Jumat, Oktober 4, 2024

Bencana yang Mengerikan

Hasibuddin -
Hasibuddin -
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

2018 menjadi tahun yang kelam bagi Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, hingga 25 Oktober 2018 ada 1.999  bencana yang telah terjadi baik skala kecil maupun yang berskala besar.

Banjir di Lampug, kemudian Longsor di Brebes, ditambah lagi dengan meletusnya Gunung Sinabung,  bahkan Gempa-Tsunami di Palu hingga Tsunami di Anyar Banten turut menghanyutkan Indonesia pada penghujung tahun 2018 ini. Banyak rumah yang terseret arus banjir, rumah yang tertimbun tanah akibat longsor, rumah yang dihujani krikil akibat letusan gunung, rumah roboh akibat gempa dan tsunami, bahkan ribuan orang meninggal dunia akibat bencana tersebut.

Bencana-bencana di atas adalah bencana yang hanya berdomain di daerah-daerah tertentu dan tidak berimplikasi secara umum atau menghanguskan seluruh negeri. Namun, ada bencana yang lebih mengerikan yang bersifat luas. Bencana yang dimaksud adalah bencana yang bisa merobohkan dan meruntuhkan Negara Kesatuan Rupublik Indonesia (NKRI).

Banyak kasus yang telah terjadi untuk merobohkan NKRI yang berdiri dengan kokoh ini. Hoax, ujaran kebencian, segregasi dimana-mana, bahkan yang lebih berbahaya lagi munculnya sekelompok yang bersikeras ingin mengubah ideologi negara menjadi haluan yang berperangai pada satu golongan saja.

Pesta demokrasi sebentar lagi akan digelar. 17 April 2019 dirasa tinggal sejengkal oleh stakeholder untuk memenangkan pertarungan. Sehingga mereka pun mencari cara agar dirinya-lah yang dapat dipercaya oleh masyarakat untuk mengisi kursi pemerintahan.

Bervariasi cara mereka lakukan untuk merebut hati masyarat, mulai dari cara halus hingga cara-cara yang tak lazim pun mereka kerjakan. Jokowi misalnya, ia berpolitik secara halus. Dengan cara terus menerus kerja, kerja dan kerja, sehingga masyarakat pun menaruh hati kembali padanya.

Namun, masih ada cara licik yang dilakukan oleh mereka yang ingin merebut hati masyarakat. Salah satunya Ratna Sarumpaet, ia menjadi pelaku hoax yang kejam. Ia telah membohongi seantero negeri demi kepentingan kelompoknya.

Selain itu, ujaran kebencian masih menyelimuti negeri ini. Bahar Bin Smith salah satunya, tak puas dengan menganiaya beberapa anak yang juga termasuk santri, kemudian ia beralih pada pemerintah, di mana Presiden Jokowi ia katakan ‘banci’. Untungnya, presiden RI ke-7 itu tetap sabar menghadapi ujaran yang tak beradab itu.

Selanjutnya, hegemoni segregasi bertumpu dimana-mana. Kelompok satu dengan kelompok lain saling berpisah, bercerai-belai. Mereka merasa kelompoknya-lah yang paling benar, sehingga permusuhan dan perpecahan dengan mudah menghantui mereka sekaligus tidak dapat dihindarkan.

Kasus yang lebih menakutkan lagi ialah munculnya suatu golongan yang bersikeras ingin mengubah ideologi Pancasila. Hizbut Tahri Indonesia (HTI) pernah bermukim di negeri ini. Ia merupakan kelompok yang ingin membentuk negara Islam, kemudian ia juga akan menyatukan negara ini bersama negera Islam lainnya. Sungguh tak bisa dibayangkan jika semua itu terjadi. Namun, pemerintah telah berhasil mengusir paham mereka dari tanah pluralis ini.

Kasus-kasus tersebut sudah pantas dikonversi menjadi bencana besar yang dapat mencederai bahkan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Jika hal tersebut terus mengalir dengan deras,  tidak dapat dipungkiri negara ini akan roboh.

Pemerintah sebagai Decision Maker  sebenarnya telah berusaha untuk memecahkan dan menanggulangi bencana yang mengerikan tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan,  baik secara persuasif maupun koersif. Formula Persuasif berupa mendukung masyarakat yang mendirikan organisasi anti _hoax_, radikal dan semcamnya. Sedangkan koersif dilakukan dengan cara mengusir paham-paham yang tidak berseberangan dengan ideologi bangsa, menghapus web atau akun yang dianggap pemicu konflik dan seterusnya.

Pemerintah tidak bisa melakukan upaya-upaya penanggulan tersebut hanya dengan sendirinya. Ia membutuhkan kerja sama dan sama-sama kerja dari masyarakat untuk memecahkan persoalan dan menanggulangi terjadinya bencana .

Kedua struktur-elemen tersebut tidak dapat dipisahkan. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk membangun, memperbaiki dan merawat NKRI. Sedangkan masyarakat sudah semestinya mendukung segala kebijakan dan tidak merusak bangunan yang telah kokoh. Sehingga tidak ada bencana yang mengerikan yakni robohnya NKRI.

Hasibuddin -
Hasibuddin -
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.