Pangan merupakan kebutuhan dasar utama manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tercantum dalam pasal 27 UUD 1945. Esensi dasar pemenuhan pangan adalah pendukung kehidupan umat manusia agar dapat bertahan di rentang usia yang layak dalam kondisi yang sehat sejahtera jasmani rohani. Kesehatan manusia erat hubungannya dengan pangan yang dikonsumsinya dalam jangka panjang. Oleh karena itu pangan yang sehat dan aman merupakan hak bagi setiap orang dan kewajiban bagi setiap pihak yang terlibat dalam penyediaannya.
Berdasarkan cara perolehannya, pangan dibedakan menjadi 3, yaitu: pangan segar, pangan olahan dan pangan olahan tertentu. Pangan segar dapat berupa nabati atau hewani. Pangan segar nabati diperoleh dari tanaman sumber karbohidrat, sayuran dan buah-buahan. Upaya pemenuhan pangan nabati dan hewani adalah melalui pertanian (dalam arti luas).
Menurut UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam hayati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk menghasilkan komoditas pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem.
Dalam usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan dikenal teknologi pembasmi hama yaitu pestisida. Pestisida (Inggris: pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi hama (racun hama). Penggunaan pestisida di Indonesia mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.
Penggunaan pestisida dalam jangka panjang (dan tidak dengan prosedur yang benar) akan membahayakan bagi kesehatan, baik bagi petani pelaku penyemprotan, konsumen pengguna hasil pertanian maupun ekosistem secara umum. Petani/penyemprot tanaman umumnya tidak menyadari bahwa pestisida sebenarnya adalah racun dan menganggap sebagai obat bagi tanaman, sehingga dalam penggunaan pestisida sering dilakukan tidak sesuai dengan standar. Pestisida dapat masuk kedalam tubuh melalui berbagai cara, yaitu penetrasi lewat kulit (dermal contamination), terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation) atau masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral) (Djojosumarto, 2004)
Keterkaitan pestisida dengan perkembangan kanker
Di berbagai media masa dan kajian ilmiah banyak yang mengaitkan bahaya penggunaan pestisida dalam jangka panjang dengan potensi timbulnya kanker. The Standing Committee of European Doctors (CPME 2005) menyimpulkan bahwa polusi kimia akibat pestisida dapat berkontribusi terhadap serangan kanker3). Brody & Rudel (2003); Evans (2006), menegaskan bahwa kualitas atau performance pestisida berbahan aktif DDT dan dieldrin memiliki hubungan yang positif dengan perkembangan kanker payudara, sehingga perlu dipelajari lebih lanjut mengenai mekanisme tingkat seluler dan keterkaitannya dengan pestisida.
Hal tersebut tentu meresahkan bagi konsumen produk pertanian, karena mereka seperti terjebak dalam situasi yang sulit mencari jalan keluarnya. Konsumen menyandarkan pemenuhan kebutuhan pangan dari rangkaian industri pertanian di hulu sampai hilir. Apabila membeli bahan pangan nabati segar ataupun olahan, hampir semuanya berawal dari usaha/industri pertanian yang merupakan hulu, yang di sinilah proses paparan pestisida tersebut berawal.
Dengan pengetahuan dan awareness para petani terhadap bahaya pestisida yang belum bisa dikatakan baik, juga banyaknya produk pestisida illegal yang beredar maka harapan masyarakat pengguna produk pertanian adalah kepada pemerintah. Pemerintah harus hadir memberikan solusi, pencegahan bahkan bila mungkin membatasi penggunaan pestisida dengan ketat dalam rangka memenuhi hajat hidup orang banyak yaitu hak dasar atas pangan yang sehat dan aman.
Namun mengurai permasalahan ini tidak mudah karena jika serta merta pestisida dilarang tentu para petani akan berteriak, usaha sektor pertanian bisa terpuruk karena ancaman gagal panen akibat serangan hama, yang ujungnya bisa mengganggu kestabilan sosial perekonomian. Itu karena sistem pertanian dengan menggunakan pestisida sudah membudaya, semacam kewajiban bagi petani yang jika tidak dilakukan akan mengganggu kapasitas hasil produksi dan pendapatan mereka.
Di masyarakat belakangan muncul trend hidup sehat untuk kembali ke makanan organik, yaitu proses budidaya pertanian yang tidak melibatkan zat-zat kimia berbahaya (pestisida dan pupuk kimia). Namun proses ini cukup mahal sehingga hasil produksi tanaman organik pun jadi tidak terjangkau oleh masyarakat kebanyakan. Jadi hak masyarakat untuk memperoleh pangan yang aman dan sehat pun belum sepenuhnya terjamin, karena tidak memungkinkan bagi mereka memproduksi sendiri sumber pangan tersebut secara mandiri.
Etika, moral dan HAM
Dari sudut pandang etika dan moral, pembiaran suatu perbuatan yang berpotensi mengancam kesehatan dan kesejahteraan umat manusia dalam jangka panjang dan jumlah besar (kelompok masyarakat) adalah juga tidak etis.
Menurut Teori Etika Teleologis-Konsekuensialisme, suatu keputusan atau tindakan dianggap benar secara etis atau bermoral jika keputusan atau tindakan tersebut mendatangkan hasil positif (Brooks & Dunn, 2011). Teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan yang dilakukan. Teori Etika Konsekuensialisme mengajarkan yang etis ialah yang memberi kebaikan lebih banyak terhadap masyarakat Teori ini memberikan jawaban terhadap apa yang harus dilakukan dengan melihat konsekuensi dari tindakan tersebut.
Dari sudut pandang hukum, UU No 39 tentang HAM Tahun 1999 Pasal 9 ayat 1 sampai 3 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya; setiap orang berhak tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin; setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dalam Pasal 71 dinyatakan bahwa Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia, sedangkan di Pasal 72 dinyatakan bahwa kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah yang dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.
Harapan
Perlindungan hak asasi manusia untuk mendapatkan pangan yang aman dan sehat sebagai salah satu upaya mempertahankan hidup (karena pangan yang tidak sehat bisa mengancam kehidupan) selayaknya dijamin oleh pemerintah yang mempunyai otoritas membuat kebijakan dan aturan. Karena jika tidak diatur oleh pemerintah, tentu banyak pihak (petani, produsen pestisida) yang tetap abai demi keuntungan jangka pendek dan alasan kepraktisan, sedangkan konsumen produk pertanian tidak punya banyak pilihan karena gempuran produk-produk terkontaminasi pestisida di sekitarnya.
Akan ironis bila upaya manusia memperoleh pangan demi kelangsungan hidup namun justru pangan tersebut pelan-pelan menjadi pemusnah kehidupan, dan dibiarkan.