Kurang dari dua bulan untuk menginjak hari-H, hingar bingar yang mengiringi Pemilu serentak terus mengisi ruang-ruang media. Media sosial utamanya, memberikan peranan penting dalam mengusung opini publik yang dibicarakan dari waktu ke waktu. Seperti beberapa hari belakangan, issue politik transaksional menjadi trending topic di Twitter.
Beredar video salah satu partisipan politik membagikan sejumlah bingkisan kepada masyarakat. Bingkisan tersebut tidak berisi uang, melainkan pesan-pesan persuasif yang mengajak masyarakat untuk memilih partai-partai tertentu dan salah satu paslon presiden. Di dalamnya juga terdapat tabloid, serta tata cara memilih yang baik dan benar –tentu dengan sangat tendensius.
Masyarakat ramai-ramai menilai, menghakimi bahkan menghukuminya sebagai tindakan money politic. Tapi, bukankah tidak ada money di dalam bingkisan tersebut?
Patronase, Rahim Money Politic
Dalam petuah Abraham Lincoln menyebutkan, cita-cita luhur dari sistem demokrasi ialah mengehendaki agar berlangsungnya kebijakan negara atas kehendak rakyat. Maka sistem pemilihan umum sedang meraih itu. Namun, banyak praktek nakal yang mencederai demokrasi kita.
Dalam karya ilmiah “Money Politics and Electoral Dynamics in Indonesia: A Preliminarystudy Of The Interaction Between “Party-Id” And Patron-Client” yang ditulis oleh Burhan Muhtadi, bahwa para ahli ilmu politik banyak beranggapan bahwa patronase ialah penyebab marak terjadinya politik uang di negara berkembang, seperti Indonesia.
Menurut Martin Shefter, patronase adalah sebuah pembagian keuntungan di antara politisi untuk mendistribusikan sesuatu secara individual kepada pemilih, para pekerja atau pegiat kampanye, dalam rangka mendapatkan dukungan politik dari mereka. Patronase biasanya dilakukan dari dua jenis sumber dana. Pertama, menggunakan dana pribadi untuk melakukan vote buying dan money politic. Dan yang kedua, menggunakan dana miliki publik yang menghasilkan praktek pork barrel.
Ciri dari patronase ialah personal, informal, sukarela, resiprokal, tidak setara, dan bersifat dua arah. Karakteristik “tidak setara” menjadi kata kunci utama yang menunjukkan hierarkis pemberian tidak semata-mata ketulusan. Namun, ada makna penekanan dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang diberi untuk melakukan suatu tindakan. Resiprokal juga merupakan ciri bahwa ada harapan tindakan balas budi dari pemberian tersebut.
Menuju Pemilu Bersih
Meskipun praktek patronase lekat terjadi di negara berkembang karena tingkat ekonomi dan pendidikan yang terbilang rendah. Namun, patronase ada juga di negara maju, di seluruh lapisan masyarakat, modem atau tidak modem, demokratis atau otoriter, dan sebagainya.
Namun asa untuk mencapai cita-cita demokrasi tidak boleh luntur. Banyak upaya yang belum dilakukan dan memiliki harapan untuk menghasilkan perubahan. Edukasi politik menjadi alternatif utama untuk mendidik masyarakat dalam menghadapi tahun pemilu ini. Panitia penyelenggara pemilu memiliki tanggung jawab untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai patronase dan praktek-prakteknya.
Seperti proyek pork barrel yang patut diwaspadai, selain merusak proses pemilu juga merugikan masyarakat luas. Ini menjadi tugas KPU dan Bawaslu yang memiliki mandat untuk bekerja mengawal dan menjadi supervisi selama proses ini berlangsung. Pendidikan perlu dilakukan dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, sampai tingkat pusat. Hal ini penting untuk masyarakat yang utamanya belum memahami konsep patronase.
Penutup
Pelanggaran peserta pemilu yang paling fatal selain black campaign, ialah patronase. Menggunakan dana dari sumber manapun, memaksa suara pemilih dalam kontestasi penentu masa depan bangsa adalah bagian dari merammpas hak asasi. Karena setiap orang mempunyai hak untuk menentukan pilihannya, apapun pertimbangannya, apapun sumber referensinya.
Masa depan negara kita ditentukan oleh suara kita yang berdasarkan hati nurani. Pilihanmu akan mengantarkanmu pada program-program partai, anggota dewan dan pemimpin negara yang menentukan arah bangsa kita. Maka dari itu, menjual suara kita bukanlah suatu pilihan akan kegundahan dalam menentukan.
Sumber :
Burhanuddin Muhtad. 16 Juni 2013. Money Politics And Electoral Dynamics In Indonesia: A Preliminarystudy Of The Interaction Between “Party-Id” And Patron-Client
Rekha Adji Pratama. Maret 2017. Patronase Dan Klientalisme Pada Pilkada Serentak Kota Kendari Tahun 2017 dalam Jurnal Wacana Politik