Dahlan, hanya ia yang tahu pasti apa dan mengapa ia mendirikan Muhammadiyah. Setelah itu yang tersisa hanyalah enigma bagi siapa saja yang hendak memahaminya.Setelah Dahlan tiada, enigma ide-idenya itu terus dirajut membentuk pola-pola dari proses reproduksi makna hingga kini.
Pengembaraan ide Dahlan adalah proses pencarian hakikat dan jati diri. Ia tidak sedang asyik bergelayut di dahan, ranting dan dedaunan surga dalam dunia spiritual atau metafisika sendirian saja, Dahlan yang sesungguhnya adalah Dahlan sebagai ide hidup, ide tentang mengapa, bagaimana, hendak kemana hidup itu sesungguhnya.
Jika hidup itu tentang mengada dan hidup yang mengada hadir bersamaan dengan hadirnya kecemasan terhadap hidup itu sendiri, maka Ide Dahlan hidup dalam dialektika itu, ia pembawa pesan di tengah kecemasan.
Ide Dahlan membuka jalan berisi makna hakikat kehidupan bukan untuk di ambil dan di telan mentah-mentah lantas berhenti di kerongkongan hingga tersedak.
Dahlan membuka jalan agar ide itu terus maju menuju hakikat hidup yang sesungguhnya terus memanjang dalam waktu dan meluas dalam ruang. Berita tentang idenya masih ditafsirkan dan terus di tafsirkan hingga kini, walau Dahlan hidup di zamannya dengan idenya, dalam lintasan sejarah adalah sebatas pada usianya.
Dahlan sebagai ide, ia hidup dan menghidupkan, memberi inspirasi, memancing imajinasi. Dahlan sebagai individu dengan maha karya ciptaannya, yaitu Muhammadiyah yang kini berusia 107 tahun memang menjadi kebanggaan tersendiri namun demikian hendaknya jangan terjebak di masa silam yang bersifat romantik belaka.
Sesungguhnya bukan itu yang mungkin Dahlan kehendaki, Ide Dahlan ide tentang mengada dalam hidup. Ia bisa hinggap kepada siapa saja, dimana saja, kapan saja oleh siapa saja.
Biarkanlah ide Dahlan itu bebas menembus batas, meretas, kemana saja. Ide Dahlan sesungguhnya adalah spirit utama, eksistensi itu sendiri, ia bukan lembaga, la bukan hak yang harus dimiliki, ia bukan suatu sosok kongkret.
Ide Dahlan itu adalah enigma wajah eksistensial yang hidup didalamnya tentang diri yang tercerahkan, tersimpan cahaya, ia bisa hadir hadir dalam sosok manusia, mengada dalam lembaga, ada dalam setiap gerak dan langkah zaman.
Refleksi 107 tahun adalah sebuah teks kehidupan, didalamnya berisi rajutan-rajutan, jaringan-jaringan makna eksistensi umat manusia yang tercerahkan dan Dahlan dengan idenya memasukkan ruh Muhammadiyah ke dalam enigma kehidupan. Ijinkan Saya menamainya dengan “Ide kebudayaan yang tercerahkan.”
Pandangannya Dahlan luas tetapi terkadang tafsir-tafsir yang muncul menyempitkannya, sikapnya penuh kasih dan penghayatan yang dalam akan dunia yang terisi dan diisi oleh keniscayaan perbedaan dan keragaman kadang ditafsirkan sempit dalam dikotomi hitam putih. Ide Dahlan itu hidup dan menghidupi, tetapi banyak tafsir mencoba membekukannya.
Semoga di 107 milad Muhammadiyah ini umat manusia merasakan kehangatan dalam cahaya Muhammad yang sejiwa dengan spirit jamannya menembus dalam akal budi sehingga mampu hidup kembali membaca teks enigma kehidupan dengan sudut pandangan baru lebih sehat, lebih bermutu, lebih luas, terasa dan dirasakan keteduhannya, kedamaiannya, muncul dalam dialektika etika, estetika, inilah moderasi ide Dahlan, membangun peradaban dengan akal budi yang tercerahkan.
Akal budi, ide universal dalam budaya pengetahuan umat manusia yang tercerahkan akan membawa kesadaran diri bahwa pengetahuan adalah spirit utama. Pengetahuan adalah sebuah budaya eksistensial. Kesadaran itulah sesungguhnya spirit Muhammadiyah.
Kebaikan, kebenaran dan keindahan adalah berkah pengetahuan yang sesungguhnya diterangi cayaha Illahi inilah sumber dari spirit Muhammadiyah. Semoga muncul Dahlan-Dahlan baru pembawa pesan ide pencerahan bagi seluruh umat manusia di setiap zaman dan disetiap masa.