Kamis, Maret 28, 2024

(Bukan) Pengabdi Gubernur

Muhamad Zainal
Muhamad Zainal
Peminat kajian tentang bahasa, sastra, dan pendidikan -- Aktif bergiat sebagai Pendamping Sosial (PKH)
http://Kompas.com/Ihsanuddin

Sah.. sudah Jakarta meminang pemimpin baru. Pucuk pimpinan kota metropolitan sekarang berada di tangan Anis-Sandi sebagai pemenang terpilih (election government) DKI Jakarta. Segala hal yang menyangkut kekuasaan, kebijakan, dan kewenangan saat ini berada di tangan Anis-Sandi. Setelah sebelumnya disahkan melalui proses pelantikan di Istana Negara oleh Presiden Joko Widodo, 16 Oktober 2017.

Kekhidmatan atau bahkan euforia acara pelantikan menjadi salah satu bagian dari bentuk pesta rakyat di alam demokrasi ini. Kemeriahan menyambut pemimpin baru selepas pelantikan menjadi penanda beralihnya kekuasaan dan tapuk pimpinan. Akan tetapi, hal yang lebih substansi dibalik kemeriahan itu semua, adalah kesakralan sumpah yang diikrarkan oleh pemimpin terpilihlah menjadi titik tekannya. Ikrar tersebut harus bisa menjadi gerbang pembuka dalam menjalankan amanah dari rakyat.

Jangan sampai prosesi pelantikan hanya menjadi euforia berlebih yang kosong arti atau bahkan menyakiti hati para pendukung lawan politik. Karena tak bisa dimungkiri, perhelatan Pilkada Jakarta, sangat menguras tenaga dan atensi publik. Bukan hanya perhatian masyarakat DKI, tetapi juga mampu menyedot perhatian masyarakat Indonesia umumnya.

Banyak hal yang harus dibayar secara mahal pada momen Pilkada DKI. Segala rasa, emosi, pikiran, bahkan kerukunan antaranak bangsa menjadi taruhan. Tidak sedikit yang terpecah-pecah, terkotak-kotak, lengkap dengan saling mencaci, menghujat, membenci, bahkan menyebarkan berita-berita hoaks  yang berseliweran di sana-sini.

Dalam pada itu, terlepas dari sisi kelam yang mengiringi. Melalui cerita Pildaka DKI akan banyak pelajaran yang bisa kita petik. Bersenang hati menyambut pemimpin yang dipilih atau legowo menerima pemimpin terpilih menjadi salah satu bentuk pelajaran yang perlu dijalani.

Tugas berat memang menanti Anis-Sandi untuk mengharmonikan kembali Jakarta. Di tengah polarisasi yang terbentuk akibat ekses dari Pilkada panas, setidaknya mungkin tetap membenamkan luka-luka politik bagi siapa saja yang meradang. Namun, di lain sisi, justru data 2.3 juta pemilih Ahok-Djarot ataupun pemilih Agus-Silvi pada dasarnya dapat berperan penting dalam mengontrol pemerintahan Anis-Sandi untuk lima tahun ke depan. 

Laddy Diamond, seorang sarjana politik yang meneliti transisi politik, mengemukakan bahwa hal dasar yang memungkinkan demokrasi suatu negara menjadi berhasil ialah terdapatnya modal sosial (capital social). Modal sosial yang baik walaupun di tengah suatu keberagaman  memungkinkan satu sama lain akan saling menghargai, dan negara Indonesia harus diyakini memiliki hal tersebut. Selain itu, menurut Francis Fukuyama, dalam bukunya (Trust) menegaskan bahwa kepercayaan akan memberikan rasa aman. Modal sosial yang kuat dan mulai membangun kembali rasa kepercayaan itulah yang mesti kembali dibangun oleh warga Jakarta. 

Tugas Berat

Menjadi penting bagi Anis-Sandi untuk mengajak para pendukung maupun non-pendukungnya  untuk move on seraya saling berjabat tangan. Mulai lagi seiring sejalan sebagai sesama anak bangsa. Tugas yang memang tidak mudah untuk merangkul hal tersebut, namun hal itu mutlak diupayakan jika ingin kembali merangkai Jakarta.

Di lain sisi, Gubernur dan Wagub Anis-Sandi harus benar-benar memahami pula bahwa munculnya nama mereka menjabat sosok Gubernur-Wagub, bukan semata hanya adu kekuatan yang memunculkan sosok jawara dan mampu mengalahkan lawan politiknya. Akan tetapi hal yang lebih esensial ialah terletak pada kepercayaan masyarakat kepada mereka. Mengingatkan Anis-Sandi untuk siap sedia menepati semua janji-janji ketika berkampanye, bukanlah hal yang haram, janji adalah hutang yang wajib ditagih oleh segenap warga Jakarta.

Dua puluh tiga janji-janji Anis-Sandi ketika berkampanye menjadi angin segar bagi  warga Jakarta yang harus diwujudkan. Merealisasikan secara cepat janji-janji tersebut berarti menggenapi mimpi-mimpi yang selama ini diberikan. Jangan sampai rakyat hanya dimimpikan beragam janji yang akhirnya tertidur pulas karena tak kunjung nyata. 

Dalam demokrasi, Kedaulatan tertinggi berada pada rakyat, sehingga apa yang dilakukan adalah demi tujuan menyejahterakan dan menyelesaikan permasalahan rakyat. Anis-Sandi harus berdiri paling depan dalam melayani warganya. Warga Jakarta bukanlah menjadi sosok pengabdi yang hanya manut menjalankan ataupun disuapi program, akan tetapi, gubernur dan wakil gubernur harus bisa memprogramkan pelayanan terbaik sebagaimana analisis kebutuhan pada warganya.

Selain itu, tidak boleh ada negosiasi politik di belakang rakyat yang pada dasarnya hanya menguntungkan bagi segelintir orang. Rakyat atau dalam konteks ini warga Jakarta harus menjadi prioritas dari semua kebijakan yang diambil. Gubernur dan Wagub (Anis-Sandi) harus menyerahkan pikiran, tenaga, dan hati mereka bagi warga Jakarta, bukan pada parpol pengusung apalagi bos-bos besar.  Rakyat bukanlah pengabdi gubernur selaknya Fir’aun yang selalu minta disenangkan oleh rakyatnya, akan tetapi Gubernur harus menjadi pelayan setia yang siap membuka pintu akan permasalahan dan kebutuhan rakyat.

Sebagai contoh, sosok Umar bin Khattab bisa jadi preseden baik pada masa kulafaur rasyidin. Umar menjadi sosok pemimpin gigih yang full service dalam melayani rakyatnya. Sosok Khalifah yang tidak segan mengangkut sekarung gandum di pundak dan menenteng satu ember daging untuk ibu dengan tiga anaknya yang kelaparan ketika musim paceklik yang memprihatinkan. Ia mengeluarkan kebijakan untuk memotong daging unta dan dibagikan pada warga, namun ia sendiri memilih puasa dari makanan-makanan enak.  

Selain keteladanan dari sosok Umar tersebut. Hal yang perlu didengarkan oleh Anis-Sandi adalah pandangan dari  para gubernur sebelumnya dalam menata Jakarta. Segudang pengalaman mengenai problema Jakarta bisa dijadikan acuan dalam membentuk kinerja-kinerja positif ke depannya. Pergantian gubernur bukan berarti pula meniadakan program sebelumnya, justru hadirnya pemimpin baru bisa menjadi penyempurnaan program-program yang sudah ada ke arah yang lebih baik.

Sekali lagi, bahwa pemimpin haruslah mengabdi bagi rakyatnya. Maju kotanya dan bahagia warganya sebagaimana yang selalu dibabarkan oleh Anis-Sandi dapat terwujud jika antara rakyat dan pemimpinnya saling percaya dan tidak saling curiga. *** 

Muhamad Zainal
Muhamad Zainal
Peminat kajian tentang bahasa, sastra, dan pendidikan -- Aktif bergiat sebagai Pendamping Sosial (PKH)
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.