Jumat, Mei 3, 2024

Cuitan ‘Penjaga Buku’

Ferika Sandra Salfia
Ferika Sandra Salfia
Belajar Menulis untuk Menertibkan Pikiran.

Halo Librarians… sudah jadi pustakawan? Bagaimana rasanya? Seru kan? Iya dong, kan selain “hanya menata buku” dituntut untuk memahami pemustaka, menata ruang, memerhatikan tata letak koleksi, kreatif, dan inovatif kan? Adik-adik calon Pustakawan atau yang terlanjur njegur di dunia keperpustakaan monggo merapat.

Jadi pustakawan itu perlu jiwa yang legowo, solutif, dan multitalent. Sebab normalnya, pekerjaan pustakawan itu bertanggung jawab penuh atas tata kelola perpustakaan mulai tata buku, tata ruang, pengadaan koleksi, pelayanan prima, pameran, tempat be;ajar, dan rekreasi, dan segala seluk beluk yang lebih terperinci untuk bertanggung jawab pada perpustakaan. Intinya, pekerjaannya sangat beragam. Tidak hanya menjaga buku. Dagangan kali ah dijagain.

Sebagai pustakawan debutan anyar, saya ingin berbagi tips agar adik-adikku yang manis tidak kaget ketika memilih jurusan perpustakaan, atau ingin bekerja menjadi pustakawan baik di instansi, lembaga sekolah, perguruan tinggi, ataupun perpustakaan umum di Indonesia. Khusus area Indonesia dulu, karena saya belum ada kesempatan ke negara lain. Bismillah, minta do’anya ya, biar nanti bisa saya komparasikan perpustakaan luar negeri dengan dalam negeri sebagai pembelajaran.

Perlu jiwa legowo

Pustakawan harus mendaulatkan dirinya sebagai pemerhati pustaka untuk mendapatkan segala sumber informasi yang diperlukan pemustaka. Maka pustakawan tentu harus paham tata letak koleksi, kode-kode klasifikasinya, lokasi, dan lain sebagainya. Bagi yang belum mengetahui perpustakaan atau ingin berkenalan, saja jelaskan secara singkat. Penataan di perpustakaan dilakukan berdasarkan oleh paduan Dewey Decimal Classifications (DDC) yang merupakan sistem pengindeksan dan klasifikasi untuk menyusun koleksi perpustakaan berdasarkan topik atau subjek tertentu.

Lebih detailnya bisa browsing atau langsung saja mencicip jurusan perpustakaan, bisa ngambil D3 atau langsung S1 di manapun asal dilandasi dengan niat dan tekad. Dijamin akan merasa memiliki kedekatan emosional kuat dengan empat kamus tebal yang kami sebut kitab DDC. Saat ini yang biasa digunakan sebagai penglasifikasian adalah DDC 23 yang merupakan edisi terakhir DDC.

Pustakawan yang ramah dan sabar bisa menjadi idola setiap pemustaka. Pustakawan selalu dituntut untuk ramah, berwawasan luas, dan dianggap sang kutu buku, karena sering berkutat dengan buku. Kesabaran pustakawan yang layak diuji adalah ketika melakukan klasifikasi buku. Sebab tak semua pustakawan benar-benar paham 100% tanpa cela untuk dapat melakukan klasifikasi yang tepat tanpa ada kesalahan. Beda tajuk subjek beda kelas, beda negara ada tabel lainnya, bahasa yang beda ada lagi tabel lain, dan tidak sembarang ditambah-tambahkan (.) titik di setiap penomoran koleksi.

Ditambah harus legowo menghadapi pemustaka yang memiliki kepribadian berbeda-beda, yang tak jarang juga beberapa bikin pustakawan ngelus dada sampai kaki, hanya karena dia ngomel-ngomel tidak mendapatkan koleksi yang dibutuhkannya. Ada juga yang setelah baca ditaruh ke rak sembarangan, atau bahkan komplain tentang perpustakaan, seperti, “kok koleksinya gak lengkap sih… memangnya tidak diperbarui?”

Jawaban dari kenapa koleksi sebuah perpustakaan tidak lengkap hanya ada tiga. Pertama, karena pustakawannya tidak memilik latar belakang pendidikan perpustakaan. Kedua, koleksi- koleksi terbaru sudah diajukan oleh pustakawan namun tidak segera diadakan (alias birokrasi yang alot di negara +62 ini). Meskipun tidak semua instansi seperti ini, namun alasan kedua adalah yang paling sering terjadi di beberapa ytempat.

Alasannya sederhana, tidak ada sumber dana yang cukup. Selain pemustaka yang komplain, atasan juga turut komplain. Padahal pengajuan pengadaan buku sudah dilakukan. (Secuil pengalaman saya). Ketiga adalah, bukunya belum dikatalogisasikan sehingga belum masuk sistem.

Buku yang belum dikatalogisasi, dikarenakan dua hal. Bisa jadi kekurangan pustakawan, atau pustakawannya males, atau kedua adalah banyak buku-buku lainnya yang menumpuk sehingga perlu proses untuk melakukan katalogisasi. Terutama pada katalog digital Online Public Access Catalog (OPAC).

Harus solutif

Seperti kata Buk Tedjo di sinema Tilik the series, “dadi wong kuwi kudu solutip, Bu-ibu,” (jadi orang itu harus solutif). Itu adalah kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang pustakawan.

Tenaga perpustakaan sering diabaikan dan dianggap kurang penting kehadirannya. Asalkan naruh bukunya rapi, semua beres. Kebutuhan pemustaka yang beragam, menekankan pustakawan  mau tidak mau harus belajar tentang buku yang akan diklasifikasikan sedikit banyak. Bisa dibayangkan bila ada ribuan koleksi, pustakawan dituntut mampu memberi gambaran perihal lingkup buku tersebut. Tuntutan lainnya ialah, pustakawan harus kompeten untuk merekomendasikan buku yang diperlukan pemustaka. Jadi pustakawan belajar segala jenis ilmu, meski kilat, tapi proses klasifikasi tidak boleh sembarangan. Harus dibaca kilat isi buku tersebut menjelaskan tentang apa.

Pustakawan jaman sekarang juga harus cakap di bidang teknologi. Mau tidak mau harus mampu mengotak-atik program perpus, modifikasi teknologi perpus, membuat website, belajar bahasa pemrograman dasar, dan yang paling menarik kami juga mempelajari literasi informasi seorang ataupun sekelompok individu, serta banyak hal tentang lembaga informasi yang tergabung dalam GLAM (Gallery,Library,  Archieve, Museum). 

Keilmuan dan pembahasannya luas. Tak melulu tentang harus diam anteng, duduk manis, jagain buku. Kalau hanya seperti itu penilainnya ya semua orang bisa, tidak perlu ada jurusan keilmuan pustakawan toh? Sebab, suatu jurusan ada apabila memang keilmuan itu dibutuhkan kompetensi lulusan yang mampu bertanggung jawab menjaga jantung informasi.

Multitalent 

Pustakawan seringkali dihadapkan dengan situasi yang tak terduga. Seperti pengunjung yang memiliki pertanyaan tak biasa, tugas-tugas mendesak dari atasan, dan pekerjaan-pekerjaan seremeh nangkep clurut, membasmi kutu, dan menjaga kebersihan serta keamanan buku adalah hal utama yang harus bisa dikuasai pustakawan. Bagi saya nangkep clurut jujur bukan hal yang remeh. Susahnya minta ampun. Apabila kalian mendebatnya dengan jawaban, “Ya berati itu perpustakaannya yang jorok,” tak apa. Pergantian pustakawan terkadang memang memberikan peluang clurut – clurut untuk masuk perpustakaan.

Misalnya di perpustakaan sekolah. Apabila di lembaga atau instansi yang besar sudah memiliki jadwal fumigasi tersendiri, lain halnya dengan perpustakaan – perpustakaan sekolah di Indonesia. Mayoritas perpustakaan sekolah di Indonesia masih berjalan apa adanya, hanya difungsikan sebagai gudang buku. Hal ini juga disampaikan oleh pengurus ISIPII dalam artikel isipii.org, berjudul Perpustakaan Sekolah Belum Optimal.

“Halah cuma perpus sekolah aja loh kok butuh pustakawan kompeten’” Begitu kira – kira siklus permasalahan lingkungan perpustakaan sekolah. Masih banyak pihal yang memandang remeh pengelolaan perpustakaan. Tidak sadar akan pentingnya pustawakan yang kompeten di bidangnya. Saya memang orangnya suka suudzon, dan memang permasalahan selalu begitu. Pustakawan dituntut untuk serba bisa A B C D sampai Z, sebab dianggap pustakawan kerjanya hanya nungguin buku.

Ferika Sandra Salfia
Ferika Sandra Salfia
Belajar Menulis untuk Menertibkan Pikiran.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.