Setiap pagi, ia datang, menyapa dan membawa kehangatan. Dinginnya malam perlahan tersapu aroma wewangian daun segar sisa mimpi indah, menunggu cahya. Hangat dan semakin hangat. Aku menatapnya dia menatapku, tidak, tidak hanya aku, tapi bumi ini semua dalam tatapan hangat sang mentari. Seakan berkata “Selamat pagi bumi, salam sejahtera, aku datang memenuhi panggilan Tuhanku untuk kalian”. Semua tertatap cahyanya, ia tak pilih kasih. Semua ditatapnya, ia tak pamrih. Dari sini aku belajar bahwa, kasih sayang harusnya seperti mentari. Dia tak pernah bertanya “apa agamamu, apa sukumu?”. Dia tak pernah meminta “apa imbalanku?”. Cahyanya ditunggu dan dinanti, manfaatnya selalu terbukti. Tapi ia tak pilih kasih apalagi pamrih. Terimakasih hai mentari, darimu aku belajar bagaimana seharusnya aku manusia berkasih sayang terhadap sesama makhluk ciptaan-Nya.