Jumat, April 19, 2024

Arab Spring di Suriah: Berhasil atau Gagal?

Muhammad Humamvidi Hunafa
Muhammad Humamvidi Hunafa
Mahasiswa S1 Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia

Perang yang terjadi di Suriah merupakan bagian dari serangkaian kejadian yang terjadi di beberapa negara di Jazirah Arab dan Maghrib yang dikenal sebagai Arab Spring atau Arab Winter. Arab spring berhasil menumbangkan beberapa diktator di negara negara arab seperti di Mesir, Libya, dan di Tunisia. Di sisi lain, di beberapa negara tersebut, terjadi perang yang tidak berkesudahan dan krisis humaniter yang sangat memprihatinkan.

Suriah merupakan salah satu negara yang mengalami dua hal tersebut. Negara yang dulunya merupakan salah satu negara yang paling berkembang di tanah arab, dan paling stabil namun juga telah berada di dalam genggaman satu keluarga yang sifat nepotismenya telah bercabang di setiap lapisan pemerintahannya dan sikap penindasan terhadap lawan politiknya yang sangat jauh dari landasan peri kemanusiaan berubah menjadi salah satu negara yang paling tidak stabil, penuh kerusakan, ladang dari ekstremisme, namun memiliki sepercik harapan akan terbentuknya sebuah negara yang demokratis.

Arab Spring bermula di negara Tunisia. Kejadian pembakaran diri seorang pedagang kaki lima, Mohamed Bouzazi, pada  17 Desember 2010 menjadi percik awal dari jatuhnya rezim Ben Ali. Kejatuhan Ben Ali disebabkan oleh banyak faktor, antara lain adalah kekuasaannya yang autokratik, meningkatnya pengangguran, korupsi, dan sikap represif terhadap kebebasan berpendapat.

Perlu kita pahami bahwa pada akhirnnya Ben Ali mundur dari kursi kepemimpinan pada tanggal  14 Januari 2011, dan setelah itu Tunisia mengalami proses demokratisasi yang cenderung stabil. Berbeda dengan Tunisia, negara negara lainnya mengalami sebuah perubahan yang berbeda.

Revolusi Suriah merupakan bagian dari sebuah rangkaian ini. Revolusi Suriah adalah sebuah revolusi yang terjadi dikarenakan faktor internal, dan faktor eksternal. Faktor internalnya adalah masalah mengenai konstitusi suriah, masalah kepemimpinan yang diktatorial, dan pelanggaran HAM.

Faktor eksternalnya adalah faktor gelombang arab spring yang terjadi di hampir seluruh negara arab. Kedua faktor itu sebenarnya memiliki keterkaitan, yaitu mengenai demokrasi. Negara negara arab, tidak terkecuali Suriah, banyak yang di pimpin oleh seorang diktator, dan mereka telah lama memegang kekuasaan.

Para diktator ini cenderung represif terhadap kebebasan pendapat, dan kebebasan berpolitik. Masyarakat negara negara tersebut, dengan bantuan dari terciptanya media sosial dan internet, mulai merasa jenuh dengan apa yang terjadi di negara mereka. Melihat kebebasan berpendapat yang ada di negara negara Eropa, Amerika, dan Asia, mereka menginginkan adanya perubahan.

Di Suriah, Arab Spring berujung menjadi sebuah Power Struggle. Memang bukan hanya Suriah yang menjadi ladang dari Power Struggle, namun pemberitaan dan intervensi secara langsung antara Koalisi Amerika Serikat, Russia, Iran, dan Turki merupakan bukti bahwa power struggle di negara ini sangatlah massif dan kompleks.

Penjatuhan rezim yang tidak sepenuhnya berhasil menyebabkan negara tersebut mengalami sebuah konflik berkepanjangan yang berdarah dan menyebabkan negara tersebut mengalami salah satu krisis humanitarian terbesar di dunia. Dari sini dapat dilihat bahwa tujuan Arab Spring mulai di pertanyakan di Suriah. Demokratisasi atau pergantian rezim yang akan sama saja bahkan lebih parah?

Dapat dilihat bahwa Arab Spring di Suriah tidak bisa dikatakan berhasil, namun di satu sisi juga tidak bisa dikatakan gagal. Arab Spring di Suriah dapat dikatakan gagal karena Arab Spring di Suriah berdarah dan tidak dilaksanakan dengan cepat. Suriah tidak mampu mencontoh penjatuhan rezim di Tunisia yang cenderung damai, bahkan seburuk buruknya tidak dapat mencontoh Mesir dan Libya yang penjatuhan rezimnya cukup cepat.

Yaman dan Suriah memiliki kesamaan yaitu mereka sangat berdarah dan ada intervensi langsung dari pihak luar, namun Yaman tidak sekompleks Suriah, karena yang bertempur di Yaman hanya dapat di golongkan menjadi dua pihak yaitu Pemberontak, dan Pemerintah. ISIS di Yaman sudah hampir tidak ada.

Suriah di lain pihak sangatlah kompleks. Pemberontak dapat terklarifikasi menjadi berbagai macam jenis ideologi. Ekstremis seperti ISIS yang independen dan Hayat Tahrir Al Sham yang di dukung oleh Al Qaeda, kelompok kelompok moderat (Free Syrian Army) yang di selatan (di dukung AS) dan di utara (di dukung Turki),  Partai Rakyat Kurdistan, serta Pemerintah Bashar Al Assad saling bertempur satu dengan yang lainnya.

Hari ini musuh, keesokan harinya menjadi teman. Suriah tidaklah hitam dan putih. Suriah itu abu abu. Sifat abu abu dari suriah adalah alasan mengapa Arab Spring tidak bisa dikatakan berhasil di suriah, karena menjadi tidak jelas arahnya.

Arab Spring di Suriah juga dapat dikatakan berhasil karena Arab Spring membuat terjadinya kemungkinan perubahan status quo di Suriah. Pemerintahan Bashar Al Assad dengan catatan kejahatan perangnya dapat di tuntut di pengadilan internasional, baik dia kalah atau menang di dalam perang ini.

Perundingan Sochi dengan format Astana memungkinkan pemberontak untuk mengubah konstitusi di Suriah, memberikan kesempatan bagi jatuhnya Assad. Masih ada sepercik harapan untuk demokratisasi di Suriah bilamana seluruh pihak asing telah lelah dengan pembiyaan perang, dan bilamana pihak asing memiliki hati nurani terhadap krisis kemanusiaan yang ada di Suriah.

Satu hal yang dapat dikatakan pasti mengenai apa yang akan terjadi di Suriah, Pemberontak dan pihak pihak yang menjadi lawan daripada Assad tidak akan dengan mudah membuat Assad menjadi seperti dulu lagi.

Darah yang di tumpahkan oleh para pemberontak akan ditagih oleh mereka dengan tujuan mereka masing masing. Suriah tidak akan menjadi dulu lagi. Suriah pasca perang pasti akan berubah, walaupun tidak begitu banyak tapi itu  akan menjadi sebuah perubahan yang sangat signifikan. Bilamana perubahan tersebut telah sesuai dengan tujuan Arab Spring (Demokratisasi), disitulah Arab Spring versi Suriah dapat dikatakan berhasil.

Muhammad Humamvidi Hunafa
Muhammad Humamvidi Hunafa
Mahasiswa S1 Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.