Adakah hal paling mengerikan dalam kontes politik yang demokratis semacam ini, selain menyerang penyelenggara? Tidak percaya pada proses demokrasi yang diatur oleh penyelenggara, hingga tidak percaya hasil penghitungan suara yang dilakukan pihak penyelenggara?
Upaya semacam itu tak jarang dilakukan: menyebut ada kecurangan, keberpihakan, atau tudingan konspirasi besar untuk memenangkan calon tertentu. Sampai ada pernyataan bahwa calon kami hanya bisa dikalahkan oleh kecurangan dan kelicikan.
Pola pikir semacam itu memang merepotkan. Mendahului takdir, dan nampak tidak siap dengan kekalahan. Ditambah adanya pernyataan pakar, ahli, atau pengamat yang harusnya menjernihkan situasi, namun justru menambah keruh realitas yang ada.
Jadi bisa dibayangkan ketika si wasit, dalam hal ini selaku KPU sebagai penyelenggara pemilu, justru diserang oleh pihak yang berkompetisi atau pihak luar yang ingin Indonesia menjadi keos karena publik kehilangan kepercayaan pada penyelenggara pemilu.
Energi publik yang harusnya terfokus pada kualitas, ide, dan gagasan kontestan, justru diarahkan pada penyelenggara yang menjadi wasit, pelaksana kontestasi. Ini mengerikan. Anda bayangkan ketika dalam pertandingan tinju, pemain tidak hanya memukul lawannya, tetapi juga wasitnya. Atau tiba-tiba ada orang luar ring masuk yang ikut meninju wasit.
Tentu pertandingan jadi berantakan, tidak lagi sesuai aturan yang ada. Mana yang menang dan kalah jadi tidak jelas. Dalam konteks bernegara, ini bisa memicu munculnya masyarakat yang anarkis, yang tidak percaya pada aturan dan hukum yang telah ditetapkan.
Bahwa dalam proses penyelenggaraan terjadi ketidaksempurnaan, tentu wajar, dan harus terus diberikan masukan yang konstruktif. Tidak justru “dihabisi” dengan prasangka dan stigma negatif.
Sebagai warga negara, maka sebaiknya mengontrol diri untuk tidak terprovokasi dengan isu-isu negatif yang berkembang. Seperti isu surat suara yang sudah tercoblos, isu bahwa adanya pengawas atau penyelenggara pemilu yang berpihak pada calon tertentu, dan semacamnya.
Potensi-potensi itu barangkali ada. Misalnya, bagaimana nasib surat suara yang masih utuh karena adanya sebagian orang yang tidak pergi ke TPS, entah karena golput atau berhalangan hadir.
Seberapa yakinkah kita pada KPPS untuk menjaga agar surat suara itu tetap utuh dan tidak tercoblos? Atau seberapa yakinkah kita pada keamanan data pemilih? Sebab betapa pentingnya kegunaan data di era sekarang ini.
Tentu pihak penyelenggara akan berupaya meminimalisir kemungkinan-kemungkinan buruk dari proses pemilu, dan tak ada pilihan yang lebih baik selain tetap percaya pada penyelenggara, tetap menerima apapun hasil yang ditetapkan oleh KPU.
Percaya pada KPU sama halnya menjaga marwah bangsa. Kita dukung KPU agar menjadi penyelenggara yang baik, kita harapkan kontestan bertanding dengan fair dan menyajikan sesuatu hal yang bermanfaat bagi publik, bukan justru sebaliknya.
Semoga pemilu 2019 bisa berlangsung dengan kondusif. []