Kejadian di Negeri Antah-Berantah, mudah-mudah kejadian tersebut tidak menimpa negeri kita tercinta, Republik Indonesia.
Disebutkan, Negeri Antah-Berantah tersebut merupakan Negeri yang sangat kaya-raya. Baik agraris, maupun di maritim. Kekayaan tersebut di dukung oleh musim yang sempurna, kemarau dan hujan. Serta dilalui oleh garis khatulistiwa.
Itu dari segi geografis dan potensinya, belum lagi peninggalan leluhurnya negeri antah berantah adalah orang yang beradab serta memiliki ajaran dan karya yang adiluhung.
Ada yang aneh dengan negeri tersebut. Negerinya subur makmur tetapi masyarakatnya masih banyak dalam kondisi kemiskinan.
Seharusnya tidak harus terjadi, mana mungkin negeri kaya tetapi masyarakatnya miskin, hampir mirip seperti pepatah ‘Tikus mati kelaparan di lumbung padi’
Dari pepatah itu, kalau kita amati sepertinya ada yang salah dengan menyelenggarakan Negara di Negeri tersebut. Ada yang salah dalam merumuskan kebijakan maupun mendidik masyarakatnya.
Pada dasarnya, Pendidikan harus berlandaskan kepada kebutuhan dan potensi daerah (Potensi Negera). Di belahan bangsa lain, diselenggarakannya pendidikan adalah untuk mengolah potensi bangsanya.
Negeri Antah-berantah yang terkenal keragaman dan keunikannya seperti di dorong menjadi seragam. Berarti ini melanggar fitrah, karena sejatinya menurut ulama besar di negeri tersebut kalau ‘Tuhan menginginkan kita Beragam’
Hampir seperempat usia anak bangsanya di habiskan dalam pendidikan, hasilnya apa? Seketika lulus hanya melahirkan generasi yang stres serta tidak produktif, akibatnya pengangguran terus menumpuk.
Bahkan, banyak sarjana-sarjana menganggur. Keilmuannya di pertanyakan. Seharusnya, kalau kita berkaca, mana mungkin sarjana menganggur, karena sarjana adalah salah satu lumbung ilmu pengetahuan dan produktifitas.
Lantas solusinya bagaimana?
Kalau bertanya solusi sama saya jelas salah, karena saya bukanlah orang berpendidikan. Kalau bertanya harus pada ahlinya.
Intinya seperti ini saja, yang pernah saya dengar dari Bupati Purwakarta Kang Dedi Mulyadi.
Kembalikan lagi pendidikan kepada habitatnya sebagai tempat pendidikan, bukan menjadi tempat ajang bisnis hanya untuk memperbesar isi perut. Itu salah satu penyebab mahalnya pendidikan di negeri tersebut.
Jangan perjual-belikan gelar kesarjanaan atas nama pendidikan. Karena itu akan merusak citra pendidikan sendiri.
Kepada adik-adikku di Negeri antah-berantah jangan tertipu lagi dengan Propaganda yang di gencarkan oleh universitas dan Sekolah.
Kalau ‘sekolah atau kuliah disini nanti bakalan bekerja di tempat seperti ini dan selanjutnya’
Itu bohong besar! Nasib kita di tentukan oleh tekad kita sendiri, tempat hanya sarana saja, Bukan jawaban. Karena yang menentukanmu berhasil atau tidaknya adalah keahlianmu (Produktifmu) sendiri.
Bangsa ini tidak kurang dengan potensi dari warisan leluhur bangsanya. Maka, mereka sebagai ahli warisnya sudah tentu wajib untuk menjaga, melestarikan dan menjualnya agar perekonomian meningkat.
Harusnya, pemerintahannya dalam merumuskan kebijakan pendidikan tidak lagi berpihak untuk kepentingan bangsa lain, tapi harus berpijak pada potensi
Apabila di daerahmu potensinya adalah bakakak (Ayam Panggang), maka pendidikannya berpijak kesana. Bangun sekolahnya, ajarakan mereka Bagaimana caranya mengolah bakak, bagaimana bakakak tersebut bisa menjadi nilai ekonomis tinggi, serta memiliki daya saing.
Kalau potensi di daerahmu adalah martabak, ajarkan siswa bagaimana caranya membuat martabak.
Kalau daerahnya adalah sate maranggi, maka ajarkan bagaimana caranya mengolah sate maranggi.
Tugas pemerintah, membantu bagaimana caranya bakak, martabak dan sate maranggi bisa bersaing dengan Pizza Hut, steak, KFC dan seterusnya.
Nantinya, di karena negerinya majemuk maka akan lahir sarjana-sarjana unik yang akan menumbuhkan perekonomian bangsanya.
Itu baru contoh kecil dari Maknan (Food), karena kenyataanya makanan tradisional di negeri itu sangat-sangat beragam dan sangat banyak. Belum lagi dengan Pakaian (Fashion) serta Bahasa, lebih banyak lagi.
Karena, konsep Internasional itu merupakan konsep nasional di negara lain, Negara antah-berantah tersebut adalah gabungan dari bangsa-bangsa yang melebur dalam nilai falsafah dan ideologi Bangsanya.
Itu hanya bagian kecilnya saja, coba bayangkan kalau sarjana-sarjana tersebut sesuai dengan semua kekayaan alamnya, luar biasa pastinya keargaman tersebut dalam berbagi bidang.
Belum lagi nantinya di tambah dengan Sarjana-sarjana kedirgantaraan, kemaritiman serta yang lainnya. Sudah pasti bukan Perekonomian lagi yang tumbuh, melainkan ‘kedaulatan’ dalam bentuk nyata.
Semua hal dikerjakan oleh para ahlinya, maka tidak adalagi pengangguran. Karena masyarakatnya Produktif, karena masyarakatnya kreatif.