Jumat, April 26, 2024

Belajar Agama Santri Harus Stop Gasab

Moh Syahri
Moh Syahri
Penulis Lepas, Mahasiswa, senang menulis tentang isu kekinian baik agama, sosial, politik dan budaya, mengkaji hubungan baik antar umat agama. Penulis buku antologi inspirator untuk Indonesia (Artidjo Alkostar Simbol Orang Madura) dan buku antologi kontribusi untuk negeri (Melatih Kacakapan Berbicara di Pesantren), Anggota Pelatihan Juru Bicara Pancasila wilayah jawa timur, Anggota Komunitas Bela Indonesia wilayah jawatimur, anggota peace train,

Bukan barang langka kehilangan sandal di pesantren lantaran di gasab. Rasanya memang kurang sah disebut santri jika belum pernah kehilangan sandal.

Istilah gasab juga bukan barang langka, sudah tahukah gasab itu apa? Pastinya kalian sudah tau, apalagi mantan santri yang nyantrinya agak lama. Kalau cuma sehari apalagi gak pernah nyantri ya tidak mungkin kenal dengan istilah gasab dan merasakan pengalaman seperti itu.

Gasab ini hampir sama dengan mencuri, hanya saja pencuri itu mengambil dengan diam-diam sedangkan gasab (pelaku ghosob) itu terang-terangan dan kesannya kejam.

Peristiwa Penggasaban ini sering terjadi, apalagi di pesantren, biasanya habis selesai ngaji dan sholat jumat. Beberapa hari yang lalu saya sendiri menjadi korban, entah ini yang ke berapa kalinya. Yang jelas saya sering mengalami seperti ini, bukan pengalaman jadi pelaku tapi pengalaman jadi korban.

Di pesantren sebenarnya sudah penuh dengan doktrin-doktrin keagamaan, seperti dilarang usil, menncuri, ghibah, adu domba, bahkan sampai kepada hal yang cukup menyedihkan, jangan mencuri gebetan/tunangan temannya.

Santri bisa dibilang full time belajar agama apalagi di pesantren salaf. Tapi pertanyaannya sekarang kenapa masih banyak santri yang tidak sadar dengan perlakuan yang menyimpang dari ajaran agamanya?

Apa karena belum dapat hidayah, bisa jadi, apa juga karena penjelasan bab gasab yang sedikit di dalam literatur ilmu fikih sehingga mudah disepelekan, tidak juga, masih banyak kitab-kitab lain yang menjelaskan secara detail dan lengkap tentang masalah gasab.

Sebenarnya hanya sandal, yang harga dan kualitas barangnya tidak seberapa dikalangan santri, aksesoris-aksesoris yang mahal biasanya mereka simpan untuk dipakai di hari-hari tertentu, sepeti di hari lebaran dan lain-lain. Soalnya santri itu juga ada yang hidupnya elit walaupun pelit alias medit (kata orang jawa). Ada juga yang keren walaupun hidupnya kere. Jadi hidup di pesantren itu memang sudah biasa dihadapkan dengan orang yang bermacam-macam karakter. Dan ini tantangan dan cermin awal terjun ke masyarakat yang heterogen.

Walaupun demikian, ternyata kehilangan sandal lantaran di gasab yang berulangkali tentu juga bikin sedih, galau, pengin nangis tapi malu, dan pastinya jengkel, bahkan rasa dendam muncul seketika.

Pernah suatu hari saya kehilangan sandal di masjid, entah itu di gasab apa dicuri, saya tidak tau, sebenarnya bingung juga untuk melihat kriteria anatara tukang gasab dan pencuri. Saya seringkali menganggap sandal yang hilang di pesantren pasti digasab.

Sedangkan sandal yang hilang bisa dikatakan gasab ketika sandal itu bisa balik lagi ke pemiliknya, ternyata tidak balik-balik, sampai saya harus beli berkali-kali dan berkali-kali pula hilang. Anehnya juga, di pesantren itu sebenarnya tidak ada santri jadi pencuri yang banyak biasanya memang tukang gasab. Akan tetapi, ketika terjadi kehilangan model seperti itu, ternyata memang ada pencuri yang pura-pura jadi santri, bukan santri jadi pencuri.

Sandalnya lumayan mahal, kalau cuma untuk beli sandal selevel sandal melly, swallow, sky way, akan dapat berlusin-lusin. Setelah saya cari keliling masjid gak ketemu-ketemu saya duduk saja sambil merenung sejenak “saya mau pakai apa pulangnya, ya sudahlah tidak usah terlalu dipikirkan, cuma sandal doang kok”. Saya coba berpikir lagi, mungkin sandal saya yang hilang ini di ambil sama pemiliknya sebab saya juga dapat sisa sandal terakhir dari korban peng-gasaban yang saya alami sebelumnya.

Ketika saya merasa kehilangan sandal yang kesekian kalinya itu. Lantas saya berpikir lagi, mungkin tuhan ini mengingatkan saya supaya tidak mengambil sesuatu yang belum jelas kepemilikannya.

Artinya apa, saya sebenarnya tidak punya hak mengambil sandal itu meskipun sandal itu tidak ada pemiliknya, seharusnya saya tidak bersandalan walaupun harus menahan rasa malu. Ikhlaskan gampangnya, tapi apa segampang itu mengikhlaskan sesuatu yang diambil orang untuk selevel saya. Saya rasa perlu banyak belajar lagi tentang ujian hidup, sekalipun bukan dengan penderitaan kehilangan sandal yang sudah berkali-kali ini. Tuhan ujilah hamba dengan cobaan yang lain, hamba sudah tidak kuat, daripada hamba harus suudzon terus.

Pernah suatu hari, ada santri baru mau sholat ke masjid, karena sandalnya lumayan mahal maka diamankan seaman mungkin, hanya saja tidak digembok. Tapi ada saja orang yang suka dan cinta kepada sandal itu, lantas apa boleh buat namanya juga sudah cinta dan  sayang.

Apapun caranya mesti akan dikejar untuk bisa mendapatkan sandal itu. Mungkin dia senang, gembira dan bahagia sekali sudah berhasil memiliki sandal itu. Dia sudah berhasil manari-nari diatas penderitaan orang lain. Saya sedih melihat teman saya itu, sudah santri baru, harga sandalnya mahal (baru beli karena mau mondok), sudah bela-belain naruh di tempat yang aman, malah hilang tanpa jejak.

Karena dia belum pernah kehilangan sandal sebelumnya, tentu teman saya sedih sekali, dan marah-marah sendiri ” Dasar orang tak tau akhlak. Sudah tau di masjid tempatnya ibadah kok malah nyolong sandal!”. Saya diam saja. Karena saya sudah tidak tega melihat dia sedih sambil marah-marah.

Saya berusaha menghampirinya dan mengingatkan “Sudahlah tidak usah marah-marah, diikhlasin saja. Semoga nanti dapat ganti yang lebih baik dan lebih bagus”. Enak  kamu ya bilang kayak gitu. Iya kamu gak kehilangan sandal. Lah saya pulang nyeker (gak pakai sandal) ini!”. Oke lah nanti kita beli lagi, kamu cuma kehilangan sandal sekali. Saya sudah berkali-kali, seandainya mau diakumulasikan harga dari semuanya itu jauh lebih mahal punya saya.

Akhirnya dia mulai gak sedih lagi, walaupun hatinya tetap tidak terima. Rautnya wajahnya sudah mulai berseri-seri lagi dan dia sudah mulai belajar berani untuk menahan rasa malu ketika berjalan tanpa sandal setelah sebelum-sebelumnya bersandalan terus.

Sebenarnya tuhan banyak cara untuk menegur hambanya. Ada yang lewat jutaan sebab, seperti yang saya alami ini. Tapi kadang kita malas untuk berpikir, bahwa dibalik semua itu tuhan mengingatkan kita untuk kembali ke jalan yang baik dan benar.

Ada sebuah kisah menarik dari Usman An-Nasaiburi. Suatu hari dalam perjalan menuju masjid untuk melaksanakan sholat Jumat, sandalnya putus. Dia berhenti sejenak untuk memperbaikinya. Ia pun mikir-mikir, ” Dosa apa yang kulakukan pagi tadi kok sampe sandal ini putus?” Tak lama ia teringat, “O…..ia, mungkin karena tadi aku tak mandi sebelum berangkat sholat Jumat.”

Di pesantren seringkali mendengar sebutan “sahabat santri” yang juga sering dimaknai dan konotasinya sebagai rasa simpati dan empati, supaya mereka bisa menjadi lebih dekat emosionalnya dan saling mengingatkan masalah kepekaan sosial. Baik mengingatkan untuk tidak sering-sering menggasab, apalagi di tahun ajaran baru, saat santri baru mulai ingin belajar betah di pondok.

Paling tidak jika itu sulit untuk dihindari karena sudah menjadi profesi misalkan alias penggasab profesi, usahakan jangan gasab saat masuknya santri baru lah, karena itu akan memberikan santri baru tidak betah. Kasihanilah mereka yang sedang jauh dari bapak ibunya, ibarat anak yatim-piatu.

Sumber foto: Plukme.com

Moh Syahri
Moh Syahri
Penulis Lepas, Mahasiswa, senang menulis tentang isu kekinian baik agama, sosial, politik dan budaya, mengkaji hubungan baik antar umat agama. Penulis buku antologi inspirator untuk Indonesia (Artidjo Alkostar Simbol Orang Madura) dan buku antologi kontribusi untuk negeri (Melatih Kacakapan Berbicara di Pesantren), Anggota Pelatihan Juru Bicara Pancasila wilayah jawa timur, Anggota Komunitas Bela Indonesia wilayah jawatimur, anggota peace train,
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.