Selasa, Oktober 8, 2024

Dari Berhijrah Hingga Budaya

Yahya
Yahya
Universitas Jember

                                                                sumber gambar : rumaysho.com

Hijrah dalam bahasa Indonesia berarti pindah, bisa diartikan pindah tempat, ataupun pindah kepribadian. Pada umumnya orang yang menggunakan kata hijrah untuk berpindah dari pribadi yang buruk menjadi pribadi yang lebih baik, seperti makna kalimat-kalimat Quran pada umumnya mengartikan satu kalimat harus disertai rujukan yang kuat agar tidak terjadi kesalah pemahaman.

Di sini saya akan menulis tentang sudut lain dalam berhijrah, bukan berarti saya tidak setuju melihat orang yang ingin berhijrah, namun pemahaman yang instan akan membuat berhijrah menjadi sesuatu yang menakutkan seolah harus meninggalkan semua urusan dunia.

Hijrah sebenarnya bukan tren baru bagi masyrakat Indonesia hijrah sudah menjadi tren yang sangat lama, bahkan sudah ada sebelum almarhum kakek saya dilahirkan, namun mungkin dengan bahasa dan penyampaian yang berbeda. Bukti berhijrah sudah lama dilakukan oleh masyrakat Indonesia adalah masuknya islam di masyarakat Indonesia yang dibawa oleh wali sembilan, orang jawa menyebutnya wali songo.

Lalu apa yang membedakan berhijrah jaman dulu dan jaman sekarang ? cara penyampaian hijrah jaman dahulu lebih dapat diterima oleh kaum non muslim dibanding masa sekarang. Pada jaman dahulu penyampaian agar orang-orang mau berhijrah tidak hanya menggunakan ayat-ayat untuk menarik seseorang agar mau berhijrah, tetapi juga disertai contoh, bahkan disertai sarana agar masyarakat gampang memahaminya.

Sangat miris bila sarana-sarana itu sekarang dianggap bidah dholalah tanpa mau memahami sejarahnya, dan sarana tersebut merupakan hasil ijma dari ulama terdahulu(wali sembilan) tentunya sudah dilakukan berbagai pertimbangan. Jika para wali sembilan tidak memakai sarana-sarana untuk berdakwah apakah masyarkat bisa menerimanya, bahkan masyrakat pun belum tentu memahaminya.

Dari berbagai kisah penyebaran islam di Indonesia memberikan fakta bahwa islam tidak bisa dipisahkan dengan budaya. Tren pemuda yang menyuarakan berhijrah tidak hanya meninggalkan pribadi buruknya tetapi juga meningglakan budayanya. Memahami islam terlalu kaku sehingga menganggap hal-hal yang berkaitan budaya lokal adalah suatu kebidahan.

Jika menganggap budaya suatu kebidahan maka penyebaran islam yang dilakukan wali sembilan adalah kesalahan, namun jika wali sembilan tidak memakai budaya untuk menyebarkan islam mungkin indonesia bukan menjadi negara dengan penduduk mayoritas islam.

Penghilangan karakter suatau daerah mulai terasa diantaranya pemuda hijrah lebih suka menggunakan kata antum, akhwat, ikhwat, ukhti, dan akhi dari pada menggunakan kata sampiyan, jenengan, kang, dan neng.

Teringat kata-kata dari almarhum Gus Dur “Islam datang bukan untuk mengubah budaya kita menjadi budaya Arab”. Kata-kata dari Gus Dur harus dimaknai bahwa Islam adalah agama yang  cocok untuk semua bangsa dan golongan bukan islam yang kaku.

Saya bukanya tidak setuju tentang tren pemuda hijrah masa kini tetapi lebih baik kita terlihat sebagai orang jawa yang islami daripada terlihat seperti orang jawa yang ke arab-araban karena kita memiliki jatid diri kita sendiri.

Yahya
Yahya
Universitas Jember
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.