Di zaman digital sekarang ini, banyak remaja yang terjebak dalam tekanan sosial yang intens, salah satunya adalah fenomena FOMO atau Fear of Missing Out. Istilah ini merujuk pada perasaan cemas yang muncul ketika seseorang merasa tertinggal dari pengalaman sosial yang dijalani orang lain, khususnya pengalaman yang dipamerkan di platform media sosial.
Dalam usaha untuk merasakan apa yang dirasakan oleh teman-teman mereka, banyak remaja yang akhirnya terperosok ke dalam perilaku berisiko, termasuk penyalahgunaan narkoba. Narkoba sering kali dianggap sebagai solusi cepat untuk meraih euforia, mengatasi stres, serta mendapatkan pengakuan dari lingkungan sosial mereka.
Dengan meningkatnya kecenderungan ini, sangat penting untuk mendalami alasan-alasan mengapa remaja menjadi begitu rentan terhadap penyalahgunaan zat. FOMO berperan besar dalam memperburuk masalah ini, mendorong remaja untuk mencari cara agar tidak merasa terasing dari kelompok mereka. Ketika mereka melihat teman-teman menikmati momen-momen yang menarik, rasa ingin tahu dan tekanan untuk berpartisipasi sering kali mengalahkan pertimbangan risiko yang ada.
FOMO dapat menciptakan siklus di mana remaja merasa perlu untuk terus-menerus terhubung dan terlibat dalam aktivitas sosial, yang pada gilirannya dapat mengarah pada keputusan impulsif, seperti mencoba narkoba.
Hal ini diperparah oleh eksposur yang terus-menerus terhadap konten-konten di media sosial yang menampilkan penggunaan narkoba sebagai hal yang biasa dan menyenangkan. Erat kaitannya remaja dengan media sosial, dalam hal ini media sosial memainkan peran penting dalam normalisasi penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja. Konten yang menampilkan penggunaan narkoba sebagai hal yang di normalisasi dapat memicu ketertarikan yang kuat. Hal ini menciptakan persepsi bahwa penyalahgunaan narkoba adalah bagian dari gaya hidup yang layak diikuti, sehingga remaja merasa tertekan untuk ikut serta agar tidak ketinggalan.
Dengan demikian, pendekatan yang lebih holistik diperlukan untuk menangani isu penyalahgunaan zat di kalangan remaja, termasuk edukasi yang meningkatkan kesadaran akan bahaya FOMO, serta menciptakan lingkungan yang mendukung dan positif. Ini dapat membantu remaja merasa lebih nyaman untuk berbagi pengalaman dan kekhawatiran mereka, serta mengurangi kecenderungan untuk terlibat dalam perilaku berisiko. Menurut data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), sekitar 2,2 juta remaja di Indonesia saat ini terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya.
Untuk mengatasi masalah ini, edukasi tentang narkoba di sekolah dan komunitas menjadi sangat penting. Program-program yang memberikan informasi tentang risiko penyalahgunaan zat dan dampaknya perlu diperkuat. Keluarga juga memiliki peranan krusial dalam memberikan dukungan emosional kepada remaja, menciptakan ruang aman untuk berdiskusi tentang tekanan sosial dan masalah kesehatan mental. Dengan pendekatan yang holistik, diharapkan remaja dapat menemukan cara yang lebih sehat untuk menghadapi kecemasan dan tekanan, serta menghindari jalur berbahaya yang sering kali dimulai dengan penyalahgunaan narkoba.