene mampu secara ekonomi, ternyata masih ada yang tidak memiliki jamban. Ini baru soal jamban, belum lagi soal warga yang berkebutuhan khusus (disabilitas), serta sekian persoalan layanan publik dasar bagi kelompok marjinal di desanya. Hal serupa juga dirasakan sejumlah Desa di Jawa, khususnya desa-desa di kabupaten yang masuk dalam daftar kabupaten termiskin menurut data kemiskinan nasional versi Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007-2017.

Berdasarkan pengalaman saya belajar bersama pemerintah dan masyarakat desa di Jawa maupun luar Jawa sejak tahun 2015 sampai saat ini, pada umumnya pemerintah desa (Pemdes) masih memiliki pandangan bahwa yang dibutuhkan warganya adalah bantuan langsung tunai. Padahal program ini jelas tidak mendidik masyarakat. Buktinya, tahun 2015 pasca disahkannya UU Desa No. 6 Tahun 2014 tentang Desa sampai saat ini, belum semua Pemdes dan warganya memahami bahwa prioritas pembangunan tidak semata pada bidang infrastruktur. Lebih dari itu, ada  tiga bidang lain, yaitu penyelenggaraan pemerintahan, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat. Masih banyak Pemdes belum sepenuhnya paham, bahwa kaum lanjut usia (Lansia) di desanya membutuhkan Posyandu Lansia,  Jaminan Kesehatan gratis, serta kaum difabel yang membutuhkan ketrampilan, pembinaan dan pemberdayaan bagi kelompok perempuan dan pemuda miskin, serta sejumlah akses layanan publik bagi kelompok paling marjinal di desanya. 

Jangankan bagaimana berpikir untuk mendapatkan akses layanan publik, pemahaman bahwa warga memiliki hak untuk terlibat dalam proses perbaikannya, pun tidak semua warga mengetahuinya. Pemdes sebagai penyelenggara layanan juga pada umumnya tidak sepenuhnya memahami ruang lingkup layanan publik. Pemahaman mereka pada umumnya, pelayanan publik hanya sekadar pengurusan administrasi, misalnya membuat surat keterangan pembuatan KTP, KK, AKTA, dan sejumlah urusan administrasi lainnya. Padahal jelas, dalam “Undang-undang (UU) No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik”, Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sayangnya, tidak semua perangkat pemerintahan dan masyarakat di desa mengetahui dan mampu mengakses informasi terkait layanan publik di desanya. 

Perbaikan Layanan Publik Berbasis Data Partisipatif

Ketiadaan akses masyarakat terhadap layanan publik berdampak pada ketidaktahuan mereka akan hak-haknya sebagai warga negara. Bahwa meereka juga memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses perbaikan layanan publik. Alhasil, perbaikan layanan publik belum sepenuhnya menjadi prioritas program dalam dokumen Perencanaan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa), Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa), serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Dalam dokumen perencanaan tersebut, jarang ditemukan program yang benar-benar menyasar pada kelompok perempuan dan paling marjinal. Kelompok-kelompok ini, dalam tahapan pembangunan desa masih sekadar menjadi objek pembangunan, belum sepenuhnya menjadi subjek pembangunan yang turut mengusulkan kebutuhan, merencanakan, melaksanakan, mengawal, dan mengevaluasi program pembangunan. Sehingga pembangunan di desa hanya mampu diakses kelompok elit desa. 

Secara khusus, kelompok yang terabaikan ini mencakup perempuan kepala keluarga, kelompok yang dinilai tidak memiliki pendidikan dasar, khususnya mereka yang tinggal di wilayah terpencil di desa-desa, kaum lansia, warga berkebutuhan khusus (difabel), anak-anak yatim dari keluarga miskin, pemuda putus sekolah atau pengangguran, serta kelompok-kelompok minoritas tertentu yang tidak mendapatkan layanan publik di desanya. Kelompok perempuan dan marjinal ini merupakan kelompok-kelompo yang diprioritaskan sebagai penerima manfaat sekaligus terlibat dalam setiap tahapan pembangunan desa. 

Partisipatif atau melibatkan masyarakat pada setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan publik, merupakan salah satu prinsip tata kelola pemerintah desa dalam perbaikan layanan publik. Selain partisipatif, prinsip utama lainnya adalah transparan dan akuntabel. Salah satu standar pelayanan publik adalah diselenggarakan secara partisipatif. Baik partisipasi dalam penyusunan kebijakan pelayanan publik, penyusunan standar pelayanan, pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik, maupun pemberian penghargaan (awards). Dalam proses ini, salah satu pendekatan yang dapat dilakukan masyarakat bersama pemerintah adalah dengan melakukan Survei Kepuasan Masyarakat yang dilakukan secara partisipatif. 

Kolaborasi Pemerintah dan Organisasi Masyarakat Sipil

Kolaborasi pemerintah dan organisasi masyarakat sipil merupakan salah satu kunci keberhasilan sebuah program yang bertujuan memberdayakan masyarakat. Termasuk dalam proses perbaikan layanan publik, dimana prinsip perbaikannya adalah partisipatif, transparan, dan akuntabel. Namun dalam proses mengubah perspektif tersebut membutuhkan dukungan dari beragam pihak. Contohnya di Kabupaten Wonosobo, salah satu kabupaten yang masuk dalam daftar kabupaten termiskin di Jawa Tengah (Jateng). Kabupaten Wonosobo tahun ini (2017) menjadi daerah percontohan untuk penerapan Open Data Keuangan Desa. Open Data merupakan prinsip keterbukaan tata kelola keuangan desa yang diinisiasi kelompok masyarakat Sipil, Infest Yogyakarta. Inisiasi ini dilakukan melalui penguatan akses kelompok marjinal pada layanan informasi dan pengambilan keputusan di Desa. 

Proses kolaborasi yang cukup intensif dilakukan Pemkab Wonosobo dan Infest Yogyakarta dengan mengembangkan pendekatan yang secara substantif meningkatkan partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas desa. Inisiatif ini juga tidak semata memanfaatkan pendekatan berbasis teknologi informasi (TI) namun juga non TI. Karena disadari bahwa pemanfaatan TI semata tidak dapat sepenuhnya menjawab kebutuhan perubahan di desa. Terutama pada persoalan akses pengambilan keputusan di tingkat desa. Selain Kabupaten Wonosobo, tahun 2012 sampai saat ini juga upaya mendorong partisipasi, transparansi dan akuntabilitas telah dilakukan oleh Perkumpulan IDEA dan Combine Resource Institution (CRI) dengan berkolaborasi bersama Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul. Inisiasi CRI adalah pengembangan sistem informasi untuk pengeolaan sumber daya atau aset berbasis komunitas melalui “Lumbung Komunitas”, yang kemudian diimplementasikan dalam platform “Sistem Informasi Desa (SID)”. 

Menurut hasil studi Infest Yogyakarta, dari beragam inisiasi yang dilakukan organisasi masyarakat sipil, dukungan pemerintah kabupaten telah mndorong desa untuk membuka ruang, serta merespon beragam inisiatif tersebut. Meski demikian, beragam respon yang muncul dari desa tida terlepas dari keragaman kepemimpinan dan kapasitas desa. Respon ini muncul mengingat terbukanya ruang partisipasi masyarakat desa. Termasuk pada proses pengawasan pemerintahan desa dalam perbaikan layanan publik, sejak perencanaan pelaksanaan dan pelaporan. 

    

Alimah Fauzan
Alimah Fauzan
Belajar dan berkarya bersama Komunitas Perempuan Pembaharu Desa. Berbagi pengalaman dan pembelajaran pemberdayaan masyarakat di sekolahdesa.or.id; buruhmigran.or.id; perempuanberkisah.com; dan alimahfauzan.id. Email: alimah.fauzan@gmail.com.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.