Tahun 2014 merupakan momentum awal kebangkitan penyelenggaraan pemerintahan desa menyusul disahkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Melalui undang-undang tersebut desa memperoleh kedudukan yang kuat dalam pemerintahan serta memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengalokasikan dana desa.
Dana desa dianggarkan setiap tahun dalam APBN sebagai salah satu sumber pendapatan desa. Kebijakan ini sekaligus mentranformasikan dan memaksimalkan seluruh skema pengalokasian anggaran dari Pemerintah kepada desa.
Membangun desa dalam konteks UU No 6 Tahun 2014 mencakup upaya-upaya untuk mengembangkan pemberdayaan dan pembangunan masyarakat desa di bidang sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Dalam mengimplementasikan program tidak cukup hanya dengan menyediakan basis dukungan finansial terhadap rakyat desa, tetapi juga mendorong usaha ekonomi desa dalam artian luas.
Dukungan finansial terhadap 74.794 desa kini semakin serius dilakukan oleh pemerintah pusat, hal itu terwujud dari anggaran dana desa yang sangat besar dan cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Pada tahun 2015, Dana Desa dianggarkan sebesar Rp20,7 triliun, dengan rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi sebesar Rp280 juta. Pada tahun 2016, Dana Desa meningkat menjadi Rp46,98 triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp628 juta dan di tahun 2017 kembali meningkat menjadi Rp 60 Triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp800 juta. Dengan banyaknya dana desa yang telah di anggarkan oleh pemerintah, maka yang diperlukan adalah kemampuan akuntansi dan pengawasan pengelolaan dana desa. Jangan sampai terdapat penyelewengan atau penyalahgunaan dana desa.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Buku Pintar Dana Desa, hasil evaluasi tiga tahun pelaksanaan Dana Desa telah terbukti menghasilkan sarana/prasarana publik yang bermanfaat bagi masyarakat pedesaan pada khususnya, antara lain berupa terbangunnya lebih dari 95,2 ribu kilometer jalan desa; 914 ribu meter jembatan; 22.616 unit sambungan air bersih; 2.201 unit tambatan perahu; 14.957 unit PAUD; 4.004 unit Polindes; 19.485 unit sumur; 3.106 pasar desa; 103.405 unit drainase dan irigasi; 10.964 unit Posyandu; dan 1.338 unit embung dalam periode 2015-2016. Apabila berkaca pada jumlah dana desa yang telah di anggarkan, maka secara optimis pembangunan desa menuju ke arah yang tepat.
Apabila sarana dan prasarana publik masyarakat desa telah terpenuhi, maka tahap selanjutnya yang harus di gaungkan adalah kesempatan untuk mengembangkan perekonomian masyarakat desa.
Hal tersebut dapat dilakukan melalui pelatihan, pendampingan dan pemasaran hasil kerajinan masyarakat desa, pengembangan usaha peternakan, pertanian dan perikanan, serta pengembangan kawasan wisata. Kunci sukses untuk mensejahterakan masyarakat desa adalah kuatnya sentuhan inisiasi, inovasi, kreasi, kreativitas dan kerjasama antara aparat desa dengan masyarakat dalam mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bersama.
Pembangunan desa tidak mungkin bisa dilakukan aparat desa sendiri, tapi butuh dukungan, prakarsa, dan peran aktif dari masyarakat. Karena pada dasarnya desa terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang mengedepankan gotong-royong dan musyawarah mufakat. Hal tersebut merupakan salah satu kekuatan bagi desa apabila ingin mengembangkan ekonomi kerakyatan menjadi lebih baik.
Menumbuhkembangkan budaya Literasi Masyarakat Desa
Studi yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 menempatkan Indonesia menjadi negara yang memiliki minat baca terendah kedua atau menempati urutan ke-60 dari 61 negara di dunia yang di survei. Minat baca di Indonesia masih berada pada angka 1%, artinya dari 1000 orang hanya ada 1 orang yang memiliki minat baca.
Masyarakat desa cenderung memiliki akses yang sulit terhadap adanya bahan bacaan, sementara itu pembangunan desa tidak hanya terkonsentrasi pada sarana fisik, tetapi juga pembangunan sumber daya manusianya. Karena pengelolaan Dana Desa sangat bergantung pada kemampuan aparat desa dan masyarakatnya.
Diperlukan adanya penguatan budaya literasi di tiap-tiap desa, bisa berupa pembangunan perpustakaan desa yang berbasis digital. Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah desa tidak perlu pusing memikirkan dari mana sumber dananya karena dapat menggunakan dana desa yang ada.
Membangun perpustakaan desa bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi jika pembangunan berfokus pada pembangunan sumber daya manusianya. Artinya keberadaan perpustakaan desa di dalam lingkungannya, merupakan sarana penyaluran pendidikan informal, manakala secara konsisten memprioritaskan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bukan pembangunan sesuai kemauan. Sehingga menghasilkan pembangunan Sumber Daya Manusia yang tepat sasaran.
Penguatan BUMDes
Mengelola dan membangun BUMDes setidaknya membutuhkan kreativitas dan inovasi. Banyak desa kaya potensi tetapi minim inovasi. Dari sektor pariwisata saja, desa-desa yang ada seharusnya mampu memperoleh pendapatan yang maksimal, tetapi masih belum banyak dilakukan. Untuk mengatasi hal tersebut, pihak desa sebetulnya dapat meminta pendampingan kepada pemerintah Kabupaten/Kota atau dapat belajar dari desa yang telah berhasil mengelola BUMDes nya.
Sebagai contoh penanganan BUMDes di Desa Wisata Bleberan, yang dipilih menjadi salah satu desa wisata terbaik di Indonesia, karena kesuksesan pengelolaan wisata yang dilakukan oleh manajemen Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Hal itu terbukti dari meningkatnya perekonomian desa melalui BUMDes. Kepala Desa Bleberan pernah mengungkapkan bahwa melalui BUMDes, terjadi peningkatan Pendapatan Asli Desa pada 2016 sebesar Rp 250 juta.
Mencegah Urbanisasi
Urbanisasi dipicu adanya perbedaan pertumbuhan atau ketidakmerataan fasilitas-fasilitas dari pembangunan, khususnya antara daerah pedesaan dan perkotaan. Akibatnya, wilayah perkotaan menjadi magnet menarik bagi kaum urban untuk mencari pekerjaan. Oleh karena itu pembangunan desa dapat menjadi solusi yang cepat dan tepat untuk mengurangi urbanisasi dan ketimpangan yang terjadi.
Dukungan keuangan pemerintah pusat melalui dana desa serta dukungan pembangunan sarana prasarana di pedesaan yang tengah didorong pemerintah, diharapkan menjadi momentum yang tepat untuk mempercepat pembangunan pedesaan menuju desa mandiri. Pembangunan Desa dengan memaksimalkan dana desa di proyeksikan dapat membendung arus urbanisasi pada tingkat nasional, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015, hampir separuh masyarakat Indonesia tinggal di kota. Jumlah ini diproyeksikan naik menjadi 67 persen pada tahun 2035.
Dana desa yang digunakan secara maksimal dan dikelola dengan professional dapat menjadi salah satu solusi bagi permasalahan yang terjadi.