Siapa yang tak kenal Azwar Anas, orang nomor wahid di Banyuwangi terkenal karena program pembangunan dan kepeduliannya akan kondisi wong cilik. Kala itu, berkat etos kerjanya yang tinggi dalam membangun Banyuwangi, PDI Perjuangan lantas memilihnya untuk mendampingi Gus Ipul di Pilgub Jawa Timur.
Otomatis namanya semakin populer di saat PDIP secara resmi mengumumkan ke publik perihal pencalonannya sebagai Cawagub Jatim mendampingi Gus Ipul. Sejagat maya Jatim mengenalnya berbarengan dengan ramainya baliho (foto-fotonya bersama Gus Ipul) yang terpampang narsis di pinggir-pinggir jalan seluruh pelosok Jatim, tak terkecuali di Madura.
Dalam sepekan ini, namanya menjadi sorotan awak media karena pengunduran dirinya sebagai calon wakil gubernur Jawa Timur mendampingi Gus Ipul. Sungguh tragedi yang begitu menyayat hati para pendukungnya. Tidak ketinggalan, para pengamat politik juga ramai membincang ihwal pengunduran dirinya dari kontestasi politik lima tahunan Jawa Timur ini.
Terlihat jelas gurat kekecewaan dari sejumlah “penggilanya” menyusul pengunduran dirinya sebagai pendamping Gus Ipul. Bagaimana tidak kecewa? Dia yang dielu-elukan oleh sebagian besar masyarakat Jawa Timur, tiba-tiba membuat keputusan di luar nalar sehat. Mengundurkan diri disebabkan beredarnya foto tak senonoh diduga (mirip) dirinya dalam foto tersebut.
Sebagaimana dilansir Liputan6.com, 07 Januari 2017, dia mengaku ada pihak-pihak yang menggunakan segala cara yang mengorbankan kehormatan keluarganya, rakyat Banyuwangi dan Jawa Timur, serta para ulama yang selama ini membimbingnya.
Juga, dia mengaku, bahwa diri dan keluarganya kerap mendapatkan teror menjelang Pilgub Jawa Timur mendatang. Dia juga menegaskan, ada pembunuhan karakter pada dirinya juga keluarganya. Betapun beratnya keputusan Azwar Anas, merupakan pilihan dan kebebasan dirinya. Kita harus menghargai pilihan serta kebebasan itu.
Tapi, Azwar Anas, please jangan baper alias bawa perasaan ke ranah politik kita. Kamu tahu kan, ini politik, bukan lomba lari karung ataupun lomba makan kerupuk seperti dalam pagelaran lomba Agustusan. Kamu itu bukan ABG alias anak baru gede dalam dunia perpolitikan tanah air.
Sudah banyak garam dan aneka ragam bumbu politik yang kamu cicipi. Semua orang tahu itu. Masak hanya gara-gara isu “paha” yang murahan itu kamu baper dan mengundurkan diri sebagai pendamping Gus Ipul di Pilgub Jatim. Kasian beliau lah, beliau sekarang lagi galau, gara-gara di-thalakin kamu.
Bukankah kamu sudah tahu dan diajarkan sejak di bangku kuliah dulu, bahwa politik itu kotor. Politik kita itu adalah politik hutan rimba. Siapa yang paling kuat, dialah yang akan bertahan dan menjadi penguasa. Pilihannya hanya dua, kalau tidak membunuh maka dibunuh. “Humo homini lupus” (manusia saling memakan sesamanya, bagaikan serigala), kata Thomas Hobbes. Manusia yang lain bisa memangsa dan mengorbankan manusia yang lain demi mencapai tujuannya. Sehingga terjadilah apa yang disebut bellum omnium contra omnes (perang semua melawan semua)
Jadi tidak perlu risau dan baper segala, jika politik kita acapkali memainkan apa yang kita sebut black campaign (kampanye hitam), karena ini sudah menjadi ciri khas dalam dunia perpolitikan kita dewasa ini. Saling menjatuhkan itu hal biasa. Tidak perlu ada yang dikhawatirkan, toh semuanya ingin mencapai tujuannya (baca: menang) dalam pilkada kali ini.
Di negara yang katanya menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi ini, tidak usah berharap banyak pada politik yang ideal atau yang biasa disebut high politik oleh banyak orang. Karena itu hanya ada di ruang-ruang kampus, kelompok-kelompok diskusi, pojok-pojok warung kopi dan di dalam tumpukan buku-buku ilmiah yang seringkali kita gandrungi.
Kewarasan dalam berpolitik, kini sudah tidak lagi menjadi ghirah dalam dunia perpolitikan kita. Karena politik kita, sejauh ini sudah berubah wujud menjadi apa yang disebut kegilaan dalam berpolitik. Tidak berlebihan kiranya ketika saya mengatakan, bahwa politik kita sudah terkontaminasi oleh apa yang disebut politik machiavelistik (menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan politik).
Menghalalkan segala cara dalam dunia perpolitikan kita dewasa ini sah dilakukan. Jadi tidak ada yang salah dengan penyebaran foto paha dan foto diduga (mirip) Azwar Anas yang tak senonoh, jika memang bertujuan politis. Misalnya, untuk mencegalnya maju mendampingi Gus Ipul di Pilgub Jatim mendatang.
Bukankah ini sudah kaprah dalam konstelasi perpolitikan kita dewasa ini, sebagaimana Jokowi dituduh PKI atau Prabowo yang dianggap melakukan pelanggaran HAM pada Pilpres kemarin. Atau Ahok yang telah dituduh menista al-Qur’an menjelang Pilkada DKI Jakarta kemarin, hinggga dia didemo oleh ribuan umat Islam hingga berjilid-jilid itu. Dan akhirnya dia dipenjara hingga sekarang.
Tapi mereka tidak baper kok. Tidak tiba-tiba mengundurkan diri dari pencalonan. Kenapa? Karena mereka sadar, bahwa alam politik kita sudah tidak waras alias edan. Jalan satu-satunya harus ikut edan dalam berpolitik, supaya tidak dituduh gila sendirian. “Saiki jamane edan, yen ora edan ora keduman”, kata Ronggowarsito dalam petikan syairnya.
Azwar Anas rupanya harus banyak belajar kepada ketiga tokoh di atas. Jadi hentikanlah bapermu! Karena baper itu hanya akan “membunuhmu”. Ingat! Kamu itu pemimpin juga politisi, bukan anak baru gede (ABG) yang baru jatuh cinta lantas patah hati, lalu bunuh diri, eh.