Luwu Timur khususnya Desa Baruga dikenal kaya akan tradisi kuliner, salah satunya adalah dange, makanan berbahan dasar sagu yang menjadi simbol budaya masyarakat Bugis. Dange tidak hanya mencerminkan kearifan lokal tetapi juga menyimpan potensi besar untuk mendukung ekonomi desa, terutama di daerah penghasil sagu.
Dange biasanya dimasak di atas tungku dengan cetakan tradisional yang terbuat dari tanah liat atau besi yang biasa disebut “A’dangeng. Proses pembuatannya sederhana, tetapi cita rasanya kaya dan penuh keunikan. Dange sering dinikmati bersama Kapurung dan Parede Ikan, menjadikannya menu andalan bagi masyarakat setempat.
Namun, seiring modernisasi, dange mulai kehilangan popularitas di kalangan generasi muda. Banyak desa kini menghadapi tantangan dalam melestarikan makanan ini. Menyadari hal tersebut, sejumlah desa di Luwu Timur mulai mengambil langkah inovatif.Upaya Pelestarian dan PengembanganDi beberapa desa seperti Desa Baruga, pemerintah desa bekerja sama dengan komunitas lokal untuk mempromosikan dange sebagai produk unggulan.
Festival kuliner, pelatihan bagi UMKM, hingga pengemasan ulang produk menjadi upaya untuk menarik perhatian generasi muda dan wisatawan.“Dange adalah warisan yang harus kita jaga. Selain sebagai makanan tradisional, dange juga bisa menjadi daya tarik wisata,” ujar Yudi Burhan, Kepala Desa Baruga.Beberapa pengusaha lokal bahkan mulai memasarkan dange secara daring. Dengan kemasan modern agar dapat dipasarkan diluar Desa Baruga.
Meningkatkan Ekonomi LokalPengembangan dange tidak hanya mendukung pelestarian budaya, tetapi juga memberikan dampak ekonomi signifikan bagi masyarakat desa. Produksi dange melibatkan banyak pihak, mulai dari petani sagu, pembuat cetakan tradisional, hingga pedagang lokal.“Dulu saya hanya menjual dange di pasar desa, tapi sekarang permintaan meningkat karena banyak wisatawan yang tertarik. Pendapatan saya naik dua kali lipat,” kata Hajera, salah seorang pembuat dange di Desa Baruga.
Dengan pemasaran yang tepat, dange berpotensi menjadi produk ekspor unggulan Desa Baruga. Selain itu, pemerintah desa didorong untuk membuat kebijakan yang mendukung pengelolaan sumber daya sagu secara berkelanjutan.
Harapan ke DepanDange adalah contoh nyata bagaimana tradisi kuliner dapat menjadi peluang ekonomi bagi masyarakat desa. Dengan dukungan berbagai pihak, dange tidak hanya akan tetap hidup sebagai warisan budaya, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi lokal yang berkelanjutan.“
Dange adalah identitas kami. Jika kita bisa melestarikannya, generasi mendatang akan tetap mengenal dan bangga akan kekayaan budaya kita,” tutup Yudi Burhan.Langkah-langkah ini membuktikan bahwa pelestarian tradisi tidak hanya soal mempertahankan masa lalu, tetapi juga menciptakan masa depan yang lebih baik bagi desa-desa di Luwu Timur