Sabtu, April 27, 2024

Corona, Bianglala, dan Pemuja Kata

Marjono
Marjono
Alumnus Pascasarjana Universitas Semarang (USM), 2006, Kasubbag Materi Naskah Pimpinan Biro Umum Setda Provinsi Jawa Tengah, 2015-Sekarang, dan Penulis lepas

Virus Covid-19 alias Corona telah membawa kecamasan bagi sebagian warga kota, mereka menjadi lebay dengan mengenakan masker bahkan ketika barang langka, harga mahal pun tetap diburu. Kondisi tersebut menunjukkan kemurungan sekaligus ketidaksiapan orang kota menangkal virus corona.

Pemandangan yang berbeda bagi warga desa, di tengah rimbunnya kegelisahan atas rakusnya corona, mereka nampak lebih rileks dan percaya diri. Orang desa lebih familiar dengan obat tradisional yang bisa didapatkan di tanah dan kebun sekitar. Pengalaman meramu secara otodidak menjadi profesi bayangan yang tak terbayar.

Corona barangkali bisa dikatakan sebagai ujian global, karena nyaris negara di belahan dunia terdampak virus tersebut hingga mempengaruhi investasi, pendidikan, kesehatan, sosiokultur, lingkungan, politik, olahraga, pariwisata, dan lain-lain.

Sedihnya lagi, kawan-kawan yang berasal atau berlatar garis dari negerinya Jacky Chan pun Jet Lee tak sedikit beroleh label coroners, sebagian lagi melakukan tindak diskriminasi pada mereka karena dituding biang pengangkut virus. Pelemahan verbal kental, ngece, mengejek bertumpahan.

Barang atau komoditas impor dari muasal virus corona pun mengalami hal yang tak jauh beda. Ada stop sementara, ada yang berkampanye hati-hati atas barang-barang dari sana maupun bahkan sampai dengan pasar kuliner berfrasa kecina-cinaan mengalami kelesuan signifikan.

Sisi lainnya, munculnya corona menjadi berkah tersendiri bagi mereka yang berbisnis masker. Karena menurutnya, masker menjadi senjata pertama penolak bala corona atau bumper penularan corona. Berapapun, oplah dan stok masker selalu ludes, laris manis bak kacang goreng. Industri dan UMKM jamu pun diyakini menggeliat perkasa memanen mata uang berlimpah.

Sementara bagi ibu-ibu menjadi panen besar untuk meraup pahala dariNYA. Karena sang ibu sekarang berkesan lebih perhatian, merasa dekat dengan para buah hatinya dengan membudayakan perilaku hidup sehat. Mengedukasi anak-anakanya mencuci tangan secara benar dan gampang, menyediakan hand sanitizer maupun antiseptic di rumah, di kendaraan, di tas sekolah mereka, dll.

Ibu-ibu pun rajin membangunkan keluarganya pagi-pagi untuk rajin berolahraga meskipun ringan dan dalam waktu pendek, namun secara regular tak ditinggalkan. Selain itu lagi, lagi, para ibu ini pun dengan kudusnya ceriwis mengingatkan putra-putrinya selalu menjaga kebersihan.

Naluri perempuan, Ibu pun menyediakan makanan bergizi beserta buah dan sayur yang penuh nutrisi. Itu semua dilakukan hanya untuk menyelamatkan generasinya dari amukan corona. Pertahanan diri secara personal mutlak digelorakan.

Itukah kasih sayang yang beraduk dengan proteksi yang berlebihan. Tak apalah, terpenting semua aman, tak ada kerentanan. Malah ada yang mengganti salaman di beberapa sekolah dengan bersenyum dan membungkukkan tubuh sebagai tanda hormat dan sapa dari civitas sekolah. Kearifan dan kewaspadaan menyatu.

Corona telah menjelma warna-warni kepedihan juga ragam keriangan yang kontras. Serasa ada yang terus berputar menjulang hinggap ke bawah selaksa bianglala. Ada yang untung dan ada yang merasa dirugikan, ada penimbun ada pembeli, ada pencuri ada pengguna, ada yang bersilang pendapat. Ada yang histeria, ada yang menghiba namun ada juga yang tegar dan sehat tanpa masker.

Ada para pemuja kata di berbagai media lewat tulisan dan artikel bahkan komentar-komentarnya, namun juga ada yang merasa tertindih oleh virus kata-kata dengan akrobatiknya yang mungkin tak kalah pengapnya di tengah berjuang melawan corona.

Ada berhimpun syukur juga, terbitnya corona ternyata juga melahirkan tak sedikit samaritan, donatur, pilantropis yang intinya meringankan beban di sekujur para penyintas corona. Tunas dan ceruk sosial kemanusiaan bertumbuh. Sense of crisis masif dimana-mana. Di atap yang lain, menjulang ranum ego yang berlompatan, berserakan.

Corona senyatanya juga menjadi starting point bagi pelayanan publik yang lebih baik, resposif, gampang dan murah dengan bonus ramah bukan remeh temeh.

Dalam pusaran coroa seperti ini, negara hadir tak cuma dalam angka, tapi pada kenyamanan dan pelayanan. Mungkin yang perlu dicari jalan keluarnya adalah mereka yang suspect corona ini bisa masuk dalam list yang ditanggung biayanya oleh BPJS. Karena mereka juga adalah asset bangsa.

Kita berharap semua menjadi ibu bangsa, mother of man. Ibu bagi mereka yang suspect, yang positif maupun mereka yang imun atas corona. Kita menerima corona apa adanya, tapi tak pernah kita biarkan masa depan mereka seadanya.

Kira berdoa, lewat ujian corona ini semakin menyatukan Indonesia. Negeri ini sudah banyak para arsitek bahasa dan sudah saatnya kita berbuat nyata. Urun angan penting, turun tangan tak kalah pentingnya.

Marjono
Marjono
Alumnus Pascasarjana Universitas Semarang (USM), 2006, Kasubbag Materi Naskah Pimpinan Biro Umum Setda Provinsi Jawa Tengah, 2015-Sekarang, dan Penulis lepas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.