Kamis, April 25, 2024

Corona Vs Corupna

Syaiful Rizal
Syaiful Rizal
Akademisi dan Penulis Lepas

Sejak awal tahun 2020, publik internasional di gegerkan oleh penyebaran virus corona atau Novel 201 Coronavirus (2019-nCoV) yang berasal dari Wuhan Tiongkok. Menurut data laporan bbc.com @StephenMcDonell 30 Januari 2020, virus ini telah membunuh 170 orang, 7736 positif dan 12,176 orang lainnya Suspected Corona.

Pemerintah Tiongkok bahkan mengisolasi 13 kota salah satunya kota Wuhan di Provinsi Hubei yang di Huni sekitar 11 juta orang. Hal ini terpaksa di lakukan sebab mudahnya cara virus ini menyebar dan belum adanya vaksin yang jelas-jelas dapat mencegah bahkan menyembuhkan dari Corona, meskipun data dari bbc.com menyatakan sampai detik ini sudah ada 124 orang yang pulih dan keluar dari rumah sakit Tiongkok.

Menanggapi wabah Corona pemerintah dunia terutama pemerintah Indonesia dan masyarakatnya merespon dengan sigap dan luar biasa. Pemerintah RI melalui Menteri Kesehatan mengatakan telah mengaktifkan 135 alat pemindai suhu tubuh atau thermo scanner di seluruh pintu masuk Indonesia dan menyiapkan 100 rumah sakit untuk rujukan untuk Corona. Masyarakatpun melakukan aksi penolakan terhadap kedatangan 150 Turis Tiongkok di Kota Bukittinggi pada Minggu (26/1/2020).

Tanggapan yang Responsif yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat Indonesia terhadap penyebaran virus Corona berbanding terbalik pada penanganan virus Corupna “CORUPsi iNdonesiA”. Padahal kedua virus tersebut sampai saat ini sama-sama belum memiliki vaksin/serum yang ampuh untuk mengatasi dan membasminya.

Virus Corupna lebih mudah penyebarannya, gampang menjangkiti korban baik secara sadar maupun tidak. Korbannya pun tidak hanya 1 generasi bahkan bisa jadi 7 generasi yang akan menanggung dari dampak penyebaran virus Corupna, bukan lagi berdampak hanya pada harta, nyawa maupun 1 generasi. Virus Corupna bahkan lebih berbahaya dari pada virus Black Death yang pernah menewaskan 100jt manusia, virus Corupna dapat membumi haguskan 250jt penduduk Negara Indonesia dalam sekali wabah.

Pemerintah Indonesia

Kasus-kasus pengungkapan Korupsi yang terus terjadi “Jiwasraya dan Asabri”, menggigatkan bahwa peranan pemerintah patut di pertanyakan. Pemerintah selaku pelayan di republik ini, seharusnya memberikan contoh yang kongkrit dalam mencegah bahkan memerangi virus Corupna. Bukannya malah “serasa” kecolongan akan terjadinya tindak korupsi di tubuh pemerintah sendiri “BUMN, Kementerian dan Instansi-instansi lainnya”.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memberikan contoh buruk dan menimbulkan pertanyaan besar bagi masyarakat, apakah ini penampakan wajah asli pemerintah akan penanganan virus CORUPNA? Dengan menghadiri konferensi pres pembentukan Tim Hukum PDIP terkait kasus suap yang melibatkan kader PDIP maka bisa ditafsirkan tidak professional, maaladministrasi, dan mal konflik kepentingan.

Gambaan tersebut ibarat pepatah mengatakan “Pagar Makan Tanaman”, gembar-gembor melakukan sosialisasi/publikasi pencegahan, pembuatan Satgas dan lain-lain, pada akhir kenyataanya mereka-mereka sendiri yang melakukan hal tersebut.

Lembaga Independen

Publik masih teringat akan KPU yang merupakan komisi Negara independen bersikukuh melarang mantan narapidana korupsi maju pada pemilihan calon legislatif (Pileg) 2019. Meskipun banyak pihak yang menentang, komisioner KPU Pramono Ubaid yang dilangsir oleh m.ccnindonesia.com siap menghadapi gugatan di Mahkamah Agung (MA) (23/5/2018).

Atensi publik tertarah pada salah satu pencetus narapidana koruptor dilarang menjadi caleg 2019 yakni komisioner KPU Wahyu Setiawan yang terjaring OTT KPK pada awal tahun 2020, dengan kasus suap yang melipatkan salah satu kader PDIP yakni Harun Masiku.

Masyarakat 

Sanksi sosial yang diterapkan oleh Masyarakat tidak Nampak bahkan acuh tak acuh sehingga tidak berpegaruh secara psikologis bagi para pelaku dan keluarga pelaku. Masyarakat banyak menyuarakan, mengkritisi bahkan menghujat Pemerintah, Aparat Penegak Hukum dan lain-lain yang di anggap melakukan telah memonopoli akan tindak hukum yang berlaku.

Salah satu sebabnya yakni akan penegakan hukum bagi tersangka koruptor yang terkesan tidak sama dengan perlakuan dan masa penahanan bagi pencuri helm. Masyarakat dengan keras lantang menyuarakan “Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas”.

Hal ini menjadi sangat ironi, sebab masyarakat pada kenyataan di lapangan masih membudayakan budaya atau memberikan peluang pada bibit-bibit korupsi. Salah satunya masih menggunakan jasa biro dalam pengurusan administrasi permerintahan atau dalam hal lainnya, padahal di lokasi tersebut dilarang adanya jasa biro.

Menerima Money Politik (politik uang) “serangan fajar” yang dilakukan oleh sebagian besar calon kepala daerah atau calon legislatif bahkan ketika pemilihan tingkat RT/RW atau kepala desa untuk memilih mereka. Apabila tidak melakukan tersebut banyak masyarakat tidak akan memilih calon tersebut, karena di anggap pelit dan lain sebagainya.

Darurat Virus Corupna

Negara Ini perlu melakukan apa yang telah pemerintah Tiongkok lakukan untuk memerangi virus Corona, salah satu caranya yakni dengan mengkarantina/Mengisolasi sebanyak 34 Provinsi, 416 Kabupaten, dan 98 kota.

Pengisolasian dilakukan untuk mencegah penyebaran virus Corupna sambil menunggu sampai negara ini betul-betul menemukan vaksin pencegah, serum pengobatan, bahkan menghabisi virus Corupna.

Syaiful Rizal
Syaiful Rizal
Akademisi dan Penulis Lepas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.