Kamis, April 25, 2024

Berdamai dengan Kabut Asap

Amri Ikhsan
Amri Ikhsan
Saya seorang guru yang hobbi menulis

Ada tiga informasi penting yang diangkat oleh media massa berhubungan dengan kabut asap: Pertama, pekatnya asap yang melanda Provinsi Jambi, mengharuskan Pemprov Jambi mengambil keputusan meliburkan siswa SMA/SMK/SLB di kabupaten/kota Provinsi Jambi pada Jumat, (20/9) dan Sabtu, (21/9). (Jambi Independent)

Kedua, siswa sekolah TK, PAUD, SD, SMP negeri dan swasta di Kota Jambi diliburkan hingga Sabtu, (21/9). Ini karena pekatnya kabut asap yang terdata alat AQMS milik DLH Kota Jambi. (Jambi Independent)

Ketiga, untuk menghindari penyakit akibat kualitas udara semakin buruk. Pihak rektorat UIN STS Jambi, meliburkan mahasiswa dan mahasiswinya untuk berkuliah akibat Kabut Asap yang semakin tebal menyelimuti Provinsi Jambi. (Jambi Independent)

Ini mengisyaratkan ‘sangat berbahaya’ untuk melakukan aktivitas apapun termasuk belajar disekolah. Makanya tiga stakeholder pendidikan: Pemerintah Daerah Provinsi Jambi untuk SMA/SMK sederajat, Pemkot/Pemda kabupaten untuk SD/SMP sederajat dan Perguruan Tinggi. Dan kebijakan ini biasanya diikuti oleh Kanwil Kemenag dan Kemenag kabupaten untuk MI/MTs/MA untuk meliburkan sekolah.

Memang agak ‘menggelikan’ bila ada ‘oknum’ sekolah ‘berani beraninya’ melanggar Surat Edaran yang memerintahkan untuk meliburkan sekolah/madrasah pada hari yang sudah ditentukan. Sudah bisa dipastikan perintah ini sudah melalui kajian yang mendalam dengan mempertimbangkan banyak hal.

Diyakini, pemerintah berprinsip bahwa ‘biarlah sekolah libur, asal siswa sehat, belajar bisa dilakukan dirumah, tidak harus di sekolah’. Bagi sekolah yang ‘ngotot’ tidak meliburkan diri ‘mungkin’ punya prinsip: ‘Belajar saja dulu, biar tidak ketinggalan pelajaran. Masalah sakit, itu urusan lain. Kalau tidak belajar, nanti ‘tunjangan guru’ nanti akan dipotong’.

Rasanya ini sebuah persepsi keliru. Banyak penelitian menunjukkan dengan menghirup kabut asap secara intensif akan berisiko menderita pneumonia dan kanker paru-paru yang gejalanya akan tampak setelah 10 atau 15 tahun kemudian sehingga dapat berisiko mempercepat penuaan dini sel-sel tubuh sehingga pada akhirnya dapat mempercepat dan meningkat risiko kematian.

Dampak jangka pendek terpapar asap kebakaran hutan dan lahan menimbulkan penyakit dan risiko sakit kepala, sesak napas, iritasi mata, kesulitan untuk bernapas dengan normal, hidung menjadi meler, tenggorokan gatal, iritasi pada tenggorokan dan paru-paru, batuk-batuk, dan inus mengalami iritasi.

Oleh karena itu, jangan lagi sebut kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebagai sebuah kejadian biasa, tapi ini sebuah bencana, sebuah cobaan bagi manusia yang disebabkan oleh tangan manusia.

Asap hasil Karhutla telah memunculkan banyak ide dari nitizen untuk berkounikasi sama sama anak bangsa apalagi di dunia maya. Linimasa media sosial dipenuhi dengan posting-an asap lengkap dengan komentar ‘pedas’. Ini bukan berarti mereka ‘cinta’ asap, tapi itu bentuk keprihatinan, ketidakmampuan, kritikan, kejemuan, juga kekesalan akibat asap yang menimpa negeri sudah berkali-kali datang dan membahayakan kesehatan.

Mereka terpaksa menghirup udara yang berisi asap yang tidak diinginkan dan mereka tidak punya kekuatan untuk menghindar kabut asap tersebut dan juga tidak berkemampuan untuk ikut serta dalam usaha memadamkan kebakaran hutan dan lahan tersebut.

Biasannya, asap sangat dirindukan karena asap adalah tanda tanda kehidupan. Dari asap kehidupan manusia dimulai yakni asap dapur. Tapi kini, asap tidak hanya menghiasi dapur rumah tangga, tapi asap sudah menutupi dan menghiasi langit hasil karhutla (kebakaran lahan dan hutan), memang sudah lama kita tidak melihat langit biru.

Hutan yang terbakar bukanlah satu dua hektar melainkan susah nak menyebut. Terbaru, lebih dari 40.000 hektar hutan dan lahan di wilayah tersebut terbakar dengan titik api (hot spot) lebih dari 5.000 titik. (detik)

Sudah hampir dua bulan ini, kita terus berkawan asap, sesekali berkurang karena hujan turun, tapi kembali menjadi pekat pada pekan terakhir ini. Bahkan anak-anak sekolah sudah mulai diliburkan. Asap benar-benar sudah membuat napas menjadi sesak.

Kalau memang sekolah ‘ngotot’ untuk tidak libur padahal sudah dilibur maka sekolah harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada siswa pada berada disekolah: harus bertanggung jawab apabila ada siswa yang meninggal dunia, harus memberi pengobatan pada siswa yang sakit, harus menyedia ‘masker’ selama berada di sekolah.

Bank Indonesia (BI) pernah menyatakan kabut asap yang berasal dari kebakaran lahan dan hutan berdampak negatif luar biasa terhadap perekonomian daerah, khususnya kepada tujuh sektor usaha yang terkena imbas langsung: transportasi, jasa pengiriman, perdagangan, penyedia akomodasi jasa makanan dan minuman, jasa pendidikan dan kesehatan; perkebunan, konstruksi dan properti; perbankan.

Pun dari sisi kesehatan, hasil rilis data dari BNPB juga menyebutkan lebih dari setengah juta jiwa menderita penyakit ISPA akibat bencana kabut asap, yakni sekitar 505.527 jiwa.

Daerah Jambi, Riau, dan Sumatera Selatan, Kalimantan adalah wilayah terparah dengan kualitas udara masuk katagori sangat berbahaya. Ukuran partikel particulate matter (PM) 2,5 mikrometer dengan tingkat Indeks Standard Pencemaran Udara (ISPU) lebih besar dari 500. (detik)

Penetapan ISPU ini mempertimbangkan tingkat mutu udara terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, bangunan, dan nilai estetika. Sesuai tingkatan ISPU, bila indeks lebih dari 300 masuk masuk katagori “berbahaya”. Hal ini bermakna bahwa kualitas udara sangat buruk yang berdampak langsung pada gangguan kesehatan masyarakat. (detik)

Masyarakat memang pantas marah dan pemerintah wajib merespon dengan tindakan tegas. Benar apa yang dikatakan Tuhan dalam Alquran bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan di laut karena ulah tangan manusia.

Nabi pun sudah menjelaskan bahwa seandainya manusia diberikan satu gunung emas, dia akan minta satu gunung emas lagi. Begitulah tamaknya manusia bila mempe

Amri Ikhsan
Amri Ikhsan
Saya seorang guru yang hobbi menulis
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.