Tarik ulur kasus Setya Novanto terkait kasus korupsi mega proyek e-KTP berbuntut panjang. Beberapa bulan lalu SN di bebaskan dari tersangka terkait kasus korupsi e-KTP karena di anggap tidak mencukupi bukti melalui pra peradilan.
Namun siapa sangka, KPK tetap membututi kasus korupsi yang melilit SN. Beberapa Minggu lalu KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka terkait kasus korupsi e-KTP jilid II.
Sebelum kasus e-KTP, SN beberapa kali memang tersandung berbagai kasus hukum yang melilitnya seperti dimuat di harian KOMPAS.com. Kasus yang pernah dialami SN adalah kasus PON Riau, Kasus suap di MK, dan kasus korupsi pengadaan e-KTP.
Mekipun demikian SN terbilang orang yang lihai dan patut di acungkan jempol. Siapa yang tidak kenal Setya Novanto?
Dari kasus hukum yang pernah singgah dalam hidup Setya Novanto, terbukti SN berhasil keluar dengan aman. Kasus yang pernah di hadapinya seakan di tepis begitu saja. Seperti kebal hukum, SN kembali berhadapan dengan KPK terkait korupsi e-KTP. SN yang selama ini dinilai lihai dalam melepaskan diri dari kasus hukum yang pernah menjeratnya, mesti berhadapan dengan lawan tangguh KPK.
Melalui berita yang dimuat detik.com di kabarkan SN akan melakukan pra peradilan jilid II, untuk melepaskan diri dari kasus korupsi yang menjeratnya. KPK pun dengan tegas akan siap menghadapi keinginan SN. Anehnya, kenapa SN tidak menempuh ide awal bahwa akan melawan KPK di pengadialn?Apa mungkin SN kehabisan cara dalam menghadapi KPK?
Jika dilihat dari sikap yang dilakukan oleh SN, bisa saja Novanto kehilangan akal dalam menghadapi KPK. Pasca penetapan tersangka SN jili II, SN seakan bermanuver politik dengan mencoba mengaitkan dengan orang nomor satu Jokowidodo.
Hal tersebut terlihat dengan jelas ketika Novanto di panggil KPK beberapa hari lalu. Mencoba mangkir, Novanto berdalih bahwa KPK mesti mendapatkan izin dari Presiden terlebih dahulu. Herannya, melalui KOMPAS.com dan media lainnya, Presiden Jokowi menanggapi dengan santai bahwa bukan aturannya. Sepenuhnya Presiden Jokowi menyerahkan proses hukum tersebut kepada KPK.
Seperti kehilangan arah, Novanto kembali bermanuver dengan memainkan berbagai isu agar KPK kehilangan kepercayaan di kalangan publik. Barbagai isu seperti melakukan pemalsuan surat dan penyalahgunaan wewenang oleh pimpinan KPK tidak menyulutkan semangat KPK untuk memeriksa Novanto. Bukannya berhenti melakukan penyelidikan, KPK malah menjemput paksa Novanto yang sudah mangkir dalam pemanggilan untuk proses hukum yang menjeratnya. Sayangnnya mesti memilih kabur ketika di jemput penyidik KPK.
Komisi Pemberantas Korupsi-pun tidak tanggung-tanggung dengan kaburnya SN. Pimpinan KPK akan berkoordinasi dengan Polri untuk menerbitkan DPO (Daftar Pencarian Orang) dengan arti lain buronan jika SN tidak menyerahkan diri.
Tak tanggung-tanggung ketika mendengar kabar Novanto yang muncul dari pelariannya. Publik yang menunggu proses hukum SN pun seakan heboh ketika mendapat kabar bahwa Novanto tiba-tiba mengalami kecelakaan. Bukannya meringkuk ke jeruji besi, Novanto malah dilarikan ke Rumah Sakit Permata Hijau.
Setya Novanto Sebagai Citra Pimimpin Indonesia
Belum usai isu kaburnya Novanto dari penjeputan paksa yang dilakukan KPK, sekarang Novanto malah terbaring di rumah sakit dengan kasus kecelakaan. Pertanyaannya adalah, sampai kapan kasus Novanto harus berakhir di Rumah Sakit?
Ini tentu mencerminkan kredibilitas Novanto sebagai orang nomor satu di DPR. Sikap gentle Novanto patut di pertanyakan selaku pimpinan DPR dan juga sebagai pemimpin partai Golkar. Ini tidak saja akan jadi perbincangan hangat tentang politik dalam negri, namun juga akan berdampak buruk bagi padangan politik secara internasional.
Mestinya, Novanto tidak perlu bermain isu yang ruet dalam menghadapi kasus hukum yang menjeratnya. Dengan santai ia mesti hadapi kalau memang tidak terbukti bersalah. Namun sebaliknya, publik seakan digiring oleh Novanto sendiri dengan aksi yang dimainkan Novanto sendiri. Alih-alih untuk memunculkan citra yang baik, Novanto seakan blunder dengan permainannya sendiri.
Kendati demikian, selama ini Novanto terbilang handal dalam bermain akrobat. Sehingga orang yang berada disekelilingnya cuap-cuap hebat untuk mendukungnya. Namun kali ini Novanto salah kaprah bahwa ia berhasil memainkan jurus sakti seperti sakit terus menerus. Publik seakan tidak percaya dengan berita yang menayangkan Novanto bahwa ia sedang sakit karena kecelakaan.
Persoalannya bukan pribadi Novanto, melainkan bahwa Novanto merupakan simbol negara (DPR). Apabila simbol itu rusak, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa akan muncul krisis kepercayaan terhadap DPR itu sendiri, dalam hal ini adalah profesionalitas Novanto selaku ketua DPR.
Kalau saja Novanto legowo menghadapi kasus hukum yang menjeratnya, dan memenuhi panggilan KPK dengan hormat, barangkali perseteruan antara DPR vs KPK berakhir imbang. Namun kali ini, KPK kembali diterima dengan baik di kalangan publik sementara instutisi DPR tidak tertutup kemungkinan akan mengalami krisis kepercayaan di kalangan publik hanya karena sikap pribadi Novanto yang tidak dewasa menghadapi hukum.
Siapa sangka nasip yang dialami Novanto kali berakhir buruk. Orang yang dianggap dewa sekalipun mesti menerima kencaman dengan kecelakaan yang menimpannya. Bukannya simpati dari publik, Novanto menjadi trending topik dengan meme- meme kocak yang bertebaran. Sekilas itu adalah pribadi Novanto. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa dia adalah pemimpin bangsa Indonesia yang dikenal besar ditingkat Internasional.
Apa mungkin sudah nasib bangsa ini berakhir lucu? selucunya nasibnya Novanto? saya harap setelah ini Novanto tidak hilang ingatan untuk mempertanggungjawabkan kasus yang sedang menjeratnya. Efek sinetron tanah air, kasus nyatapun mesti berakhir dengan drama yang tidak penting. atau mungkin pepatah lama sudah tidak berlakuk lagi saat ini. Bahwa sepandai-pandainya tupai meloncat akhirnya jatuh juga. Sepertinya tidak untuk kasus Novanto, karena memang ada rumah sakit dan dokter yang juga siap memerankan skenario.