Sabtu, April 20, 2024

Baptisan Jenazah

Dewi Praswida
Dewi Praswida
Persaudaraan Lintas Agama dan Jaringan GUSDURian Semarang

Baptis secara sederhana dimaknai sebagai penanda kalau seseorang telah mengimani agama Kristen baik itu Protestan, Katolik Roma maupun ortodoks. Dalam implementasinya setiap denominasi tentu memiliki liturginya masing-masing dan melalui tulisan ini saya akan lebih mengulas tentang yang ada di dalam agama Katolik Roma.

Di Indonesia dalam hal dijaminnya kebebasan beragama khususnya dalam praktiknya saya sejalan dengan yang disampaikan oleh Aan Anshori dalam acara Christianity Study for Muslim Scholars di STT Satyabhakti Malang, Jawa Timur. Gus Aan mengatakan bahwa umat Kristen adalah orang yang paling menderita di Indonesia khususnya dalam konteks menjalankan agamanya.

Meski sebenarnya olok-olokkan antaragama itu selalu ada, orang Kristen yang mengolok orang islam juga ada hanya saja karena jumlahnya sedikit dan mudah di intimidasi sehingga tak begitu nampak di permukaan.

Hal tersebut berbeda dengan olok-olokan dari (sebagian) orang islam kepada orang Kristen yang tidak ragu diutarakan secara terang-terangan melalui sosial media –hal tersebut bukan tidak beralasan, agama islam sebagai anak bungsu dari agama samawi meyakini bahwa ajaran Nabi Muhammad menjadi penyempurna dari ajaran-ajaran sebelumnya hanya saja sangat disayangkan pemahaman tersebut justeru digunakan untuk semakin melanggengkan upaya (sebagian orang) dalam mengolok-olok agama lain.

Apabila kita masuk ke laman google lalu menuliskan kata kunci ‘penolakan gereja’ maka akan banyak sekali data yang dapat kita pelajari. BBC (Agustus, 2019) mencatat terdapat 200 gereja yang ditolak/disegel tentu jumlah tersebut sangat banyak apabila dibandingkan penolakan rumah ibadah yang lain seperti masjid, vihara, klenteng, dlsb.

Tidak hanya gerejanya saja yang ditolak, bahkan di masa pandemik Covid-19 sebuah rumah yang dihuni oleh umat HKBP yang tengah beribadah pun turut menjadi korban ‘teguran’ Pak Haji didekat rumahnya yang kurang berkenan kalau tetangganya menjalankan ibadah (Kristen) di rumah.

Suatu waktu saya pernah menuliskan unggahan tentang keberpihakan saya bahwa memang orang Kristen (di Indonesia) itu paling menderita dari segi kebebasan beragama lantas seorang Profesor Matematika lulusan negeri sakura yang konon juga mengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila merasa tidak terima dengan unggahan saya. Anehnya, beliau meminta saya membeberkan data penolakan gereja mulai dari zaman VOC, tentu hal tersebut aneh bagi saya.

Zaman penjajahan dulu bukankah para pejuang tengah gencar-gencarnya fokus bersatu memperjuangkan kemerdekaan negara kita? Mana sempat sih orang yang hidup di zaman penjajahan itu menolak rumah ibadah orang lain.

Ketidaksepakatan professor tersebut ternyata beralasan, beliau menganggap saya ini tidak pernah melihat kejadian secara banyak arah dan landasan argumen ybs adalah bahwa umat islam jauh lebih mengalah karena konon di wilayah tempat tinggalnya ada orang sudah meninggal yang dibaptis oleh pastor atau orang katholik dengan diberi nama Paulus.

Saya tidak pernah mengatakan bahwa umat islam tidak pernah menderita dalam konteks kebebasan beragama. Di Indonesia, teman-teman dari Syi’ah dan Ahmadiyah tidak jarang pula mendapat intimadasi namun secara umum umat islam di Indonesia lebih bebas mengekspresikan agamanya daripada orang Kristen.

Kembali terkait Baptisan Jenazah yang dikatakan oleh salah seorang Profesor Matematika disebuah kampus di kota S sebelum jauh untuk membuka kitab kanonik, saya sudah merasa aneh duluan.

Sebagaimana di paragraf pertama, Baptis dimaknai sebagai penanda kalau seseorang telah menganut agama Kristen (dalam konteks ini adalah katholik Roma) lalu setelah masuk ke suatu agama tentu orang tersebut akan menjalankan ibadah-ibadah sesuai yang diajarkan agama tersebut dan kewajiban beribadah dalam hemat saya akan berakhir ketika orang sudah meninggal lalu ketika orang meninggal itu dibaptis (dijadikan katholik) dimana fungsi agama secara praktiknya? Saya tidak menolak pendapat bahwa baptis bisa jadi berfungsi sebagai permohonan agar Tuhan memberi keselamatan.

Tidak puas saya dengan pra-duga lalu saya mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi dari umat katholik terkait baptisan. Kesimpulannya adalah tidak ada baptisan jenazah yang diimani oleh umat katholik, hal ini salah satunya dikuatkan oleh pasal-pasal dalam kitab kanonik dibawah ini:

 

(sumber: http://www.imankatolik.or.id/khk.php?q=864-866)

Saya mendapat penjelasan singkat dari salah seorang Pastor yang tengah menempuh studinya di Italia terkait ayat tersebut bahwa calon baptisan haruslah memiliki kehendak bebas dan bukan karena paksaan juga telah mendapatkan pengajaran tentang kristiani.

Dalam case yang disodorkan Profesor tersebut bahwa ‘orang islam dibaptis saat sudah meninggal’ tentu tidak memenuhi syarat untuk dibaptis karena jelas tidak memiliki kehendak bebas lha wong orang sudah jadi jenazah kan tidak bisa bergerak lagi bahkan untuk sekadar mengatakan ‘Romo, dari lubuk hati saya yang paling dalam saya mantap untuk dibaptis’ pun sudah tidak bisa lagi.

Salah seorang teman justeru berimajinasi terkait hal tersebut, seandainya hal tersebut kejadian lalu jenazah tiba-tiba dapat menjawab ‘siap, saya bersedia untuk dibaptis’ sontak seluruh orang digereja lari terbirit-birit karena takut.

Penjelasan berikutnya adalah bahwa ada kemungkinan orang yang dalam kondisi sekarat bisa dibaptis namun tetap dengan syarat adanya kehendak jadi yang bersangkutan sebelumnya tentu sudah harus memiliki pengetahuan tentang kristiani dan yang paling penting adalah pernah mengutarakan keinginannya sendiri untuk dibaptis.

Jadi, aneh rasanya kalau ada orang meninggal tiba-tiba ‘diasumsikan’ dibaptis begitu saja apalagi semasa hidupnya sudah memeluk agama tentu hal tersebut juga akan melanggar Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri dalan Negeri Nomor 1 Tahun 1979 Bab III pasal 4 bahwa dilarang mensyiarkan agama dihadapan orang yang telah memeluk agama. Jadi, jangankan untuk membaptis, untuk sekadar menyiarkan saja sudah bertentangan dengan keputusan menteri.

Gereja Katolik juga merupakan institusi dengan hirearki dan tatanan yang tidak hanya kuat namun juga disiplin. Terkait dengan baptisan tentu gereja akan mencatat setiap umat yang dibaptis melalui paroki dimana umat tersebut bernaung sehingga benar tidaknya orang dibaptis dapat kita tanyakan ke bagian administrasi gereja Katholik.

Kedua, apabila benar kita temukan pelanggaran yang dilakukan lebih khusus oleh pastor maka kita dapat melaporkannya kepada kepala paroki setempat atau bahkan juga kepada Uskup dan pihak gereja yang akan melakukan tindakan penanganan juga penyelesaian masalah.

Dewi Praswida
Dewi Praswida
Persaudaraan Lintas Agama dan Jaringan GUSDURian Semarang
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.